Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia menyatakan, evaluasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional ((JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan kegiatan tahunan. Artinya, evaluasi BPJS Kesehatan rutin dilakukan.
Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kemenkes, Akmal Taher mengatakan, evaluasi BPJS Kesehatan dilakukan karena programnya telah berjalan sejak awal 2014. Artinya, program kesehatan ini sudah berjalan selama setahun terakhir.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau bpjs kesehatan terus mengevaluasi pelaksanaan sistem rujukan online setelah memperpanjang waktu penerapan hingga 15 Oktober 2018. Evaluasi dilakukan lantaran masih adanya persoalan di lapangan, salah satunya data kapasitas layanan di masing-masing fasilitas layanan kesehatan.
Implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional perlu dievaluasi secara menyeluruh. Itu karena banyak keluhan dari masyarakat dan tenaga kesehatan terkait mutu layanan dan kejelasan regulasi program yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan itu. Presidium Dokter Indonesia Bersatu Yadi Permana mengatakan, biaya yang dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada rumah sakit, khususnya swasta, terlalu rendah untuk memenuhi tuntutan pelayanan secara optimal. Apalagi fasilitas yang tersedia belum memadai untuk melayani para pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Evaluasi kebijakan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah untuk menyempurnakan kebijakan di level undang-undang, peraturan pemerintah, atau pun regulasi di bawahnya, Mengingat tahun 2018 dan tahun 2019 adalah tahun politik, maka diproyeksikan hasil evaluasi kebijakan ini akan diberikan kepada Presiden terpilih dan anggota DPR baru hasil pemilihan umum 2019. Sementara itu hasil sementara akan disampaikan ke berbagai pihak.
Kebijakan program yang menjadi bahan evaluasi yaitu kebijakan tata kelola BPJS Kesehatan. Adanya pedoman umum tata kelola BPJS Kesehatan memberikan peluang adanya evaluasi bentuk lembaga BPJS Kesehatan dan keorganisasian BPJS Kesehatan.
Undang-Undang SJSN No. 40 tahun 2004 (Presiden Republik Indonesia, 2004) dan Undang -- Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS (Presiden Republik Indonesia, 2011) merupakan undang -- undang yang menjadi dasar pelaksanaan Jaminan Kesehatan. Undang --undang ini menjelaskan struktur hubungan antar lembaga di dalam pelaksanaan JKN.
Hubungan kelembagaan ini tidak banyak dijelaskan dalam undang -- undang SJSN dan BPJS dan tidak terdapatnya lembaga mana yang menjadi penanggungjawab (principal) BPJS (Trisnantoro, 2018). Demikian halnya dengan Undang -- Undang no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Presiden Republik Indonesia, 2014), dimana dalam hal kesehatan Pemerintah Daerah juga menjadi penanggungjawab pembangunan kesehatan di wilayahnya. Sehingga Pemerintah Daerah juga merupakan penanggungjawab terselenggaranya kesehatan di daerah.
Hubungan kelembagaan yang tidak jelas antara BPJS dan Pemerintah Daerah menjadi salah satu penyebab mengapa Pemerintah Daerah tidak banyak menerima laporan -- laporan terkait penyelenggaraan JKN di daerahnya. Laporan ini berguna sekali untuk melakukan perencanaan dan penganggaran terkait dengan pembangunan kesehatan di daerah.
Hubungan antar lembaga ini sebenarnya sudah diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 85 Th 2013 tentang Tata Cara Hubungan Antar lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 3 peraturan pemerintah ini menjelaskan didalam salah satu ayatnya terkait dengan sistem informasi. Hal ini jelas mengisyaratkan bahwa seharusnya BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, Kementerian Kesehatan, dan seluruh organisasi lain, khususnya dalam hal sistem informasi (Presiden Republik Indonesia, 2013) (Presiden Republik Indonesia, 2017).
Keluarnya Instruksi Presiden No. 8 tahun 2018 tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan kesehatan mengisyaratkan adanya keikutsertaan lembaga -- lembaga lain yang terlibat dalam pelaksanaan jaminan kesehatan (Presiden RI, 2018). Hal ini menandakan bahwa sebelum Inpres ini muncul ada indikasi bahwa pelaksanaan Jaminan Kesehatan hanya melibatkan lembaga tertentu.