Lihat ke Halaman Asli

Evi Untari

Ibu rumah tangga

Jingga yang Kelabu

Diperbarui: 14 Mei 2024   10:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar diolah pribadi diedit melalui Canva

Jingga tampak muram sejak kemunculannya di waktu senja ini. Ia sedang nyaman bersembunyi. Saat ini, ia enggan untuk menampakkan diri pada dunia. Kelopak matanya basah oleh sisa gerimis air mata yang tersapu semilir angin sore. Ada kerinduan berkecamuk mengusik sakit di relung hatinya yang teramat dalam dan sulit terobati.

Jingga menatap lekat-lekat pada langit kesorean yang meredup. Sebelum akhirnya sang surya benar-benar hilang menyentuh jiwa temaram, namun Jingga ingin tetap berdiam di tempatnya saja. Menikmati dirinya beradu dengan kesedihan dalam cahaya lembayung yang masih cantik memesona meski tak seirama dengan kesedihan di hatinya.


Rindu ini sungguh tak biasa. Ada saatnya menyeret luka yang belum sepenuhnya pulih. Ada kalanya memberikan rasa pilu yang menjalar hingga sesak berair mata. Jingga pasrah. Jika rindu ini akhirnya berlangsung lama bahkan jika harus selama-lamanya.


Jingga paham benar akan situasi yang membawanya pada malapetaka ini. Tuhan tidak akan pernah salah membuat takdir untuk kisah hidupnya. Bahkan ketika Tuhan menghadirkan sebuah pesona terindah yang membuat hatinya berlabuh, namun justru di saat yang bersamaan Tuhan pun memberikan ujian terberat baginya. Jingga tidak bisa berlama-lama singgah dalam keindahan itu. Keyakinan dan kodratlah yang melarangnya.


Pesona yang pernah dihadirkan Tuhan dalam episode hidupnya yang lalu, lebih dari sekedar indah dan membutakan. Pesona itu adalah Kazib. Sosok rupawan seperti fajar pertama yang menyejukkan. Kazib adalah kesempurnaan yang hampir dimiliki langit ketika bersuka cita menyambut sang mentari. Siapapun akan terkagum melihat kemegahannya. Kazib seperti sosok yang diciptakan Tuhan dengan sejuta malaikat yang tersenyum menyertainya.


Tapi semesta tak selalu harus memilih waktu yang sama untuk memancarkan keindahannya.
Saat itu, Jingga dan Kazib menaburkan kejora di langit yang sama namun waktu dan keadaan juga memberontak menentangnya.

Cinta yang mereka dambakan adalah kesalahan. Dan ketika semuanya sudah membelenggu Jingga dengan erat, justru Jingga menyadari kalau selama ini ia bukan jatuh pada ketulusan cinta. Jingga terjebak dalam kebodohan. Jingga terpuruk dan tak bisa kembali. Hatinya terlanjur terbenam pada pesona Kazib, dan itu adalah kesalahan terbesarnya.


Kadang, keyakinan dan keadaan membuat makhluk seperti kita seolah dipermainkan oleh takdir. Jingga dipermainkan oleh cinta, dibutakan oleh nafsu tapi takdir tidak merestuinya. Jingga sadar, cinta sudah menghukumnya dengan adil namun sekaligus menyakitkan.

Cinta yang ia kenal selama hidupnya, hanyalah sebuah malapetaka.


***
Februari 2020,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline