Lihat ke Halaman Asli

Pertemuan Jokowi dengan PM Papua Nugini dan Implikasinya Terhadap Permasalahan Papua

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1413955288981914621

[caption id="attachment_368324" align="aligncenter" width="643" caption="Pertemuan Jokowi dan PM Papua Nugini, Peter O"][/caption]

Luar biasa, ketika saya membaca berita bahwa tamu pertama Jokowi ketika menjabat Presiden Indonesia adalah PM Papua Nugini, Peter O’Neill. Jokowi menyebutkan bahwa pertemuan yang dilaksanakan kemarin (21/10) tersebut membicarakan tentang peluang investasi Indonesia di Papua Nugini terutama di sektor pertambangan, perbankan dan industry kayu. Menarik bila melihat Jokowi memilih untuk bertemu dengan PM Papua Nugini sebagai tamu pertamanya, padahal ada deretan tamu dari negara-negara lain yang lebih “mentereng” dibandingkan Papua Nugini. Saya melihat bahwa hal ini adalah bukti concern Jokowi terhadap permasalahan di provinsi paling timur Indonesia, Papua dan pembuktian tersebut langsung ditunjukan pada hari pertama ia menjabat sebagai Presiden. Penguatan hubungan bilateral Indonesia-Papua Nugini ini akan berimplikasi besar terhadap permasalahan Papua.

Papua Nugini dan Kelompok dari Faksi Politik OPM

Bicara mengenai permasalahan Papua, kita harus berbicara tentang negara-negara di kawasan Pasifik Selatan yang tergabung dalam MSG (Melanesia Sphered Group). Selain Papua Nugini, beberapa negara lain yang mayoritas penduduknya merupakan ras Melanesia tergabung dalam Grup ini. Salah satu kelompok dari faksi politik OPM, yaitu WPNCL (West Papua National Coalition For Liberation) menginginkan bergabung dalam grup ini atas landasan kesamaan ras, yaitu ras Melanesia. Masuknya WPNCL dalam MSG dianggap penting bagi faksi politik OPM karena MSG merupakan lembaga yang diakui oleh PBB, sehingga diplomasi internasional untuk usaha melepaskan Papua dari Indonesia dianggap akan lebih mudah. Aplikasi WPNCL untuk masuk dalam MSG sendiri sudah pernah ditolak oleh anggota negara MSG seperti Papua Nugini, Fiji, Kepulauan Solomon dan Australia. Sedangkan Vanuatu, yang merupakan satu-satunya negara yang mendukung OPM, mendukung masuknya WPNCL dalam MSG.

Indonesia harus menjaga pendirian negara-negara MSG untuk tetap mengakui kedaulatan Indonesia di Papua. Oleh sebab itu, untuk menjaga Papua, hubungan bilateral dengan negara-negara tersebut harus terus dibina dengan baik. Hal tersebut mulai dilakukan dalam pemerintahan SBY, Presiden ke-6 Indonesia itu mengunjungi salah satu negara kawasan Pasifik Selatan, Fiji, untuk pertama kalinya setelah Indonesia merdeka. SBY juga mengundang menteri luar negeri Vanuatu, Sato Kilman dalam pertemuan Bali Democracy Forum (BDF) awal Oktober lalu. Ini juga pertama kalinya Vanuatu diundang dalam forum BDF setelah forum ini sudah dilaksanakan 7 kali. Sato Kilman begitu terkesan dengan pertemuan ini hingga berencana membuka kantor Kedutaan Besar Vanuatu di Indonesia. Dan sekarang, Jokowi melanjutkan kebijakan SBY membina hubungan baik dengan negara-negara Pasifik Selatan, dengan menyambut PM Papua Nugini sebagai tamu pertamanya.

Papua Nugini dan Kelompok dari Faksi Militer OPM (Kelompok Kriminal Bersenjata)

Bukan hanya penting dalam kedudukannya sebagai salah satu anggota MSG, posisi Papua Nugini sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Papua juga sangat penting. Beberapa kelompok dari faksi militer OPM (Kelompok Kriminal Bersenjata) pernah beraksi di wilayah sekitar perbatasan dengan Papua Nugini, sebut saja kelompok pimpinan Mathias Wenda, kelompok pimpinan Labertus Pekikir dan kelompok pimpinan Danny Kogoya.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada semacam persaingan eksistensi diantara kelompok satu dengan kelompok lain dari faksi militer OPM (Kelompok Kriminal Bersenjata). Hal ini dijelaskan oleh Pastor John Jongga, pemuka agama di daerah perbatasan dengan Papua Nugini, Wutung. Dalam peristiwa baku tembak yang terjadi di perbatasan Papua dan Papua Nugini tanggal 5 April 2014 oleh kelompok Mathias Wenda tersebut ia mengatakan bahwa motif Mathias Wenda melakukan penyerangan tersebut adalah adanya kabar bahwa kelompok Lambert Pekikir diikutkan dalam upaya Deklarasi Keerom Damai.

Dalam banyak kasus aksi penyerangan oleh kelompok-kelompok faksi militer OPM (Kelompok Kriminal Bersenjata) di daerah perbatasan, kelompok OPM banyak yang kemudian melarikan diri ke hutan dan kemudian masuk dalam wilayah Papua Nugini dan bersembunyi di sana. Pada pemerintahan SBY, sudah ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Papua Nugini yang ditandatangani pada 17 Juni 2014. Hubungan baik dengan Papua Nugini harus terus dibina agar perjanjian ekstradisi ini bisa terus berjalan. Pertemuan Jokowi dengan Peter O’Neill yang merupakan PM Papua Nugini bisa menjaga tetap berlakunya perjanjian tersebut sehingga pelaku-pelaku kriminal yang lari ke Papua Nugini ke depannya bisa diadili di Indonesia.

Penutup

Aktivitas OPM, baik dari kelompok faksi politik OPM atau kelompok dari faksi militer OPM (Kelompok Kriminal Bersenjata) merupakan salah satu dari sekian banyak sumber permasalahan terhambatnya pembangunan di Papua. Saya menilai diterimanya PM Papua Nugini sebagai tamu pertama Jokowi merupakan langkah awal Jokowi yang baik untuk menyelesaikan permasalahan Papua, yang merupakan janji Jokowi kepada rakyat Indonesia di Papua. Jokowi memulai langkah awal penyelesaian permasalahan Papua dengan baik dan elegan, tetapi jalan yang panjang menuju Papua yang damai dan sejahtera masih panjang. Saya, sebagai rakyat Indonesia asli Papua masih menunggu langkah-langkah Jokowi selanjutnya.

http://news.liputan6.com/read/2032889/pelaku-penembakan-di-perbatasan-png-diduga-matias-wenda-cs

Lampiran perjanjian ekstradisi Indonesia-Papua Nugini bisa dilihat di : treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/download/4141

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline