Lihat ke Halaman Asli

Evi Wiyanti

Mahasiswa

Benturan Teologi Islam dan Budaya dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat Jawa

Diperbarui: 20 Mei 2024   23:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tradisi menjadi hal yang ada karena bentukan masa lampau. Tradisi (Turath) menurut Hassan Hanafi adalah warisan yang berasal dari masa lampau, warisan itu sampai kepada kita hingga saat ini dan masih diberlakukan. Dengan sederhana, tradisi merupakan sesuatu hal yang ditransmisikan dari masa lalu ke masa kini. Tradisi merupakan sekumpulan norma yang memiliki kekuatan integritas dalam tatanan masyarakat, sehingga hal tersebut menyebabkan norma-norma itu mengakar dan ada hingga masa kini.

Tapi jika tradisi tidak diterima maka ia tidak akan ada kan??

Iya, tradisi yang saat ini masih dijalankan kemungkinan besar ada sebab karena penerimaan dan keterbukaan sosial. Karena jika tidak diterima dan ditinggalkan, maka tradisi itu tentu tidak akan lestari dan sampai kepada kita saat ini.

Tradisi yang ada saat ini berkemungkinan besar terbentuk karena spontanitas masyarakat. Tradisi bisa terbentuk karena adannya kekaguman, kecintaan kepada sesuatu sehingga memunculkan norma pelaksanaan ritual, upacara dll, kekaguman itu yang dianggap memperkokoh setiap tradisi untuk bisa mengakar dan sampai pada generasi saat ini. Kemudian adapula yang terbentuk karena paksaan dari pemimpin-pemimpin yang diktator. Hanya saja faktor kedua ini jarang bisa bertahan lama hingga saat ini.

Kemudian bagaimana kemudian tradisi saat itu yang bahkan berasal dari spontanitas atau tuntutan pemimpin diktator bertahan???

Tradisi tersebut bisa bertahan karena adanya anggapan bahwa tradisi yang dianutnya bersifat baik secara objektif dan subjektif, berarti, dan menguntungkan serta memberi arti bagi kehidupan. Tradisi digunakan sebagai ekspresi keagamaan, alat pengikat suatu kelompok dan benteng perlindungan suatu kelompok baik terhadap keburukan maupun kesialan.

Realitas pembentukan keluarga muslim di Indonesia mayoritas memadukan antara budaya tradisi masyarakat dengan teks-teks keagamaan.

Terlihat dari bagaimana ramalan mengenai kelahiran (weton), perhitungan hari kelahiran, perwatakan calon pengantin berdasarkan weton, dan tidak bolehnya pernikahan jika perhitungan weton pengantin mendapat angka-angka yang habis dibagi 5 dan 7, "Sedulur Mintelu" yang tidak boleh dinikahi sebab ikatan saudara, keseluruhan didominasi kepercayaan dan mitos-mitos. "Tradisi Petungan" yang merupakan proses perhitungan bulan dan hari pernikahan. Benar tidaknya perhitungan menentukan keselamatan pengantin kedepan dan pemberian sesajen pada makam sesepuh desa pada saat akan melakukan pernikahan.

Padahal pernikahan merupakan acara yang disandarkan pada agama, segala proses dan ritual yang dilakukan pun telah ditentukan oleh agama. Namun, penambahan rangkaian ritual lain yang terbentuk sebab akulturasi budaya Hindu Buddha Islam kedalam pernikahan kini dianggap sebagai komplementer dan pelengkap yang sifatnya harus dilakukan di beberapa kelompok masyarakat.

Hal tersebut terjadi karena adanya akulturasi antara keyakinan dari tetuah/nenek moyang dengan doktrin teologis islam. Hal tersebut memungkinkan adanya ambiguitas atau perasaan bingung dan tidak percaya serta menyebabkan adanya eksklusifitas dalam masyarakat yang mengklaim kebenaran sendiri dan menyalahkan kebenaran yang dianut orang lain.

Nilai tradisi lama tidak serta merta diterapkan sepenuhnya, terdapat masyarakat yang tentu saja tidak mempercayainya. Golongan yang tidak percaya ini membantah menggunakan bahasa dan tindakan. Mereka menolak dengan menggunakan teks-teks suci, kemudian tidak ingin ikut serta dalam tradisi. Dan beberapa diantaranya berupaya melanggar untuk membuktikan bahwa semua hanyalah mitos.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline