Lihat ke Halaman Asli

Evi Maulidah

Aku adalah interpretasi dari sebuah dedikasi.

Anak yang Sekolah, Ibu yang Stress

Diperbarui: 20 Agustus 2020   16:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai hari ini banyak sekali kita temukan postingan dan curhatan para ibu-ibu, terutama yang memiliki anak usia sekolah dasar dan jenjang dibawahnya, tentang permasalahan yang mereka alami selama pembelajaran dalam jaringan atau yang kita kenal dengan istilah daring.

Pasalnya, tidak semua ibu dapat telaten dalam menemani dan membantu anak belajar. Mereka harus beradaptasi dengan kebiasaan baru sebagai guru sekaligus ibu rumah tangga dengan segala kesibukannya. Hal ini yang kemudian mengundang banyak cuitan di berbagai media sosial tentang keluhan-keluhan study from home yang dirasakan oleh para orang tua.

Masalah yang paling banyak terjadi adalah tentang susahnya mendisiplinkan anak saat belajar. Pembelajaran daring memang menarik untuk beberapa menit saja, selanjutnya anak akan cepat bosan dan tidak fokus dengan pembelajaran yang dipandu oleh guru secara online. Belum lagi, jika orang tua diinstruksikan untuk membimbing anak dalam mengerjakan tugas sekolah. Tidak sedikit para orang tua yang kesusahan dalam memahami pelajaran yang diberikan, sehingga mereka tidak mampu membantu siswa mengerjakan tugasnya. Maka yang terjadi adalah pembelajaran menjadi tidak efektif.

Menjadi guru memang tidak mudah, butuh kesabaran ekstra dalam menghadapi perilaku anak, atau menunggu anak menyelesaikan tugasnya. Alih-alih membantunya belajar, orang tua yang ingin anaknya cepat menyelesaikan tugas, terkadang justru mengambil alih tugas mereka. Sehingga evaluasi pembelajaran tidak lagi dikerjakan oleh siswa melainkan oleh orang tuanya. Mereka tidak memahami bahwa nilai yang diperoleh siswa akan menjadi tolak ukur ketuntasan siswa dalam belajar.

Pembelajaran daring benar-benar dapat memicu stress orang tua, bahkan juga siswa itu sendiri. Anak diberondong tugas dan orang tua dituntut dapat mengawal anak dalam belajar serta menyelesaikan tugas. Kondisi ini kemudian rawan membuat orang tua menekan bahkan menyakiti anak secara fisik agar tidak tertinggal dalam pelajaran.

Masalah lain lagi dari drama belajar daring adalah saat orang tua tidak memahami teknologi. Padahal pembelajaran daring syarat dengan teknologi. Hal ini akan menjadi masalah yang sangat krusial dan banyak menyita waktu orang tua untuk bertanya sana-sini disamping mereka harus bekerja/ melakukan pekerjaan rumah. Parahnya, wilayah yang terdampak pandemi ini sudah merasuk ke berbagai wilayah pedesaan. Notabene, latar belakang ekonomi masyarakat masih rendah, banyak yang tidak mempunyai gawai, tidak mampu membeli kuota, atau justru keadaan wilayah yang tidak terdapat sinyal.

Permasalahan pembelajaran daring menjadi sangat kompleks. Pemerintah, khususnya kemendikbud banyak mengadakan webinar dengan tema adaptasi pembelajaran di era pandemi sebagai upaya meminimalisir permasalahan study from home. Hal tersebut seharusnya dapat menjadi alternatif dalam meringankan para orang tua menangani pembelajaran anak di rumah. Namun lagi-lagi yang menjadi permasalahan adalah tidak semua orang tua mampu menggunakan media teknologi seperti HP atau lebih-lebih laptop.

Untuk mengikuti instruksi pembelajaran di TV pun mereka juga kesusahan. Sehingga beberapa waktu lalu, muncul inisiatif dari pendidik untuk belajar secara kelompok dari rumah ke rumah. Guru mendatangi rumah siswa dan melaksanakan pembelajaran dalam kelompok kecil. Ternyata kegiatan ini juga tidak dapat berjalan lama, karena zona merah juga mulai menyebar ke seluruh wilayah-wilayah pedesaan.

Sebenarnya, permasalahan pembalajaran daring ini tidak hanya dialami oleh para orang tua. Guru pun memiliki permasalahan tersendiri dalam menerapkan kurikulum yang ada dengan situasi yang serba terbatas tersebut. Seperti misalnya kurangnya jam mata pelajaran untuk menuntaskan materi, kurangnya strategi pembelajaran inovatif melalui teknologi, keterbatasan teknis dalam menjangkau dan membagikan sumber belajar ataupun kendala dalam berkomunikasi dengan orang tua sebagai mitra fasilitator belajar anak di rumah.

Menghadapi musibah pandemi ini, adalah tugas bersama. Tidak ada yang diuntungkan atau paling dirugikan baik pemeritah, guru, murid ataupun orang tua. Seluruh lini masyarakat secara mayoritas adalah korban yang harus menjalani kebiasaan baru. Sehingga saran sederhana yang dapat penulis sampaikan adalah mari berdaptasi dengan situasi ini dengan kepala dingin, terus improve dalam memanajemen waktu dan strategi pembelajaran, luangkan waktu untuk menambah wawasan dan jangan lupa menghibur diri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline