Lihat ke Halaman Asli

Evi Andriani

Penulis, Blogger, Pengurus di Rumah Produktif Indonesia (RPI), Pengurus di FLP Cabang Medan

Mengenal Kepribadian Diri

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao


Siapa sih yang nggak senang kalau kita bisa mengetahui seperti apa karakter kepribadian kita. Apalagi kalau yang nilai diri kita ini adalah orang lain yang merupakan teman kita sendiri--bisa dibilang persahabatannya cukup dekat, sering diskusi setiap hari dan memiliki latar belakang psikologi.

(Whatshap, 7/9/2013) Hari itu, saya dan beberapa teman di whatshap meminta kepada Bunda Nana, untuk diberitahu bagaimana kepribadian kita satu persatu jika berdasarkan ilmu psikologi. Dengan rasa penasaran, kita mendengarkan hasilnya. Ternyata karakter kepribadian saya adalah koleris-melankolis. Karakter seperti yang kita ketahui merupakan hasil dari cara kita berpikir dan berperilaku. Bermula dari pola pikir, kemudian dilakukan menjadi suatu tindakan dan terus-menerus menjadi kebiasaan.

Awalnya saya terkejut. Kok bisa sih koleris-melankolis? Saya pernah membeli buku Florence Littaurer tahun 2009 dan saya pernah tes kepribadian diri bahwa saya koleris-sanguinis.

“Evi aku nilai melankolis karena: serius dan tekun, mendalam dan penuh pikiran, perasa terhadap orang lain, suka berkorban, idealis, punya standar tinggi, ingin segalanya dilakukan dengan benar, menjaga kerapian, mengorbankan keinginan sendiri untuk yang lain, berorientasi jadwal, sadar perincian, gigih, tertib, teratur, ekonomis, perlu menyelesaikan masalah, hati-hati dalam berteman, setia dan berbakti, mau mendengarkan keluhan, bisa memecahkan masalah orang lain, suka terharu dan penuh kasih sayang, mencari teman hidup ideal,” kata Bunda Nana.

Setelah saya berpikir, merenung, dan berkaca pada diri sendiri, “Ah iya, saya sudah berubah dari sebelumnya sanguinis menjadi melankolis sejak saya memiliki autoimun.”

Subhanallah, sungguh Allah baik. Mendatangkan sakit dan membuat saya menjadi lebih baik. Saya menjadi hati-hati memilih teman. Jika ada teman yang berusaha menyakiti saya atau bahkan sudah berbuat tidak baik pada saya, maka saya lebih memilih untuk menjauhinya karena akan mengancam kesehatan saya; bila ada teman membutuhkan konsultasi tentang penyakit lupus atau ITP walaupun saya sudah tidur atau bahkan saya dalam keadaan lelah atau sibuk, saya tetap melayani mereka; bila ada yang kesusahan, saya akan membantu semampu saya; bila saya hendak mencari sebuah solusi atau memecahkan kasus, saya mencari data dan fakta dari berbagai sumber secara terinci. Selain itu, rasa peka saya terhadap seseorang atau berbagai hal menjadi lebih tinggi sehingga saya mampu merasakan sesuatu hal, membuat ide-ide baru, dan sensitif terhadap apapun yang datang ke diri saya sendiri.

Alhamdulillah, Allahu Akbar. Sungguh benar janji Allah. Segala yang datang dari Allah adalah nikmat. Apabila kita mampu bersyukur dan menerima hal itu dengan ikhlas maka apapun dari Allah datangnya adalah kebaikan.

innallaha thayyibul laa yakbalu illaa thayyiban, sesungguhnya Allah adalah baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik...

Senangnya mendapat pelajaran psikologi popular. Masih menunggu penjelasan koleris seorang Evi dari sisi psikologi. Ditunggu selalu ya Bunda Nana. Asyik belajar psikologi heheheh...

Ternyata saya sekarang seorang koleris-melankolis yang terbentuk dari perpaduan kepemimpinan, dorongan, dan tujuan dengan pikiran analitis, rinci dan berorientasi pada jadwal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline