Perhatian terhadap kesejahteraan karyawan, termasuk kesehatan mental, semakin meningkat di tempat kerja. Menteri BUMN, Erick Thohir, mengusulkan tambahan waktu libur bagi karyawan BUMN guna mendukung kesehatan mental mereka. Namun, bagaimana dampaknya terhadap profesi lain, seperti guru, yang memiliki aturan beban kerja yang ketat?
Karyawan BUMN yang telah bekerja lebih dari 40 jam per minggu akan mendapat waktu libur tambahan. Erick Thohir menegaskan bahwa ini bukan untuk membuat mereka malas, tapi untuk memberi mereka kesempatan istirahat tambahan agar tetap sehat secara mental. Tujuannya adalah agar kesejahteraan pikiran dan produktivitas kerja karyawan seimbang.
Namun, bagi profesi lain seperti guru, ada aturan yang ketat mengenai beban kerja. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) Nomor 15 Tahun 2018, guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah harus bekerja selama 40 jam dalam satu minggu.
Beban kerja selama 40 jam dalam satu minggu terdiri dari 37,5 jam kerja efektif dan 2,5 jam istirahat. Sekolah dapat menambah jam istirahat jika diperlukan, tanpa mengurangi jam kerja efektif.
Dengan demikian, sementara usulan dari Erick Thohir bisa diterapkan di BUMN, kita perlu pikirkan bagaimana usulan ini bisa disesuaikan dengan aturan bagi profesi lain, misalnya guru, yang punya struktur beban kerja yang ketat. Kita perlu analisis lebih lanjut untuk lihat seberapa cocok dan masuk akal usulan ini di berbagai profesi.
Dalam dunia kerja modern yang penuh dengan tekanan dan tuntutan, kesehatan mental karyawan menjadi salah satu aspek yang semakin dipahami dan diperhatikan.
Penekanan pada kesehatan mental karyawan adalah suatu keharusan, terutama mengingat beban kerja yang semakin meningkat dan kompleksitas tuntutan pekerjaan saat ini.
Pentingnya menjaga kesehatan mental karyawan tidak boleh diabaikan. Data statistik menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental menjadi isu yang semakin mendesak, terutama di kalangan generasi muda.
Sekitar 70% dari mereka mengalami stres, kecemasan, dan depresi, yang sering kali disebabkan oleh tekanan kerja yang tinggi dan ketidakseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional.
Beban kerja yang semakin berat dan tuntutan pekerjaan yang rumit bisa berisiko bagi kesehatan mental karyawan.