Lihat ke Halaman Asli

Saatnya Gambar Berbicara Banyak

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

If a picture paints a thousand words,

But why can’t I paint you?

(Bread)

Si kecil yang bisa mewujudkan si besar. Bisa jadi istilah tersebut tepat untuk menggambarkan kekuatan sebuah gambar. Gambar yang secara lahiriah tak bisa berkata-kata namun memiliki kekuatan tersembunyi. Sebuah inspirasi dahsyat bukan tak mungkin muncul dari sebuah gambar. Motivasi menggebu-gebu barangkali awalnya ‘hanya’ karena sebuah gambar pula. Tidak percaya?

Tiger Wood, pegolf kelas wahid dunia, bukan mustahil tak akan menjadi seperti sekarang ini bila tak memiliki hobi mengoleksi gambar-gambar pegolf ternama. Dengan tekun dia mengumpulkan puluhan gambar dan menempelnya di dinding kamar. Setiap hari dia memandangi gambar-gambar tersebut dan bertekad untuk menjadi pegolf professional seperti mereka. Tentu saja di samping memelototi gambar tersebut, dia juga giat berlatih. Satu per satu orang dalam gambar itu dikalahkannya. Bagaimana sekarang? Tak ada lagi gambar yang tersisa di kamarnya kecuali, tentu, hanya gambar dirinya sendiri. Apa artinya? Tak lain dan tak bukan berarti semua orang yang ada di dalam gambar itu telah dikalahkannya. Dialah yang menjadi numero uno.

Lain lagi pengalaman dosen saya di Fakultas Psikologi UGM, Pak Djamaluddin Ancok. Dalam sebuah kesempatan beliau pernah bercerita kalau sejak kecil beliau suka sekali memasang gambar pemimpin-pemimpin terkenal dari berbagai negara. Walaupun begitu bukan berarti suatu saat nanti beliau ingin jadi presiden. Beliau ‘hanya’ ingin pergi keliling dunia dalam kapasitasnya sebagai seorang intelek. Sia-siakah hobinya? Tidak, tuh! Sekarang ini beliau adalah dosen psikologi yang bisa dikatakan sangat ternama di berbagai perguruan tinggi, pembicara seminar yang laris manis, konsultan di beberapa perusahaan multinasional, dan peneliti dengan seabrek riset. Dengan kapasitas seperti itu rasanya pergi keluar negeri bukan lagi sebuah hal yang aneh. Banyak negara sudah dijelajahinya. Setidak-tidaknya beliau menyelesaikan gelar doktornya di negeri Paman Sam.

Teman saya di Solo selalu paling ribut kalau ada orang yang akan wisuda. Bukannya ribut minta ditraktir makan-makan tapi sibuk memesan foto wisudanya. Dengan rapi foto-foto wisuda itu dipasang di kamar dan dipandanginya tiap hari. Usut punya usut ternyata dia pingin sekali segera lulus kuliah dan memakai toga. Apakah dia begitu begonya sampai tidak lulus-lulus begitu? Tidak juga! Dia cerdas, kok. Hanya saja sangat sulit baginya untuk duduk manis dan mengerjakan skripsi. Kesibukannya sebagai guru di sebuah tempat kursus Bahasa Inggris di Solo sangat tidak memungkinkannya untuk segera menyelesaikan kuliah. Pergi jam 7.30 dan pulang jam 20.00 adalah kegiatan rutinnya setiap hari kecuali hari Minggu. Di tengah keadaan yang sulit begitu, terpikir olehnya untuk mengoleksi foto wisuda dengan harapan skripsinya segera kelar dan dia pun menjadi objek foto Mat Kodak dengan toga wisudanya. Hasilnya? Beberapa waktu yang lalu dia mengikuti wisuda sebagai lulusan terbaik di sebuah universitas negeri di Solo. Cum laude? Pastilah itu!

Ternyata hal yang mudah dan murah pun dapat dilakukan untuk memotivasi diri sendiri. Kalau hal ini bermanfaat buat diri kita, bermanfaat untuk mewujudkan impian, bermanfaat untuk meningkatkan kepercayaan diri, kenapa tidak dilakukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline