Lihat ke Halaman Asli

Tubuhku, Tubuhmu, Cinta

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tubuhku, Tubuhmu, Cinta?

“Jangan lari kepadaku lagi, Chen. Aku lelah.” Ujarku kepada Maschen, laki-laki keturunan Tionghoa yang telah tiga tahun menikahi Rika, kakak kandungku dari Ibu yang lain.

“Jangan begitu, Sayang. Aku masih ingin bersamamu.” Bisiknya menyentuh telingaku.

“Chen, apakah Winda dan Rika tidak lebih dari cukup? Aku memang menginginkanmu. Namun aku bukan satu-satunya yang memilikimu. Ada Winda dan Rika. Mereka kakakku, Chen.”

Senyum itu, senyum yang selalu membuatku menggelinjang, kembali Maschen haturkan untuk mengalahkanku. Menaklukanku. Dan seperti yang sudah-sudah, dia selalu berhasil. Sehingga aku tak memiliki lebih banyak lagi kekuatan untuk mengelak. Meminta untuk mengakhiri kegilaan yang telah kami gumuli sejak setahun silam.

“Chen,”

“Sayang, tidakkah kau menikmatinya lebih dari sekedar rasa? Tidakkah kau melihat adanya rasa diantara mana kita menikmatinya?”

Aku tersekat. Kunikmati ludah yang menggelegak menuruni ternggorokanku. Mata itu, ah, mata itu membahasakan kata berbentuk cinta. Ya, cinta. Tak salah lagi. Mata itu membahasakan kalimat-kalimat cinta yang tertahan di bibirnya.

“Aku merasakannya, Chen.”

Maschen mengangguk. Kemudian, bibir yang menyunggingkan senyum itu, kini kembali mendekat. Membekap. Menyuarakan kegilaan. Membahasakan berjuta kenikmatan. Dan aku melunglai. Aku lumpuh. Kemudian menikmatinya. Ah, cinta.

***

tegal, 26 oktober 2011

ilustrasi gambar dari  http://1x.com/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline