Momentum Idul Adha mengingatkan kita pada kisah bersejarah yang tidak hanya menginspirasi namun melekat kuat dalam benak kamu muslimin, yaitu Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail As. Kisah yang diabadikan dalam proses ibadah Haji dan Idul Qurban ini, memberikan keteladanan dari berbagai sudut pandang. Kali ini penulis akan menelisiknya dari sudut pandang pengembangan diri dalam mencapai kesuksesan melalui konsep Grit.
Grit pertama kali dikemukakan ke khalayak pada tahun 2016 oleh seorang psikolog dari University of Pennsylvania, Angela Duckworth. Duckworth memperhatikan bahwa faktor-faktor seperti IQ atau bakat alami tidak selalu menentukan keberhasilan seseorang. Ada sesuatu yang lebih dari hanya sekadar kecerdasan yang membedakan seseorang yang berhasil mencapai tujuan dengan yang tidak. Salah satu faktornya adalah Grit. Grit dipahami sebagai kombinasi dari passion dan ketekunan untuk meraih tujuan jangka panjang. Grit mencakup ketahanan terhadap hambatan, kemampuan untuk bangkit dari kegagalan, dan tetap fokus pada tujuan meskipun menghadapi kesulitan. Bolehlah kita artikan grit ini adalah ketabahan.
Kisah Nabi Ibrahim As. dan Ismail As. Seyogyanya menjadi inspirasi untuk menumbuhkan grit dalam diri kita. Mungkin di antara kita ada yang masih berdalih "itu kan nabi manusia pilihan, kita hanya manusia biasa, bagaimana mungkin kita bisa seperti mereka?" kalimat ini sering terdengar dan cukup mempengaruhi mindset kita, sehingga kadang beberapa dari kita enggan mengambil inspirasi dari kisah teladan Nabi. Beberapa dari kita lebih memilih mengambil pelajaran dari idola yang berasal dari kalangan selebritis atau pun tokoh-tokoh sukses lainnya. Tidak ada yang salah dengan itu, selama bisa menjadikan kita sosok yang lebih baik dan lebih taat kepada-Nya.
Alloh SWT. mengutus Nabi dan Rosul untuk mengajarkan sekaligus memberi teladan kepada manusia tentang prinsip-prinsip universal, moral dan etika, yang menjadikan manusia memiliki nilai Kejujuran, keadilan, kasih sayang, empati, dan sifat baik lainnya . Nilai-nilai ini akan tetap relevan sepanjang masa dan dapat diterapkan oleh siapa saja, terlepas dari status atau posisi kita. Melalui Kisah Nabi Ismail As kita belajar tentang ketabahan dengan ketekunan dan kesabaran yang luar biasa. Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip-prinsip ini dapat diterapkan oleh siapa saja yang menghadapi tantangan dan kesulitan.
Keluarga Nabi Ibrahim mengajarkan kita tentang bagaimana menumbuhkan grit pada diri kita. Setidaknya ada 3 hal yang bisa kita ambil pelajaran dari kisahnya, yaitu :
1. Tujuan yang jelas dan harapan yang tinggi
Ibrahim meskipun seorang ayah yang tidak selalu mendampingi sepanjang waktu tumbuh kembang Ismail dan Ishak, namun beliau menamakan Tauhidulloh yang kuat, mengajarkan kepada anak-anaknya ketundukan total kepada Alloh SWT. Tidak hanya sekedar teori tetapi dibuktikan dengan pengorbanan mutlak untuk Alloh SWT, hingga rela menunaikan perintah untuk menyembelih putra kesayangannya Ismail meski Alloh SWT ganti dengan seekor kambing. Kepasrahan dan keikhlasan ini lahir dari tujuan hidup yang jelas dan harapan yang sangat tinggi yaitu hidup semata-mata hanya untuk menggapai Ridho Alloh SWT. Pada momentum idul qurban ini selayaknya kita menata diri, bertanya lebih mendalam, sebenarnya apa tujuan dan harapan besar kita dalam hidup ini. sehingga ini akan menjadi motivasi kuat untuk terus berkomitmen dengan tetap berada di jalan dan arah yang benar.
2. Tugas-tugas yang Menantang
Tantangan demi tantangan dihadapi Nabi Ibrahim As. Mulai dari tantangan ditangguhkannya memiliki momongan dalam waktu yang sangat lama, setelah memilikinya Alloh SWT. memberi tantangan lagi dengan memerintahkan Ibrahim meninggalkan istrinya dan Ismail di gurun pasir yang panas dan gersang. Tantangan demi tantangan yang Alloh SWT. berikan agar Ismail tumbuh menjadi anak yang kuat, tabah menghadapi segala cobaan. Alhasil dari lisan Ismail terucap "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS Ash-Shaffat: 102). Lalu bagaiamana sikap kita manakala tantangan demi tantangan menghampiri kita? kadang masih ada prasangka buruk terhadap-Nya. Seakan segunung ibadah yang sudah kita lakukan tidak dipedulikan oleh-Nya, hingga menganggap Alloh tidak adil ketika yang disodorkan bukan harapan tetapi malah tantangan.
3. Lingkungan yang Mendukung
Keluarga menjadi pendukung utama bertumbuhnya grit dalam diri kita. Nabi Ibrahim berani melangkahkan kaki meninggalkan istri dan anaknya di padang pasir tak bertuan, karena dikuatkan Siti Hajar yang berkata : "Apakah Allah memerintahkan hal ini kepada mu? Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami." Umpan balik yang saling menguatkan dari orang-orang terdekat kita menjadi faktor besar penyumbang tingginya skor grit pada seseorang. Lingkungan yang merangsang kemandirian dan ketekunan akan menjadi lahan subur tempat berkembangnya ketabahan atau grit seseorang. Bila hari ini kita menemukan generasi anak-anak kita yang lembek, bisa jadi itu bersebab dari lingkungan yang tidak rela mereka menderita karena tantangan. Maka dengan segala daya upaya, kita menciptakan lingkungan yang membuat mereka nyaman tanpa tantangan.