Lihat ke Halaman Asli

Mawarku Sayang Mawarku Malang

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ku Ambilkan segelas tehhangat untukMawar. Lalu kubacakan sholawat dan kupintakan padanya untuk meminumnya. malam itu cuma ada Bibi dan aku dirumah. Mawar terbaring menggigil dikamarnya. Aku pun mondar-mandir menunggu Papa dan Mama segera pulang. Tapi rasanya itu tidak mungkin. Perjalanan jauh Australi-Jakarta. Belakangan ini Papa dan Mama sepertinya sibuk sekali dengan pekerjaan mereka. Rasanya sudah tidak ada lagi perhatian yang mereka berikan untuk Mawar.

Aku cemas dan selalu khawatir dengan keadaan Awa. Mawar biasa kupanggil dengan sebutan Awa, sejak kecil. panggilan itu yang menjadi panggilan sayangku padanya. Rasa-rasanya baru saja Awa dilahirkan, teringat waktu itu aku menangis memohon keselamatan pada Allah untuk kelahirannya. Mama yang tampak begitu tegar menghadapi semua hanya untuk Awa, rela hingga terus merasakan sakit yang luar biasa antara hidup dan mati. Subhanallah perjuangan Mama yang membuat air mataku menetes terharu. Digendongnya Mawar dengan senyuman yang sangat indah. Sungguh Anugerah Allah yang sangat Indah. Allah memberikan Mama bayi yang mungil dan cantik. Setelah sekian tahun menunggu kehadiran buah hati karena divonis Kanker Rahim. Alhamdulillah Lega sekali rasanya Mama akhirnya berhasil dalam perjuangannya. Besar sekali perhatian yang mereka berikan untuk Awa, dikasihi dengan begitu manjanya.

Lima tahun sudah berlalu.Mama dan Papa terlihak agak aneh. Kasih sayang dan manja itu hilang secara perlahan sampai Awa berusia lima tahun.Ia sudah tidak lagi mendapatkan kasih dan sayang dari Mama dan Papa. Hingga Awa harus terbaring lemah dan terus menggigil.

“Bagaimana mungkin mereka setega itu terhadap Awa???, bukankah Awa adalah titipan Allah yang sangat Berarti ?”

Sempat terlintas difikirku, waktu Mawar menggenggam tanganku dengan menggigil kedingingan. Kuteteskan air mata. Tak sanggup melihat Awa terbaring seperti ini. Aku sangat menyayanginya. Aku tak ingin lagi kehilangan orang-orang yang aku sayangi.

Kejadian 17 tahun yang lalu mengingatkanku dengan kepergian kedua orangtua kandungku hampir membuatku putus asa, hingga harus kehilangan kedua orang tuaku untuk selamanya. Tidak jelas bagaimana kronologi kepergian kedua orangtuaku.Mendengar cerita dari Ibu perawat yang membantu kelahiranku rasanya aku akan berteriak sekuat mungkin jika saja waktu itu aku mampu berbicara menyaksikan kepergian kedua orang tuaku.

Tepat 17 tahun yang lalu aku diadopsi Mama Reyna. Dari bayi hingga sekarang aku dirawat dan dibimbing serta diberi kasih sayang manja sebagaimana mereka berikan kepada Awa. Terpukul sekali rasanya saat aku tahu bahwa aku harus kehilangan kedua orang tercinta sejak aku dilahirkan. Ya! akutidak memiliki siapa-siapa. Saat menatap dunia aku sudah sendiri bersama perawat yang membantu Ibuku. Kemudian Mama dan Papa lah yang kemudian mengadopsiku karena Mama divonis tidak bisa memiliki keturunan. Tapi Anugerah Allah sungguh besar. Apa yang tidak bisa Ia ciptakan. Hingga akhirnya dengan segala kuasa Nya lahirlah bayi mungil dan cantik. “ Mawar “kuberi namanya. Mawar yang selalu kusayang.

Betapa sangat aku menyayangi Mawar. Adikku seorang. Meskipun aku bukan kakak kandungnya. Tapi aku merasakan kedamaian saat Awa mau menerimaku dengan baik sebagai kakak angkatnya.

Aku takut sekali terjadi sesuatu pada mawar. Aku tidur disampingnya hingga pulas sampai Shubuh membangunkanku dan tangan Awa erat sekali menggenggam tanganku. Rasa tak mau dilepaskan. Namun kucoba perlahan melepaskan genggamannya untuk melaksanakan sholat Shubuh.

Selesai subuh kulihat Awa masih menggigil kedinginan. Seraya mengatakan suatu hal kepadaku dengan lemasnya

“Mbak, jangan pergi ya…disini aja temani Awa…Mbak sayang Awa kan….”

Tak kusangka Awa berbicara seperti itu padaku.

Ya Allah ada apa ini. Cobaan yang begitu sulit bagiku. Sembuhkanlah adikku ini. Berikan kepadanya kesehatan agar ia ceria seperti dulu

“ Iya sayang, Mbak pasti selalu disini jagain Awa..supaya sembuh dan kita bisa ketawa bareng lagi.”

“Iya Mbak, Awa kangeeeeen sama Papa dan Mama, kenapa Papa dan Mama nggak ada ya mbak?”

Aku terkejut saat Awa mengingat Papa dan Mama tidak berada disampingnya. Aku bingung harus berkata apa.

“ Hemm…Papa sama Mama sedang menuju kesini, Awa tunggu aja deh.”

Hampir satu bulan sudah Awa terbaring terus. Dokter pun tidak tahu lagi harus berbuat seperti apa. Papa dan Mama belum juga kembali dari pekerjaan mereka. Dokter pun tidak tahu sebenarnya apa yang menjadi penyebab Awa seperti ini.

Aku terpaksa berbohong mengatakan bahwa Mama danPapa akan segera kembali. Padahal saat mereka tahu Awa terbaring sakit. Rasanya mereka tak merasakan sakitnya Awa menunggu kehadiran Mama dan Papa, Mereka malah sibuk bekerja dan bekerja.

Aku hanya ingin kesembuhan untuk Awa. Agar bisa kulihat kembali keceriaan canda dan tawanya. Aku hanya bisa pasrah menghadapi ini semua. Semoga Allah memberi kesembuhan padanya. Sesekali kuterima kabar dari Papa dan Mama. Tapi respon mereka hanya menitipkan Awa padaku dan Bibi agar terus membawanya berobat.

Apakah selama ini Papa dan Mama kira aku dan Bibi Cuma diam saja (kesal hatiku). Nggak ada kata lain selain hanya menitipkan Awa. Apa yang bisa mereka lakukan sebagai kedua orang tua melainkan berada disamping Awa saat-saat ia butuh kasih sayang manja. baru ini aku menyaksikan didepan mata kedua orang tua yang mementingkan pekerjaan demi memajukan perusahaan Papa. Sehingga harus mengutamakannya terlebih dahulu baru mereka bisa pulang. Apa hanya uang, dan uang yang ada difikiran Papa dan Mama. Emosiku semakin memuncak.

“ Masya Allah,?? Tega sekali mereka mengatakan dengan santainya seperti itu.”

“ Astaghfirullah (seraya ku istighfar sambil menceritakan pada Bibi)”

“ Yang sabar ya Mbak Adel, mungkin ini cobaan dari Allah. Allah sayang sama Mbak, supaya Mbak belajar Ikhlas, sabar dan tegar. Ambil nilai positif dari semua hal ini. “

“ Iya Bi (tak sanggup ku menahan air mata, sambil kupeluk Bibi), makasih ya Bi, udah mau bantuin Adel ngurusin Awa, coba kalau Bibi gak ada, Mungkin Mawar………..”

“ Hussttt……Nggak boleh bicara sembarangan Mbak, berdo’a pada Allah. Sesungguhnya penyakit dan kesembuhan hanya milik Allah”

Aku hanya bisa pasrah dengan semuanya. Aku pasrahkan hanya pada Allah. Berharap Mawar segera disembuhkan oleh yang MAHA Pengobat. Rasanya masihnggak nyangka Papa dan Mama yang cukup ku kenal dari aku bayi. Setega itukah mereka, membiarkan anak kandungnya seorang diri tanpa merasakan belaian kasih dan sayang kedua orang tua???. Sungguh mereka sudah dibutakan. Sehingga melupakan Anugrah yang dititipkan Allah. Aku memang bukan siapa-siapa. Aku sadar. Aku hanya anak angkat. Rasanya aku tak pantas marah dan terus menasehatimereka secara langsung. Kalau bukan karena mereka, mungkin aku tidak seperti sekarang. Ntahlah aku bingung. Harus bagaimana.

Malam itu genggaman tangan Awa erat sekali. Wajahnya semakin pucat dan terus menggigil. Mawar tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin hanya kehadiran Papa dan Mama yang bisa mengembalikan semangat Awa. Rasanya aku pun tak ingin melepaskan tangan Awa dari genggamanku. Air mata ini tak lagi tertahankan. Terus kupandangi Awa, badannya semakin panas walau sudah berulang kali ku kompreskan. Sholawat terus ku bacakan untuk membantu Awa agar tetap semangat. Berharap Kebesaran Tuhan malam itu.

Akhirnya aku pun lelah, capek, dan mata ini rasanya sudah tak sanggup menemaninya. Akupun tidur sambil terus menggenggam tangan Awa. Sampai tiba waktu Shubuh aku pun terbangun. Kulihat tangan itu. Kulihat wajah itu. Kulihat mata Awa tertutup. Pulas sekali ia tertidur. Bathin dan perasaan ini sedih sekali melihatnya. Tangan itu kaku sekali. Wajahnya pucat. Sambil kulepaskan genggaman tangannya perlahan tak ada lagi kurasakan nadi Mawar pagi itu. Air mata ini jatuh diatas genggaman tangannya yang sangat kuat sekali. Rasa tak ingin berpisah jauh dariku.

“Apa ini Takdir Mu, ya Rabb?”.

Kusaksikan didepan mataku. Rupanya tadi malam adalah pandanganku tuk yang terakhir kalinya. Mawarku sayang telah tiad.. Harus pergi secepat itu. Waktu yang singkat bagi Mawar untuk mendapatkan kasih sayang dan manja dari Mama dan Papa. Rasanya Mawarku ditelantarkan karena kesibukan mereka.

“Ya Tuhan sanggupkah aku menghadapi ini semua? Kenapa bukan aku? Kenapa bukan aku saja yang kau ambil, karena aku sudah cukup merasakan kebahagiaan itu….sedang Mawarku?? Usianya baru saja berjalan enam tahun…Ya Allaaaahhhhh……???”

Tak sanggup menahan air mata bergegas ingin memberitahu Bibi tapi suara ini tak sanggup untuk berteriak.

Rupanya Bibi pun hendak memberikan teh untukku dan Mawar. Terkejut!!

Bibi pun histeris. Aku bingung harus bagaimana. Hanya menangis pagi itu. Menangis dan menangis. Ya Rabbi, begitu besar cobaan ini, sehingga aku harus kehilangan orang yang kusayangi untuk yang kedua kalinya….

Aku pun bergegas memberi kabar duka itu kepada Papa dan Mama. Belum selesai mulut ini menjelaskan. Sudah terucap kata-kata dari Mama.

“Kenapa kamu tidak menjaganya dengan baik!!. Kakak seperti apa kamu! “

Aku pun terjatuh dan melepaskan telepon dari genggamanku. Air mata pun terus membanjiri wajah ini. Bukankah selama ini aku yang merawat Awa. Hingga aku jua yang pantas disalahkan??

“ Ya Rabbi……apa kesalahan dan dosa hamba hingga harus merasakan pahit seperti ini. Sakit rasanya Mama menuduhku. Apa memang ini salahku. Salahku untuk hidup??”

Tak banyak kata yang terucap. Telepon pun terputus begitu saja. Tinggal kutunggu kepulangan Papa dan Mama untuk menziarahi Mawar yang terakhir kalinya.

Ingin tak menangisi dan mengikhlaskan kepergiannya. Tapi air mata terus mengalir. Tak jua berhenti. Bagaimana mungkin Awa bisa tenang kalau hanya air mata yang mengelilinginya..ku usapkan air mata diwajahku. Berusaha mengikhlaskan kepergian Mawarku sayang.

Tiba Esok Hari Papa danMama tiba dirumah. Seraya berkata dan terus menyalahkan sebab kepadaku. Seolah aku menelantarkan Mawar. Didorong, ya, aku didorong Mama didepan orang-orang yang takziah, aku didorong seolah tak pantas tuk menangisi dan berada disamping Mawar. Mama terus saja menyalahiku. Sampai terucap dari mulutnya. Aku tak ingin tersaingi dengan Mawar. Dan membiarkan begitu saja Awa terbaring sakit hingga lebih kurang satu bulan.

“ Astaghfirullah….Ma…..tega sekali Mama mengatakan sepert itu, Walaupun Adel bukan anak kandung Mama dan Papa, tapi dari dulu sampai sekarang nggak ada niat Adel untuk merasa tersaingi semenjak kehadiran Mawar. Karena Adel tidak punya siapa-siapa kecuali Papa, Mama dan Mawar.”

Sambil terus kumenangis dan menjelaskan semua tuduhan Mama kepadaku. Tapi Papa dan Mama sudah berubah. Mereka yang tak pernah kasar sejak dulu. Baru hari ini aku melihat tangan Mama menyentuh kasar hingga mendorongku terjatuh.

Hanya Ada Bibi yang melindungi dan memelukku pagi itu. Air mata ini terus mengalir. Karena Sebab Mama menuduhku dan belum lagi hilang rasanya harus kehilangan orang yang kusayangi untuk yang kedua kalinya. Apapun yang aku lakukan selama ini adalah demi adikku. Aku sungguh menyayanginya.Tidak ada niat sedikitpun untuk menyingkirkan Awa dari keluarga ini. Inilah saatnya aku belajar Ikhlas menghadapi kenyataan pahit, inilah hidup yang kuterima. Sesak dadaku menatap ini semua. Tak sanggup rasanya berat sekali tuk kupikul cobaan ini. Ya. Baru kusadari Allah lah tempat segalaNYA.

Lalu kubiarkan saja Papa dan Mama terus menyodorkan sebab karenaku. Mungkin setelah beberapa hari semua akan baik-baik saja. Dan aku berharap bisa memberikan yang terbaik untuk mereka agar mereka tak lagi dibutakan oleh Nikmatnya Dunia. Ingin rasanya aku membawa mereka tuk kembali dijalan Allah. Bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Dan Nikmat Dunia hanyalah sementara. Serta mengajarkan kepada Papa dan Mama setiap rezeki dan Anugerah yang dititip hendaknya dijaga dan dirawat dengan baik, bukan malah sebaliknya.

Allah sudah memberikan yang terbaik untuk Awa. Cobaan bagiku dan peringatan untuk kedua orangtuaku agar tidak berhenti memberikan kasih dan sayang kepada anak hanya karena Nikmat dunia semata sehingga tiada lagi kasih sayang dan manja itu..sebaiknya jangan pernah lupa untuk bersyukur atas segala Anugerah Allah.terutama kehadiran seorang anak dalam sebuah keluarga. Sebuah pelajaran untukku dan Kedua orang tuaku.

“Mawarku sayang, aku kan selalu merindukanmu. Selamat Jalan. Semoga Allah menempatkanmu ditempat yang sebaik-baiknya”. Amiiiin.

By : Evy Novyanti




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline