Lihat ke Halaman Asli

Simfoni Hati yang Tak Mau Mati

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Musik adalah suara hati.. Dengan musik kau dapat mengerti sedikit rasa yang dialami.. Dengan musik, kau dapat meredam emosi.. Dan aku, tanpa musik, seperti mati.. Jadi, dengarkanlah simfoni ini.. Simfoni hati yang tak mau mati..

**********

“Kamu!! Sudah berapa kali ayah katakan!! Hentikan semua kegilaanmu dengan musik itu!!”

“Nggak bisa, Yah.. Rony udah janji untuk tampil di acara perpisahan sekolah nanti..”

“Tapi kamu harus-”

“Ya.. Rony tahu.. Tapi Rony ingin melakukan apa yang Rony suka..” potongku.

“Kamu juga bisa tampil lagi nanti setelah melakukannya, Ron..”

“Tapi rasanya takkan sama, Yah.. Rony mau melakukan itu dengan sempurna.. Rony ingin melakukan pertunjukan ini sebelum mesin itu tartanam di sini, Yah.. Tolong jangan halangi Rony..”

“Nggak akan.. Ayah nggak ngijinin kamu untuk ambil bagian dalam acara itu..” ucap ayah. Dengan langkah besar penuh marah dia meninggalkan aku.

Aku masih terduduk di sini, di teras depan rumah. Meredam emosiku setelah perdebatan dengan ayah tadi. Ku ambil iPod-ku dan memutar lagu kesukaanku. Lagu milik Queen yang berjudul Don’t Stop Me Now. Setidaknya kini aku tak larut lagi kesal. Lagu itu sungguh membuatku bersemangat.

Kini aku harus segera merampungkan susunan nada yang akan ku bawakan di hari perpisahan nanti. Dengan lincah tanganku menorehkan barisan nada-nada di atas patitur. Nada-nada yang sarat dengan keceriaan dan suka cita karena berhasil melewati Ujian Nasional yang sungguh menguras hati.

Setelah merasa cukup, aku menyimpan patitur itu dalam tas-ku. Agar besok dapat ku bawa ke sekolah dan dapat ku mainkan dengan piano di ruang musik.

**********

Siswa kelas XII sebenarnya sudah libur sejak minggu kemarin. Tapi dia tetap melangkahkan kakinya ke sekolah. Hanya satu tujuannya. Ruang musik. Dia harus mendengarkan nada-nada yang dibuatnya tadi malam. Memeriksa apakah simfoni yang dibuatnya mempunyai cita rasa yang diinginkannya.

“Halo, musisi.. Mau ke ruang musik lagi?” tanya pak Tarno, penjaga SMA Pandu Bangsa.

“Iya nih, pak.. Bisa minta tolong bukain nggak?”

“Bisa-bisa aja dong..” dengan sigap di keluarkannya rencengan kunci dari saku bajunya yang lusuh. Dan membukakan ruang musik.

“Makasih ya, pak..”

“Iya.. sama-sama, mas..”

Dia segera merangsek masuk ke dalam dan pergi menuju grand piano yang ada di pojok ruangan. Dia mengeluarkan berlembar-lembar patitur, hasil kerja kerasnya selama setahun ini. Di tekannya balok-balok hitam putih yang ada di hadapannya dengan penuh kasih. Seakan meresapi tiap nada yang di hasilkannya. Diawali dengan nada-nada yang pelan dan sendu. Di sambung dengan nada-nada cepat yang menghentak kegembiraan.

Dia menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Seakan dari tiap gerakan kepalanya juga menghasilkan nada yang menambah keceriaan. Lalu lagunya berhenti di tengah jalan. Rasa sakit yang telah lama bersemayam dalam tubuhnya datang lagi. Dia menekuk tubuhnya, berusaha mengusir rasa sakit itu.

Rintihan halus keluar dari mulutnya. Di raihnya bungkusan obat yang ada di dalam tasnya. Mengambil sebutir obat yang akan menghilangkan rasa sakit itu. Tanpa air di tenggaknya obat itu.Dia rebah di atas panggung sebentar. Mengumpulkan tenaganya yang hampir terkuras habis oleh rasa sakit itu.

‘Semoga masih sempet buat tampil nanti.. Habis itu, gue pasti langsung ngelakuin apa yang di inginkan ayah..’ batinnya.

**********

“Keadaan kamu sudah kurang memungkinkan untuk melakukan banyak kegiatan, Ron.. Sudah saatnya kamu melaksanakan operasi itu..” kata Dokter Hani.

“Termasuk tampil di acara perpisahaan nanti?” Dokter Hani mengangguk.

“Dokter tahu kan apa impian saya selama ini? Saya ingin menciptakan sebuah lagu dan membawakannya sendiri.. Sekarang, kesempatan itu sudah ada di depan mata.. Kalau saya melakukan operasi itu sekarang, saya akan terdampar di sini saat acara itu di laksanakan..”

“Tapi-

“Tolonglah, Dok.. Tolong undur waktunya sampai saya selesai tampil.. Saya janji dan yakin kalau setelah tampil, saya masih bisa kembali ke sini..” pintanya memelas.

“Hhhhh… Baiklah.. Tapi kamu harus janji untuk melakukannya ya..” Rony mengangguk menyanggupi. Dokter Hani tersenyum melihat pasien kesayangannya itu. Pasien yang keras kepala tapi selalu optimis. Pasien yang mampu menciptakan nada-nada magis dari dentingan pianonya.

**********

Don’t stop me now I’m having such a good time

I’m having a ball don’t stop me now

If you wanna have a good time just give me a call

Don’t stop me now

Don’t stop me now

I don’t want to stop at all

(Don’t Stop Me Now – Queen)

Aku pergi ke sekolah malam ini dengan tergesa. Ayah benar-benar melakukan ancamannya. Patitur-ku di bakarnya bersama sampah-sampah lain di kebun samping rumah. Tega! Padahal aku sudah mengatakan padanya kalau aku akan melakukan apa yang dia mau nanti, setelah penampilanku malam ini.

Aku berlari sampai ke gang depan rumahku. Mencari taksi yang akan kutumpangi untuk sampai ke sekolahku. Tak mungkin juga aku berlari sampai ke sekolah. Bisa-bisa sebelum sampai sana, aku sudah terkapar di tengah jalan. Sekarang saja, dadaku sudah terasa sakit.

Dengan gelisah aku menunggu taksi. Kenapa tak ada taksi yang datang? Padahal sebentar lagi aku sudah harus ada di atas panggung. Memainkan simfoni buatanku.

”Kenapa masih disini? Ayo bareng gue aja ke sekolah..” kata Ayu dari dalam mobilnya. Tanpa membuang waktu aku langsung masuk ke dalam mobilnya.

“Rony!! Kembali ke sini!” teriak ayah dari jauh.

“Ron, bokap lu-

“Jalan aja.. Buruan..” kataku cepat. Ayu menekan pedal gas dalam-dalam. Membuat mobil yang kami tumpangi melenting kencang sebelum melaju cepat.

Tak ada percakapan yang berarti di dalam mobil. Ayu berkonsentrasi menyetir. Sedangkan aku berusaha mengingat nada-nada yang kemarin aku ciptakan. Menyusunnya dari serpihan ingatanku yang berai setelah berlari. Keringat tetap mengalir dari tubuhku meski AC mobil bertiup kencang.

‘Jangan drop sekarang..’ batinku memohon.

“Udah sampe nih.. Lu yakin nggak apa-apa? Lu keliatan nggak cukup sehat buat tampil malam ini..” tanyanya khawatir.

“Nggak apa-apa kok.. Ini Cuma gara-gara capek aja abis lari tadi..” kelitku. Setelah mengucapkan terimakasih, aku langsung berlalu ke dalam. Karena waktuku untuk tampil sudah tiba.

“Mari kita sambut, pemusik handal SMA Pandu Bangsa.. Rony Barata yang akan membawakan simfoni ciptaannya sendiri.. I Won’t Stop..” kata pembawa acara.

Aku melangkahkan kakiku menaiki anak tangga panggung. Masih sedikit terengah. Rasa sakit ini masih terasa sedikit. Kuhirup napas dalam-dalam.

“Musik adalah suara hati.. Dengan musik kau dapat mengerti sedikit rasa yang dialami.. Dengan musik, kau dapat meredam emosi.. Dan aku, tanpa musik, seperti mati.. Jadi, dengarkanlah simfoni ini.. Simfoni hati yang tak mau mati..” ucapku sebelum memainkannya. Suasana langsung hening seketika. Ku pejamkan mataku. Meresapi tiap nada yang mengalun. Membiarkannya membuai semua indraku.

Rasa sakit di dadaku semakin menjadi-jadi. Tanganku mulai gemetar karena harus menahannya. Tapi the show must go on! Aku tak boleh kalah oleh rasa sakit ini. Aku pasti bisa memainkan simfoni buatanku hingga akhir! Aku yang menciptakannya, aku juga harus bisa memainkannya sampai rampung!

Pandanganku mulai memburam. Rasa sakit ini sukses melibas semua tenaga yang ku miliki.

“Tinggal sedikit lagi.. Ayo Rony.. Kamu pasti bisa!!” batinku.

Aku masih bisa mendengar suara riuh tepuk tangan penonton saat aku berhasil memainkan simfoniku hingga seelsai. Aku bangkit terhuyung dan membungkukkan tubuhku. Lalu aku tak mampu mendengar apa-apa lagi. Tak mampu melihat apa-apa lagi. Hanya sunyi dan hitam yang menemani.

**********

Tanah pemakaman itu masih basah. Gundukan yang ada di sana baru saja di buat. Puluhan pelayat datang menyesakki tiap jengkal tanah di sekitar gundukan itu. Turut mengantarkan seseorang yang kini telah di pendam di dalam bumi.

Rony Barata.

Meninggal di atas panggung saat mewujudkan impiannya memainkan simfoni buatannya di hadapan orang banyak. Membiarkan jantungnya berhenti berdetak saat impiannya baru saja terlaksana. Meninggalkan janji yang tak sempai di lakukannya. Melakukan operasi penggantian jantungya dengan jantung elektrik demi memperpanjang umurnya.

Tak sedikit orang yang merasa kehilangan. Semuanya tak menyangka, teman mereka harus pergi secepat ini. Kini mereka mengerti perkatannya sebelum memainkan simfoni buatannya. ‘Simfoni hati yang tak mau mati’.

Rony bisa tenang sekarang. Tak akan ada yang bisa melupakan simfoninya. Simfoni hatinya takkan pernah mati. Simfoni itu akan selalu mengalun di kedalaman jiwa orang-orang yang pernah mendengarnya. Di kedalaman hati orang-orang yang mengenal sosok seorang Rony Barata, seseorang yang tak pernah membiarkan seorangpun menghalanginya menikmati sesuatu yang di sukainya. Tak membiarkan seorangpun menghentikannya untuk mencapai impiannya termasuk tubuhnya sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline