Aku berlangkah di jalan ini. Menelusuri lorong-lorong kota. Kutemukan di setiap gang selalu ada tembok penderitan, kesedihan dan kesusahan. Jauh berjalan, kutemukan jiwa-jiwa selalu rindu pulang ketika tembok penderitaan, kesedihan dan kesusahan menghadang kehidupan.
Jiwa-jiwa yang mengembara rindu pulang kepada kepunyaan-Nya. Bahkan karena penderitaan, setiap jiwa menyebut nama sang maha khalik semesta alam berulang-ulang. Penyerahan total kepada pemilik jiwa karena ketidakmampuannya berjalan sendiri.
Di salah satu sudut jalan di pinggir kota kusaksikan seorang sufi mengucap syukur untuk semua tembok yang telah dilalui. "Terima kasih penderitaan karena engkau mengajarkan mataku melihat diri tak ada artinya. Terima kasih kesedihan karena engkau melatih hati untuk tidak bergembira ria di atas penderitaan orang-orang yang kujumpai. Terima kasih kesusahan karena engkau menunjukkan kepadaku jalan kembali kepada pusat kehidupan".
Demikianlah sufi mengingatkan betapa kecil diri ini di hadapan pemilik kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H