Tahun 2019 silam merupakan tahun dimana saya berhadapan langsung dengan sistem kelas pelayanan rumah sakit . Awalnya, anak yang kedua menderita DBD. Sementara puskesmas terdekat belum lengkap fasilitasnya.
Keterbatasan fasilitas puskemas membuat dokter untuk menganjurkan agar si buah hati dirujuk ke rumah sakit besar. Di rumah sakit, kami diterima di ruangan IGD. Kami menunggu beberapa saat untuk mendapatkan penanganan dokter dan pengambilan sampel darah. Selang beberapa jam kemudian kami diantar ke ruangan rawat nginap.
Pada suatu kesempatan di ruangan IGD, saya diberitahu petugas. Bahwa anak saya dirawat di ruangan kelas 1. Menurut beliau, anak saya dilayani di ruangan kelas 1 mengikuti golongan istri saya. Oh iya, Istri saya PNS.
Saya bersyukur mendapat pelayanan di ruangan kelas 1. Bersyukur bukan karena anak menderita DBD tentunya. Tetapi karena ruangan yang disiapkan cukup lengkap fasilitasnya. Ada satu tempat tidur pasien, ruangan penyimpanan makanan/snack dan satu kamar mandi dan toilet.
Saya menanyakan istri tentang pembagian sistem kelas dalam rumah sakit. Beliau sampaikan bahwa pembagian kelas berdasarkan golongan PNS. Semakin tinggi golongan maka semakin tinggi pula potongan iuran BPJS.
Dari penjelasan di atas, saya berkesimpulan bahwa pembagian kelas di rumah sakit berdasarkan golongan PNS. Semakin tinggi golongan maka semakin tinggi pula potongan iuran BPJS. Semakin baik pula fasilitas yang diterima atau didapatkan oleh pengguna jasa layanan.
Kesimpulan di atas masih sangat kuat dalam pikiran saya sampai sekarang.
Topik pilihan Kompasiana "Kelas BPJS dihapus, KRIS diberlakukan" tentu menjadi kontradiksi dengan apa yang saya tahu dan alami selama ini. oleh karena itu, topik ini menjadi menarik bagi saya untuk memberikan tanggapan.
KRIS JKN adalah pengganti layanan Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang bertujuan untuk memberikan layanan kesehatan secara merata tanpa melihat besaran iurannya. Melalui KRIS JKN, rumah sakit perlu menyiapkan sarana dan prasarana sesuai dengan 12 kriteria kelas rawat inap standar secara bertahap.
Dua belas kriteria KRIS JKN ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/2995/2022 tentang rumah sakit penyelenggara uji coba penerapan kelas rawat inap standar jaminan kesehatan nasional.
Saya berpendapat bahwa 12 kriteria yang ditetapkan dalam KRIS JKN diterima sebagai kebijakan yang luar biasa. Alasannnya sederhana. Tentu 12 kriteria ini sudah dikaji sangat mendalam oleh pihak BPJS. Namun, BPJS perlu mengkaji ulang soal besarnya iuran pelayanan.