Paulo Freire, dengan nama lengkap Paulo Regrus Neves Freire. Menjadi tokoh yang berjasa dalam mencetuskan teori-teori yang mendobrak dunia pendidikan. Paulo Fereire membuat pendidikan memiliki fungsi yang lebih revolusiner. Pendidikan memiliki tugas dalam menggerakkan individu dan Masyarakat menuju kesadaran kritis dan pembebasan.
Mengenal Paulo Freire, Freire lahir di Pernambuco, Brazil, pada 19 September 1921 di Recife di daratan Amerika Latin. Merupakan kota yang menjadi pusat kemiskinan dikawasan Brazilia bagian Laut Timur. Ibunya bernama Edeltrus Naves Freire, dan ayahnya Joaquim Tomis Tocas Freire. Freire dididik dengan sikap demokratis dan dialogis. Ia boleh mempertanyakan segala hal, dan kedua orang tuanya membuka ruang diskusi sebesar-besarnya. Waktu kecil Freire mengalami cukup banyak kesulitan hingga mengalami kelaparan yang pada akhirnya membuatnya dengan gigih memperjuangkan hak-hak orang kelaparan. Dan beranggapan tidak boleh ada orang yang merasakan kelaparan sebagaimana yang pernah ia rasakan. Freire lulus dari Universitas Recife dari Fakultas Hukum, yang kemudian mengambik disiplin ilmu lain, yaitu filsafat pendidikan. Hingga pada 1959 mendapatkan gelar doktor bidang sejarah dan filsafat.
Freire cukup menarik perhatian dengan gagasan pendidikan yang ia kemukakan, yaitu pendidikan pembebasan, hingga ada suatu buku yang ditulis oleh Freire dengan nama Pendidikan Kaum Tertindas, karena pendidikan digunakan sebagai alat pembebasan. Dari pengalaman Freire ketika mengalami kelaparan, dan melihat respon pemerintah yang hanya membisu, seakan membiarkan tanpa melakukan usaha apa-apa yang membuatnya mencetuskan pendidikan pembebasan. Pendidikan dianggap oleh Freire sebagai alat memerdekakan manusia, bukan sebagai alat untuk membodohi dan melakukan penindasan.
Kritik yang paling terlihat adalah kritik Freire mengenai pendidikan seperti gaya bank, pendidikan masih terus mengalami penindasan tanpa disadari, oleh sebab itu Freire membuat konsep pendidikan pembebasan. Realitas pendidikan yang terjadi menurut pengamatannya adalah pendidikan yang menindas, di mana pendidik dalam hal ini guru bertindak layaknya seorang penindas. Murid pun secara sadar menjadikan dirinya sebagai orang yang tertindas. Freire mengartikan pendidikan pembebasan adalah tidak menjadikan siswa sebagai bejana-bejana yang diam yang menunggu diisi oleh guru sebagimana yang ia maksudkan gaya bank. Hanya menyimpan dan menerima. Atau dengan kalimat lain, guru sebagai subjek yang bercerita sedangkan murid sebagai objek pendengar. Guru dianggap titik sentral yang mana segala perkataan dan perintah harus terus dilakukan tanpa ada penolakan. Pendidikan ini yang dikritik, yang lambat laun akan memusnahkan daya kritis dan daya kreatif seorang siswa.Cukup bisa dibayangkan, bahwa itu adalah bentuk penindasan.
"Pedagogy of the Oppressed"dalam teori-teorinya mengenai pendidikan pembebasan, siswa adalah "rekan", siswa memiliki hak "bersuara", memiliki hak "memimpin" dalam proses belajar, sehingga tercipta lingkungan belajar yang terus mengasah kemampuan kritis dan mengembangkan kesadaran kritis siswa. Siswa memiliki hak untuk ikut serta menentukan apa yang ingin diketahui dan ingin dipelajari. Mengerikan sekali jika kita terus menerus membiasakan dan menerapkan pendidikan gaya bank, gaya tradisional dan kontekstual hanya satu arah saja, antara guru ke siswa, bukankah sama saja dengan pendidikan akhirnya memendang manusia tidak lain adalah sebagai suatu benda yang mudah dipergunakan dan diatur sesuka hari???
Pembelajaran dua arah, guru belajar kepada siswa, siswa pun belajar kepada guru. Keduanya mengalami dialog-dialog yang menjadi syarat mutlak subjek pendidikan dalam memahami dan mengungkapkan realitas-realitas. Dengan berdialog, terjadilah transmisi pengetahuan yang lebih sempurna, karena telah mengalami proses pengolahan dan validasi dari satu pemikiran ke pemikiran lain.
Sejak zaman kuno, transmisi pengetahuan tidak dilakukan hanya satu arah. Meminjam dan mengingat bagaimana Socrates dengan metode Elenchus, dialogis yang mendorong lawan bicara berpikir kritis dan mempertanyakan asumsi mereka. Plato dengan konsep Dialogues, Gadamer dalam karyanya Truth and Method juga menekankan dialog sebagai proses menyamakan presepsi dan pemahaman bersama. Cukup jelas bahwa memang sepenting itu pendidikan yang dua arah, bukan hanya guru yang menjadi titik sentral sumber pengetahuan.