[caption id="attachment_373933" align="aligncenter" width="624" caption="Jokowi di Papua ketika masa kampanye. (SUmber : Kompas.com/Wisnu Widiantoro)"][/caption]
“Kerja, kerja, kerja” begitu kata Jokowi dalam pidato awalnya menjadi Presiden RI. Perkataan tersebut kemudian dibuktikan dengan cepat bergeraknya Jokowi dan menteri-menterinya dalam usaha mereka mengenal permasalahan Indonesia di bidang dan kementrian yang dipimpinnya masing-masing. Dalam beberapa hari terakhir, media pemberitaan sibuk memberitakan mengenai program-program para menteri ini dan aksi blusukan mereka. Sebagai rakyat biasa saya hanya berdoa bahwa para menteri ini tetap “rajin” sampai 5 tahun ke depan, bukan hanya beberapa bulan saja.
Ketika kampanye, Jokowi selalu mengatakan bahwa permasalahan Papua akan menjadi prioritas Jokowi. Oleh sebab itu, kabinetnya pun banyak mencurahkan perhatiannya terhadap permasalahan Papua. Beberapa menteri mengeluarkan statemennya mengenai program kementriannya terkait Papua. Menarik untuk mengamati statemen tersebut, karena merupakan penggambaran sejauh mana pengertian sang menteri terhadap Papua, yang Jokowi anggap sebagai salah satu prioritas dalam masa kepemerintahannya.
Evaluasi Dana Otonomi Khusus (Otsus)
Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri kabinet Jokowi dalam rapat kerja bersama DPD RI (5/11) mengatakan bahwa adanya wacana untuk mengevaluasi penggunaan dana Otsus Papua. Wacana itu hadir berdasarkan masukan dari sejumlah pihak. Politisi PDIP ini mengatakan bahwa wacana tersebut masih dalam tahap telaahan, dan masukan tersebut masih ada pro dan kontra. Terkait dengan hal tersebut, Lukas Enembe mengatakan bahwa sangat keliru jika pemerintah menilai dana otsus untuk Papua terbilang besar, apalagi bila dilihat tingkat kemahalan di Papua yang luar biasa. Gubernur Papua ini juga mengatakan bahwa Pemerintah Pusat jangan gegabah mengevaluasi Otsus Papua.
Adanya wacana untuk mengevaluasi dana Otsus Papua seperti yang diutarakan Tjahjo Kumolo sebenarnya wajar. Di akhir masa pemerintahan SBY lalu, pemerintah provinsi Papua mengajukan revisi UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang kemudian akan diganti menjadi UU Otsus Plus. Dalam UU ini, akan meluaskan wewenang pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat (selengkapnya baca tulisan saya di sini). Dengan dana otsus sekitar 30-an trilyun rupiah, seperti yang dikatakan Lukas, pemerintah provinsi Papua belum optimal melaksanakan Otsus sampai menyentuh masyarakat akar rumput di Papua, ketika pemerintah provinsi Papua menginginkan kewenangan yang lebih besar, otomatis evaluasi dari otsus yang sudah berjalan 13 tahun ini harus dilakukan. Agar kesalahan-kesalahan yang terjadi selama 13 tahun itu tidak terjadi kembali.
Pemerintah provinsi Papua maupun Papua Barat tidak perlu takut atau alergi dengan kata-kata “evaluasi Otsus Papua”. Jangan selalu menganggap bahwa evaluasi terhadap otsus Papua berarti pemerintah pusat tidak percaya terhadap pemerintahan daerah di Papua. Bila anggapan seperti itu terus dipelihara, maka Otsus Papua tidak akan pernah menjadi lebih baik. Berapa pun banyaknya dana yang akan dialirkan ke Papua atau berapa pun besarnya wewenang yang diberikan kepada pemerintahan daerah di Papua. Kesinambungan antara pemerintah daerah di Papua dengan pemerintah pusat harus terus dibina, agar Otsus Papua ini dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Papua. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan tanpa tendesi politis, murni untuk kesejahteraan rakyat Papua dan keberhasilan Otsus Papua.
Pro dan Kontra Transmigrasi di Papua
Marwan Jafar, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi kabinet Jokowi mengatakan bahwa ia ingin menggejot laju transmigrasi. Untuk mewujudkan hal itu, ia ingin agar lahan-lahan di daerah bisa digunakan semaksimal mungkin. Ia juga mengatakan bahwa salah satu daerah yang akan dikembangkan sebagai tujuan transmigrasi adalah tanah Papua (30/10). Terkait hal itu, Lukas Enembe menolak program transmigrasi yang direncanakan Marwan Jafar, karena orang asli Papua akan berpotensi tersisih dan menjadi minoritas di tanahnya sendiri. Hal tersebut akan menimbulkan kecemburuan sosial yang akan memicu terjadinya konflik antara masyarakat asli Papua dan masyarakat pendatang (2/11).
Program transmigrasi memang merupakan program yang baik untuk meratakan kepadatan penduduk dengan memaksimalkan lahan-lahan yang tidak terpakai di daerah dengan kepadatan penduduk rendah seperti di Papua. Tetapi menurut saya, bila pemerintah pusat ingin menjalankan program transmigrasi di Papua, perlu perhatian yang lebih dalam, terutama untuk status tanah karena orang Papua begitu terikat dengan suku dan tanahnya serta faktor penerimaan warga asli terhadap keberadaan warga pendatang. Permasalahan mengenai transmigrasi di Papua sebenarnya sudah terjadi di Distrik Nimbokran dan Distrik Naumblong Kabupaten Jayapura. Kasus yang sudah terjadi selama 30 tahun tersebut melibatkan warga asli Papua dengan warga transmigran, warga asli masih meminta ganti rugi tanah yang diberikan oleh pemerintah kepada warga transmigran. Akhirnya, kesejahteraan para transmigran terkatung-katung dan potensi konflik berbau SARA di daerah tersebutpun meninggi.
Selama ini selalu diberitakan mengenai keberhasilan para transmigran yang sukses di daerah barunya. Menurut saya, keberhasilan program transmigrasi tidak hanya itu. Keberhasilan yang utama dari program transmigrasi adalah terjadi kehidupan yang harmonis antara warga setempat dengan warga transmigran, sehingga daerah tempat mereka tinggal tidak hanya maju secara ekonomi tetapi ada suasana harmonis antara warganya. Oleh karena itu, pemerintah harus mendata tanah-tanah adat di daerah setempat dengan berkoordinasi dengan petinggi suku setempat, sehingga sengketa lahan tidak terjadi di kemudian hari. Lalu dibutuhkan sosialisasi, tidak hanya kepada calon transmigran agar mau pindah ke daerah lain, tetapi kepada warga asli agar dapat menerima para transmigran untuk hidup berdampingan.
Jadi, bila pemerintah akan melaksanakan program transmigrasi di Papua, maka perlu perhatian yang dalam. Tidak hanya untuk kesejahteraan para transmigran, tetapi juga untuk kesejahteraan warga asli Papua. Sehingga program Transmigrasi ini juga dapat dirasakan manfaatnya oleh orang Papua.
Penutup
Saya tidak pernah meragukan komitmen Jokowi untuk membangun Papua, saya juga tidak meragukan komitmen pemerintah pusat di periode sebelumnya untuk membangun Papua. Tetapi, komitmen tidaklah cukup untuk membangun Papua, butuh program yang tepat sasaran agar program tersebut dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia di Papua. Oleh sebab itu, pemerintah, baik pusat maupun pemerintah daerah harus benar-benar mengkaji program-program yang akan dilaksanakan, tidak hanya cepat, tetapi juga tepat sasaran dalam meluncurkan program. Semoga, Papua menjadi lebih baik ke depannya.
[caption id="attachment_373939" align="aligncenter" width="252" caption="I Love Papua (Sumber : http://welovepapua.com)"]
[/caption]
http://tabloidjubi.com/2014/11/02/gubernur-papua-tolak-program-transmigrasi/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H