Lihat ke Halaman Asli

EVRIDUS MANGUNG

TERVERIFIKASI

Pencari Makna

Terhempas

Diperbarui: 12 Agustus 2019   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: devianart.com

Bunyi gong dan gendang berkumandang. Setiap alat musik seolah-olah berlomba-lomba menunjukkan kemampuannya di hadapan telingaku. Perlombaan bunyi yang mengundang gairah untuk berjingkrak-jingkrak. Semua pergelangan sendi meronta-ronta. Semua urat saraf mendesak setiap pendengar turut bergoyang. Tetapi sekarang aku mengatakan tidak untuk ajakanmu agar aku menari lagi.

Aku diam. Aku hanya mendengar dengan penuh konsentrasi setiap hentakan pukulan gong dan gendang. Aku terus diam dan tetap fokus pada hentakan pukulan. Hentakan pukulan yang menikam jantungku. Semakin keras hentakannya, semakin sakit aku rasakan.

Aku Sebagai Mahkluk Cinta

Bukannya aku tidak memiliki alasan untuk mengatakan bahwa nada-nada gendang dan gong terasa menikam jantungku. Maria seorang gadis cantik. Dia, saya akui berwajah manis. Tidak hanya manis tetapi berhidung mancung pula. Sangat seksi, benar-benar seksi. Seorang wanita blasteran India.

Jujur saja aku sebagai pria normal sangat menaruh hati padanya. Menaruh hati bukan karena saya merasa iba padanya. Tetapi karena hatinya memang mulia. Namun kesan berhati mulia sudah tidak bertengger lagi di hatiku selama satu bulan belakangan ini.

Saya masih ingat baik suatu kejadian pada awal bulan ini. Dia tidak seperti biasanya lagi. Dengan nada humor ia mengatakan kepadaku: "Sayang, apakah kau yakin bahwa aku memang mencintaimu dengan sunguh-sungguh? Seyakin-yakinnya engkau akan cintamu padaku tetapi perlulah kau ingat bahwa keyakinan bisa saja berubah ketika kebenaran menyatakan dirinya." Pada awalnya aku hanya menganggap bahwa pernyataannya itu hanyalah sebuah pernyataan biasa-biasa saja. Namun pada kenyataannya ia memang tega melakukan itu.

Aku akui dan meyakini bahwa cintaku yang terawat secara rutin kepadanya selama lima tahun belakangan ini merupakan cinta terakhir bagiku. Keyakinan akan dia sebagai cinta terakhirku, aku pendam dalam hatiku yang paling dalam. Sebab aku bukanlah tipe lelaki yang mudah mengatakan cinta lantas tidak bertanggung jawab atas pernyataan itu.

Sekarang aku hanya duduk terpaku merasakan tikaman bunyi gong dan gendang ke jantungku. Ia sudah final dengan keputusannya. Ia sudah mengatakan tidak terhadapku dan mengatakan ya kepada yang lain.

Rombongan Pelengkap Penderita Datang

Dari jauh, terdengar bunyi kendaraan. Semakin lama, suara itu semakin mendekat. Degup jantung semakin cepat. Tikaman-tikaman itu semakin membabi buta. Lihatlah betapa banyak orang yang mengendarai kendaraan itu. Senyum orang-orang itu sangat bahagia. Senyuman yang menuduh aku sebagai orang yang kalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline