Foto 01-Kecamatan Tambelan (84 pulau) diantara ribuan pulau di Laut Cina Selatan (Sumber: informasi-natuna.blogspot.com)
Sebelum reformasi, di Laut Cina Selatan ada 7 kecamatan, sehingga lebih dikenal dengan istilah “pulau tujuh”. Saat ini, sudah ada dua kabupaten, yaitu Natuna dan Anambas, enam kecamatan bergabung di salah satu kabupaten ini. Kabupaten Natuna paling pesat pemekarannya dengan jumlah kecamatan 12. Sedangkan Anambas memiliki 7 kecamatan.
Tambelan adalah kecamatan dengan 84 buah pulau, beda dengan “saudaranya,” terpisah sendirian dengan status tetap sebagai kecamatan. Dengan jarak tempuh dari ibukota Kabupaten, Tanjung Pinang di Pulau Bintan, Kepri sekitar 185 mile laut (300 km), menjadikannya sebagai pulau terluar dan terpencil di Kabupaten Bintan. Karena kondisi ini, kunjungan pejabat di tingkat provinsi maupun kabupaten menjadi kemewahan bagi masyarakat Pulau Tambelan.
Kisah Sedih Kecamatan Terluar
Memang sudah jauh berubah dibandingkan kondisi 10 tahun, 20 tahun yang lalu, tetapi perubahan itu hanya semata mata perubahan jumlah bangunan, semenisasi dan sudah ada PLN, serta tenaga dokter umum dan dokter gigi. Tetapi masih jauh dari kualitas bahkan jauh dari standar nasional.
Layaknya seperti cerita sinetron sedih, tanpa ending yang jelas. Kisah tentang Kecamatan Tambelan tak jauh dari rendahnya kualitas kesehatan, pendidikan, dan minimnya transportasi. Ada berita dari koran lokal, Tanjungpinan Pos (2011) dengan judul: “Bayi Lahir Leher Putus.” Ini mengindikasikan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan, Puskesmas. Menurut pengakuan masyarakat, tak usahkan dokter spesialis, dokter umumpun jarang berada di tempat, karena urusan administrasi dan birokrasi di Ibukota Kabupaten nan jauh di sana.
Foto 02-Rumah dinas dokter di Kecamatan Tambelan, Kepri. Tidak layak huni, cenderung menyeramkan (Sumber: Foto Pribadi Putra Tambelan)
Pendidikanpun begitu juga, dengan jumlah guru yang pas pasan, harus pula ada yang ke kabupaten untuk berbagai urusan administrasi: mulai dari soal kenaikan pangkat, rapel gaji, penataran sampai ke mengikuti ujian pendidikan ke jenjang S1 melalui Universitas Terbuka.
Kendala utama adalah transportasi. Di jadwal memang ada kapal perintis dua kali sebulan. Kenyataannya, bisa tak ada kapal berbulan bulan. Kondisi ini menyebabkan terganggunya birokrasi: sekolah dan urusan medis tak efektif karena guru guru dan tenaga medis tertahan di Kabupaten.
Bahkan jaringan menara telfon tak bisa diperbaiki karena onderdil yang diorder tak datang datang. PLN yang hanya hidup di malam hari, bisa mati berhari hari, karena kendala yang sama yaitu mesin rusak tak bisa diperbaiki karena tak ada onderdil yang dibawa kapal, kapal perintis tak kunjung tiba. Nelayan kehabisan BBM juga karena kapal pengangkut BBM rusak di Ibukota Kabupaten.