Lihat ke Halaman Asli

PM Papua Nugini Gunakan Isu Papua Untuk Amankan Posisinya

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14235480061057356305

[caption id="attachment_395997" align="aligncenter" width="620" caption="Menteri Luar Negeri Papua Nugini, Rimbink Pato (Sumber : http://www.radionz.co.nz/)"][/caption]

Sering ada pertanyaan tentang pergerakan aktivis luar negeri OPM (Organisasi Papua Merdeka), kenapa beberapa politisi lokal di luar negeri mendukung OPM? Apa yang membuat para politisi ini begitu berani untuk mendukung organisasi yang merongrong kedaulatan sebuah negara yang berdaulat? Pernyataan Peter O’Neill, PM Papua Nugini mengenai konflik di Papua baru-baru ini, dapat menjelaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Sebelumnya, posisi Papua Nugini dalam permasalahan Papua adalah Papua Nugini menganggap bahwa permasalahan di Papua adalah permasalahan dalam negeri Indonesia dan Papua Nugini menghormati Indonesia sebagai negara yang berdaulat sehingga Papua Nugini tidak mencampuri urusan “rumah tangga” Indonesia dalam penyelesaian permasalahan di Papua. Hubungan Indonesia-Papua Nugini pada masa pemerintahan Jokowi pun terbilang baik, Peter O’Neill, PM Papua Nugini, adalah tamu kenegaraan pertama Jokowi, ketika ia menjabat menjadi Presiden Indonesia ke 7. Posisi Papua Nugini yang menghormati kedaulatan Indonesia terhadap permasalahan Papua ini kemudian dipertanyakan ketika Peter O’Neill, pada tanggal 5 Februari 2015 lalu ia mengatakan bahwa Papua Nugini harus menjadi pemimpin dalam diskusi permasalahan Papua di tingkat regional Pasifik Selatan, Peter O’Neill juga menuduh pemerintah Indonesia menekan penduduk Papua.

Dalam pernyataan ini, berarti posisi Papua Nugini berubah, tidak lagi menghormati kedaulatan Indonesia dengan tidak mencampuri urusan “rumah tangga” Indonesia dalam permasalahan Papua. Pernyataan Peter O’Neill ini keluar setelah sehari sebelumnya aktivis OPM luar negeri yang tergabung dalam United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dengan dukungan dari PM Vanuatu Joe Natuman mengajukan aplikasi pengajuan Papua menjadi anggota MSG (Melanesian Sphered Group).

Hal yang unik adalah beberapa hari kemudian, kemarin (9/2) Rimbink Pato, Menteri Luar Negeri Papua Nugini mengeluarkan pernyataan terkait pernyataan kontroversial Peter O’Neill. Ia mengatakan bahwa Pemerintah Papua Nugini tetap mendukung Papua sebagai bagian dari Indonesia. Ia juga mengklaim bahwa pernyataan Peter O’Neill mengenai permasalahan Papua telah disalahartikan oleh media. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa pengajuan Papua sebagai anggota MSG oleh ULMWP harus melalui persetujuan dari Indonesia.

Pernyataan Peter O’Neill sebagai PM Papua Nugini sangat berlawanan dengan pernyataan dari Rimbink Pato, Menteri Luar Negeri Papua Nugini. Pernyataan Peter O’Neill, bila dilihat dari isi pernyataan dan waktu dikeluarkan pernyataan yang berdekatan dengan pengajuan aplikasi Papua untuk masuk MSG oleh aktifis OPM, maka terlihat dukungan Peter O’Neill terhadap aktivis OPM ini. Sedangkan pernyataan Rimbink Pato sebagai Menteri Luar Negeri Papua Nugini terkesan menghormati kedaulatan Indonesia dalam permasalahan Papua. Kenapa Pemerintah Papua Nugini terkesan plin-plan dalam permasalahan Papua?

Papua, Isu yang Cantik di Pasifik Selatan

Permasalahan konflik di Papua selalu menjadi isu yang “cantik” di negara-negara kawasan Pasifik Selatan. Beberapa politisi lokal negara-negara pasifik selatan menggunakan isu Papua untuk mengamankan posisinya yang terancam. Isu Papua digunakan untuk menarik simpati rakyat di negaranya.

Hal ini dapat dilihat dari peta perpolitikan di Vanuatu. Sekitar Juli 2014 lalu, kabinet pimpinan PM Joe Natuman ketika itu dalam posisi terjepit karena berpotensi digulingkan dalam mosi tak percaya hanya 2 bulan setelah berkuasa. Moana Carcases Kalosil, selaku pimpinan oposisi mengklaim bahwa ia sudah mendapat dukungan 29 suara dari 52 anggota parlemen Vanuatu. Usaha tersebut gagal, karena Moana yang sebelumnya mengklaim sudah mendapat 29 suara ternyata hanya mendapat 21 suara. Hal yang menarik adalah gagalnya usaha penurunan Joe Natuman dari PM Vanuatu hanya beberapa hari setelah pemerintah Vanuatu bersedia menjadi tuan rumah symposium aktivis OPM yang diselenggarakan pada Desember 2014.

Posisi Peter O’Neill sebagai PM Papua Nugini secara politis saat ini juga sedang terpojok. Minggu lalu, tanggal 4 Februari 2015, atau sehari sebelum Peter O’Neill mengeluarkan pernyataan kontroversinya tentang Papua, masa 30 bulan perpanjangan waktu yang diberikan parlemen Papua Nugini terhadap kabinet pimpinan PM Peter O’Neill untuk tidak digulingkan dalam votting mosi tidak percaya telah habis. Sam Basil, pimpinan oposisi mengatakan bahwa PM Peter O’Neill harus dilungsurkan karena kasus korupsi dengan mosi tidak percaya.

Saya melihat pernyataan kontroversi PM Peter O’Neill mengenai Papua adalah tindakan O’Neill untuk mencoba menarik simpati rakyat Papua Nugini, sehingga kabinetnya tidak digulingkan. Pernyataan O’Neill untuk mengamankan posisi politisnya tersebut tidak menyelamatkan posisi O’Nell dari posisinya yang terpojok. Sampai 8 Februari 2015 hanya People’s Progress Party yang menyatakan solid mendukung O’Neill. Isu Papua yang dikeluarkan Peter O’Neill rupanya tidak berpengaruh banyak terhadap posisi politis Peter O’Neill. Oleh sebab itu Rimbink Pato, Menteri luar Negeri Papua Nugini mengeluarkan pernyataan kedua yang berusaha meredakan potensi memanasnya hubungan Indonesia-Papua Nugini akibat pernyataan kontroversi Peter O’Neill.

Seperti inilah dukungan politisi luar negeri terhadap pemisahan Papua dari Indonesia. Mereka mempunyai kepentingan-kepentingan sendiri yang ditumpangkan dalam dukungannya terhadap aktivis OPM. Saya selalu bertanya dalam hati, apakah para aktivis OPM di luar sana tidak menyadari hal tersebut atau menyadari tapi pura-pura tidak tahu atau malah ada negoisasi-negoisasi tertentu antara aktivis OPM dengan para politisi lokal luar negeri tersebut untuk mengakomidir kepentingan kedua pihak. Entahlah….

Sumber :

PNG clarifies position on West Papua

PNG opposition says Government 'must go'

Grace period over, PNG Government leadership can be challenged




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline