Lihat ke Halaman Asli

(Fan Fict) Rumors

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“RUMOR!” teriakmu dalam satu malam kebersamaan kita yang kau bilang tak akan pernah lekang.

“Ya, itu hanya rumor,” katamu lagi, dalam malam selanjutnya yang masih kau bilang tak akan bisa lekang, dan saat itu kau tersenyum, melalui bibirmu yang kau pulas dengan gincu merah menyala, pemberianku saat pertama kali kita berkencan dan aku tak tahu apa yang musti kubawakan untuk menyenangkan hatimu, aku memilih membelikanmu gincu seperti yang diberitahukan Alia. “Itu cuma rumor, Win,” kau membelai punggung lenganku, yang senantiasa kau puji lebih kuat dari pembaringan menahan tubuhmu pada setiap malam kau melepas lelah. “Cuma rumor,” retihmu lagi.

“Kau sudah tahu, bahkan mungkin lebih tahu dari perkiraanku. Kau, tahu itu hanya rumor.”

Rumor. Itu yang kau katakan menanggapi kegilaan yang tengah bergolak di dada sekian orang yang merasa dekat denganmu. Merasa mengenalmu, kemudian menyayangimu.

Rumor, kau menyebutnya ketika berita yang tengah legit dibicarakan itu menyebut pada selembar kertas mengkilap yang difoto ulang dan disebar dengan sengaja di dunia maya. Foto di mana tubuhmu hanya berbalut selembar handuk menutupi tubuh putihmu seputih susu.

Bagiku, sungguh itu hanya sesuatu yang biasa. Dan perlu kuulang bahwa itu hanya sesuatu yang biasa. Yang tidak biasa, aku melihat, lebih kepada bagaimana matamu berbicara yang senantiasa mengundang lebih dari sekedar rumor. Sudah kuminta berkali-kali untuk tidak berbicara menggunakan itu, tatapan mata menggoda, namun kau tetap melakukannya. Dan kau, kau tertawa, “kau masih mempermasalahkannya, Win?”

“Aku hanya..”

“Win, bukankah semua ini hanya rumor. Kau suka atau tidak, semua ini hanya rumor. Issue. Tak pernah lebih dari itu kukira. Dan kau tahu itu,” tutupmu sambil mengatupkan bibirmu pada bibirku. Sedetik, dua detik. Entah berapa detik ketika aku tak merasakan kakiku memijak di atas Bumi.

“Itu hanya rumor, Win,” bisikmu bersamaan dengan kakiku kembali kurasakan memijak bumi. “hanya rumor. Dan rumor yang kusebut-sebut, bukankah hanya sebuah kebohongan? Kebohongan yang kugunakan untuk bisa menatap lebih lama apa yang disebut-sebut sebagai Bumi? Tmepat manusia berpijak namun nyatanya bukan manusia? Hanya sebagian dari iblis yang menyaru bentuk sakral dan bersentuh? Itu rumor, Win. Mungkin kau juga hanya sebatas rumor.”

Aku tak tahu, banyak sekali yang tidak kuketahui darimu senlanjutnya, Rafika. Rumor dan segala pembelaan tentang apa yang tengah terlihat di mana-mana dibicarakan dalam setiap kesmepatan oleh siapa pun. Namun kau tetap mengatakan hal itu sebagai rumor, sesuatu yang tidak benar menurut penalaranku dan menurutmu pula tentu. Rumor, kau mengatakannya, berita yang menyudutkanmu dan kau memintaku untuk percaya kepadamu. Aku percaya. Tanpa kau minta aku percaya. Bahkan jika kau mengatakan itu rumor dan hanya sebagai pembelaan belaka, aku percaya, aku percaya, sekalipun rumor yang kau sebut adalah sebuah kebenaran yang kau elak. Aku percaya, kan?



Ewin no. 93

With Rofiqoh AzzahraALia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline