Achmad Soebardjo adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia dikenal sebagai diplomat yang memiliki peran penting dalam diplomasi di masa revolusi kemerdekaan. Salah satu kontribusi terbesar Soebardjo adalah keterlibatannya dalam Panitia Sembilan, sebuah kelompok penting yang berperan dalam merumuskan dasar negara Indonesia.
Latar Belakang dan Pendidikan
Achmad Soebardjo dilahirkan di Karawang, Jawa Barat, pada 23 Maret 1896. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Sejak kecil, Soebardjo sudah mengenal nilai-nilai kebangsaan dan pendidikan yang mendorongnya untuk berjuang demi kemerdekaan Indonesia.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Soebardjo melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Hukum di Belanda. Saat berada di Eropa, Soebardjo aktif terlibat dalam pergerakan nasionalis Indonesia. Ia menjadi anggota aktif Perhimpunan Indonesia, sebuah organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda yang memperjuangkan kemerdekaan melalui diplomasi internasional. Pengalaman Soebardjo di Eropa membentuk pandangan dan kemampuannya dalam diplomasi, dimana pandangan dan kemampuannya itu nantinya sangat dibutuhkan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Peran dalam Panitia Sembilan
Pada tahun 1945, saat Indonesia hampir menuju kemerdekaan, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk membahas dasar negara Indonesia. Dalam rapat BPUPKI, terjadi perdebatan sengit mengenai dasar negara untuk Indonesia, terutama mengenai peran agama dalam negara.
Untuk menyelesaikan perdebatan ini, BPUPKI membentuk Panitia Sembilan, yang terdiri dari sembilan tokoh bangsa, termasuk Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo. Panitia ini bertugas merumuskan keputusan yang bisa diterima oleh semua pihak. Achmad Soebardjo, dengan latar belakangnya sebagai diplomat, memiliki peran penting dalam menyalurkan berbagai kepentingan dan pandangan.
Dalam Panitia Sembilan, Achmad Soebardjo dikenal sebagai sosok yang tenang, bijak, dan mampu mencairkan suasana yang tegang (meredakan ketegangan). Ia membantu merumuskan Piagam Jakarta, yang menjadi landasan bagi pembentukan Pancasila sebagai dasar negara. Piagam Jakarta menggambarkan kompromi antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam, yang pada saat itu memiliki pandangan mengenai peran agama dalam pemerintahan. Diplomasi Soebardjo sangat membantu dalam mencapai kesepakatan ini, memastikan bahwa fondasi negara yang akan merdeka didasarkan pada semangat persatuan.
Peran dalam Proklamasi Kemerdekaan
Selain keterlibatannya dalam Panitia Sembilan, Achmad Soebardjo juga memiliki peran penting dalam persiapan proklamasi kemerdekaan. Pada 16 Agustus 1945, ketika Soekarno dan Hatta diculik oleh golongan muda ke Rengasdengklok, Achmad Soebardjo memainkan peran penting sebagai negosiator. Ia berhasil meyakinkan golongan muda untuk membawa Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta agar proklamasi bisa segera dilakukan.
Peran Soebardjo sebagai mediator tidak hanya berhenti di situ. Pada malam 16 Agustus, ia turut merumuskan teks proklamasi bersama Soekarno dan Hatta, yang kemudian dibacakan oleh Soekarno pada keesokan harinya, 17 Agustus 1945. Setelah proklamasi, Soebardjo diangkat menjadi Menteri Luar Negeri pertama Indonesia dalam kabinet pertama Republik Indonesia.