Lihat ke Halaman Asli

Eivelinhlz

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

Peran Media Sosial Dalam Menciptakan Perubahan Sosial yang Signifikan

Diperbarui: 25 Desember 2024   03:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Media Sosial: Katalisator Perubahan atau Pemicu Polarisasi?

Di era digital, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dari berbagi momen pribadi hingga menyuarakan isu global, platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, hingga TikTok memiliki kekuatan luar biasa untuk memengaruhi opini publik dan menggerakkan perubahan sosial. Namun, di balik potensinya yang masif, media sosial juga membawa tantangan yang tidak boleh diabaikan.

Artikel "Peran Media Sosial dalam Menciptakan Perubahan Sosial yang Signifikan" menyajikan dua sisi mata uang dari fenomena ini. Di satu sisi, media sosial telah membuktikan dirinya sebagai alat yang efektif dalam memobilisasi massa, seperti dalam gerakan #MeToo atau Black Lives Matter. Bahkan di Indonesia, media sosial menjadi wadah untuk memperjuangkan isu-isu sosial seperti gerakan #SaveKPK yang berhasil menggemakan aspirasi masyarakat terhadap keadilan.

Namun, sisi gelap media sosial tidak kalah signifikan. Penyebaran disinformasi yang masif dan pembentukan ruang gema (echo chambers) membuat masyarakat semakin terkotak-kotak dalam pandangan yang sepihak. Polarisasi politik dan sosial menjadi ancaman nyata, yang semakin diperparah oleh algoritma platform yang mengutamakan engagement daripada validitas informasi.

Fenomena "slacktivism" juga menjadi ironi. Dukungan simbolis seperti memberikan "like" atau membagikan konten sering kali tidak diiringi dengan aksi nyata, sehingga gerakan sosial yang seharusnya menghasilkan perubahan struktural sering kali berhenti di dunia maya.

Lantas, bagaimana kita mengoptimalkan media sosial untuk perubahan sosial yang positif? Kuncinya ada pada literasi digital. Masyarakat perlu dididik untuk lebih kritis terhadap informasi yang diterima. Selain itu, platform media sosial harus bertanggung jawab dengan menciptakan algoritma yang lebih transparan dan mendorong diskusi yang sehat.

Regulasi yang mendukung ruang digital inklusif juga menjadi kebutuhan mendesak. Namun, regulasi ini harus berhati-hati agar tidak mengancam kebebasan berekspresi. Pada akhirnya, media sosial adalah alat---dampaknya tergantung pada bagaimana kita menggunakannya. Dengan pemahaman yang tepat, platform ini bisa menjadi katalisator perubahan sosial yang konstruktif, alih-alih menjadi pemicu polarisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline