Lihat ke Halaman Asli

Jalan Panjang Perjuangan Kemerdekaan Papua di Pasifik Selatan

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

140913864687474577

[caption id="attachment_355684" align="aligncenter" width="582" caption="Perang Kepentingan *ilustrasi (Sumber : http://acqnotes.com)"][/caption]

Sudah beberapa kali saya menulis artikel mengenai rencana pertemuan beberapa organisasi dari faksi politik OPM, yaitu Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) dan WPNCL (West Papua National Coalition For Liberation) di Vanuatu bulan Oktober mendatang. Beberapa teman saya banyak yang mengkritik tulisan-tulisan tersebut, mereka menganggap tidak berimbang karena terlalu membesarkan peran organisasi tertentu dan mengecilkan dua organisasi lainnya. Akhirnya saya membaca kembali beberapa artikel yang pernah saya buat tersebut untuk self evaluation, setelah membaca dengan seksama saya putuskan untuk mencoba menulis kembali mengenai rencana rekonsiliasi ketiga organisasi tersebut di Vanuatu dengan lebih berimbang.

Here we go….

Sekedar review permasalahan ini, pemerintahan Vanuatu melalui Pastur Alain Nafuki, anggota Dewan Gereja Vanuatu, akan memfasilitasi 3 faksi OPM yaitu WNPCL, NRFPB dan KNPB untuk melaksanakan rekonsiliasi di Vanuatu. Rekonsiliasi ini adalah buah dari tidak diterimanya aplikasi WPNCL untuk masuk dalam forum MSG (Melanesia Sphered Group) yang disebabkan salah satunya karena WPNCL, yang saat itu menjadi organisasi yang memperjuangkan masuknya Papua dalam keanggotaan MSG, dianggap tidak mewakili rakyat Papua secara keseluruhan. Masuknya WPNCL dalam MSG sendiri penting dalam upaya internasionalisasi permasalahan Papua.

Pada perkembangannya, undangan pemerintah Vanuatu ini malah menimbulkan polemik tersendiri diantara tokoh-tokoh politik Papua. Pertanyaan-pertanyaan seperti kenapa hanya 3 organisasi saja yang diundang, bagaimana dengan kelompok-kelompok dari faksi militer OPM yang sama sekali tidak dianggap, atau seperti apa organisasi baru yang akan dibuat sehingga dapat “dianggap” sebagai organisasi representative dari suara rakyat Papua dan berbagai pertanyaan lainnya pun muncul. Sehingga akibat polemik-polemik tersebut, pertemuan yang awalnya diadakan pada akhir Agustus diundur hingga Oktober.

Memang, OPM terbagi dari belasan kelompok yang berasal dari faksi politik ataupun faksi militer. Masing-masing kelompok punya pemimpin, corak dan cara perjuangan yang berbeda. Dalam tulisan ini saya mencoba mengulas, secara berimbang tentunya, mengenai perbedaan dari ketiga organisasi yang diundang oleh pemerintah Vanuatu yaitu KNPB, WPNCL dan NRFPB dalam memandang pertemuan di Vanuatu, sebagai berikut :

Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB)

Pembentukan organisasi berawal dari Kongres Rakyat Papua III yang diadakan 19 Oktober 2011 di Lapangan Sakeus, Jayapura. Forkorus Yaboisembut diangkat menjadi Presiden NRFPB melalui system perwalian bukan dengan sistem one man one vote. Terkait pertemuan di Vanuatu, NRFPB menginginkan Papua memajukan aplikasi dalam MSG dalam bentuk negara bukan organisasi. Alasannya adalah dengan menggunakan nama negara, dalam hal ini NRFPB sebagai negara bukan organisasi, maka diplomasi untuk kemerdekaan Papua lebih efektif karena diplomasi dilakukan antara negara dengan negara, bukan negara dengan organisasi. Oleh sebab itu, NRFPB menganggap usaha beberapa petinggi OPM di luar negeri yang giat mencari dukungan organisasi-organisasi masyarakat luar negeri tidak akan menghasilkan apa-apa.

NRFPB sebagai negara sendiri banyak dipertanyakan oleh tokoh-tokoh OPM lainnya, salah satunya karena tidak adanya pengakuan kedaulatan oleh negara lain mengenai keberadaan NRFPB. Terkait hal ini NRFPB berpendirian bahwa pengakuan negara lain bukanlah merupakan syarat mutlak berdirinaya negara, karena bukan merupakan unsur pembentuk negara melainkan hanyalah bersifat menerangkan saja adanya negara baru. Contohnya adalah AS mendeklarasikan kemerdekaannya tahun 1776 dan baru mendapat pengakuan kemerdekaan 7 tahun kemudian. Oleh sebab itu, NRFPB sebagai bentuk negara adalah sah.

NRFPB menawarkan jalan lain menuju kemerdekaan Papua selain jalan Referendum yang saat ini banyak didengungkan. Referendum yang menggunakan sistem one man one vote dianggap dapat menimbulkan bentrokan antar rakyat Papua yang mendukung integrasi dengan yang mendukung melepaskan diri. Selain itu, referendum dianggap terlalu mahal dan dapat menghabiskan dana yang begitu besar. Oleh sebab itu, jalan pintasnya adalah opsi pengakuan dari negara lain dan PBB serta mengusahakan campur tangan Dewan Keamanan PBB untuk melepaskan diri dari Indonesia.

West Papua National Coalition For Liberation (WPNCL)

WPNCL, tidak bisa dipungkiri merupakan organisasi yang paling berjasa terkait pertemuan rekonsiliasi di Vanuatu. Kedekatan Andy Ayemiseba dengan para petinggi Vanuatu, berperan penting dalam posisi Vanuatu menjadi sponsor utama OPM dalam hal ini WPNCL. Dalam pertemuan di Vanuatu, WPNCL cenderung menolak untuk memajukan aplikasi ke MSG dalam bentuk negara seperti yang diajukan NRFPB. Hal itu disebabkan karena MSG meminta yang diajukan adalah organisasi “representative”, bukan negara. Selain itu, pengajuan aplikasi dalam bentuk negara, secara implisit berpeluang menjadikan NRFPB sebagai pemimpin dalam aplikasi yang akan diajukan.

Terkait bentuk NRFPB sebagai negara pun tidak diakui oleh WPNCL, karena konsep pemilihan Forkurus Yaboisembut sebagai presiden NRFPB bukan menggunakan konsep one man one vote. Selain itu, demokrasi mayoritas di dunia menggunakan sistem one man one vote, bila Papua tidak menggunakan sistem ini, maka WPNCL mengkhawatirkan posisi tawar OPM di dunia internasional melemah. Memang ada pemimpin dunia yang diangkat dengan “self proclaimed” seperti halnya Forkorus, sebut saja Banimarama dari Fiji, salah satu negara anggota MSG, yang mengangkat dirinya sendiri tanpa melalui proses one man one vote. Tetapi hal itu tidak bisa disamakan dengan kasus Forkorus dengan NRFPB-nya, Banimarama sudah mempersiapkan aparatur pemerintah sebelum mengangkat dirinya, sedangkan Forkorus sama sekali tidak melakukan hal itu. Oleh sebab itu, WPNCL tidak mendukung NRFPB sebagai negara.

Pengangkatan Forkorus yang tidak one man one vote juga dianggap kontra produktif terhadap perjuangan OPM di dunia internasional yang menggunakan isu Perpera yang tidak menggunakan one man one vote. Mana mungkin pemimpin OPM menggugat sistem Perpera yang tidak sah karena tidak one man one vote tapi dia sendiri diangkat tidak dengan sistem one man one vote?

Komite Nasional Papua Barat (KNPB)

Berbeda dengan WPNCL dan NRFPB, yang banyak berkutat dalam politik diplomasi, KNPB merupakan organisasi yang banyak berkutat pada aksi masa. Posisi KNPB yang merupakan organisasi dengan kemampuan menghimpun massa yang banyak ini menjadikan KNPB sebagai alat yang efektif untuk mengkampanyekan hasil-hasil kegiatan faksi-faksi OPM di luar negeri. Setiap ada faksi OPM di luar negeri yang melaksanakan kegiatan, KNPB selalu mengkampanyekannya di dalam negeri, tidak hanya WPNCL saja tapi juga IPWP (International Parliamentarians Of West Papua) dan ILWP (International Lawyer Of West Papua) yang dipimpin oleh Benny Wenda. Bahkan, Victor Yeimo, Ketua KNPB juga mendukung Freedom Flotilla yang diprakarsai oleh petinggi WPNA (West Papua National Authority), Jacob Rumbiak.

Dalam pertemuan di Vanuatu nanti, KNPB juga akan menaungi PNWP (Parlemen Nasional West Papua) yang diketuai oleh mantan ketua KNPB, Buchtar Tabuni dan FWPC (Free West Papua Champaign) yang dimotori Benny Wenda. PNWP sendiri mengklaim bahwa telah berhasil mendirikan lembaga legislative untuk Papua berdasarkan kepada Konfresnsi West Papua April 2012. Didalam Parlemen Nasional West Papua ada terdapat 7 kelompok atau semirip Fraksi. Fraksi-fraksi itu adalah Fraksi Tabi, Fraksi Saireri, Fraksi Doberai, Fraksi Domberai, Fraksi Mepago, Fraksi Lapago, Fraksi Ha-Anim. Pembentukan ini berdasarkan kepada Nieuw - Guinea Raad (Dewan Perwakilan Rakyat Niew Guinea) bentukan Belanda tahun 1959, yang dianggap masih berlaku sampai sekarang. NRFPB sendiri menolak kehadiran PNWP ini karena dianggap bukan produk asli Papua tapi produk asli Belanda.

Papua, One People One Soul

Slogan perjuangan OPM yang paling utama adalah One People One Soul. Seperti halnya sebuah slogan lainnya, slogan ini juga lebih mudah dikatakan tetapi begitu sulit untuk dilaksanakan. Pertemuan di Vanuatu Oktober mendatang memang tidak akan mengundang semua kelompok dari faksi-faksi OPM, tetapi perbedaan begitu terasa bila dilihat pandangan ketiga organisasi dalam perjuangan masing-masing. Setiap organisasi memiliki kepentingan yang harus diperjuangkan dalam pertemuan tersebut.

Dan yang lebih penting adalah, bila menilik lebih lanjut kepada permintaan forum MSG agar bisa dihadirkan organisasi yang merupakan organisasi “representative” dari rakyat Papua, maka semestinya diadakan jejak pendapat atau paling tidak survey kepada rakyat Papua, organisasi mana yang merupakan representative kami. Tanpa ada jejak pendapat atau survey dari rakyat Papua, darimana bisa hadir kata “representative”?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline