Di zaman yang modern ini, menyampaikan pendapat bukanlah lagi suatu hal yang sulit, karena sudah ada banyak platform-platform yang dapat digunakan untuk menyampaikan pendapat dan salah satu contohnya adalah media sosial. Namun, dengan kenyamanan dan kemudahannya untuk menyampaikan pendapat, banyak orang yang telah menyalahgunakan media sosial sebagai sarana untuk menyampaikan ujaran kebencian.
Banyak orang yang menyampaikan ujaran kebencian hanya untuk sekedar mencari sensasi, menyampaikan hoax agar blog nya sering dikunjungi, atau mencari pengikut, atau hanya sekedar untuk "bersenang-senang". Namun mereka tidak pernah berpikir bahwa ujaran yang mereka sampaikan tersebut dapat menyakiti hati seseorang, menciptakan keributan dan permasalahan atau bahkan diri mereka sendiri yang akan mendapat masalah.
Sudah banyak kasus- kasus dimana para pengujar kebencian atau para penyebar hoax akhirnya mendapat ganjaran atas perbuatan mereka yang berupa tahanan di penjara atau pembayaran denda. Polri bahkan telah membentuk unit untuk menumpas kejahatan di dunia maya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Ropi Yatsman (36) merupakan salah satu pelaku yang ditangani di awal terbentuknya Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Di akun Facebook bernama Agus Hermawan dan Yasmen Ropi, ia mengunggah konten penghinaan terhadap pemerintah dan Presiden Jokowi. Selain Jokowi, Ropi mengedit foto sejumlah pejabat, termasuk mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia juga merupakan admin dari akun grup publik Facebook Keranda Jokowi-Ahok. Atas perbuatannya, Ropi telah divonis 15 bulan penjara.
Sama halnya juga dengan MCA (Muslim Cyber Army) yaitu adalah suatu kelompok yang saat ini sedang marak karena menyebarkan hoax, ujaran kebencian atau hate speech dan menyebarkan konten-konten berbau SARA. Anggota-anggota admin yang sudah tertangkap saat ini terjerat Pasal 45A Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau Pasal juncto Pasal 4 huruf b Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau pasal 33 UU ITE .
Jadi, untuk apa kita melakukan hal yang akan merugikan diri sendiri? Untuk apa menyebarkan ujaran kebencian dan menambah masalah sendiri? Lebih baik media sosial digunakan untuk suatu hal yang lebih bermanfaat daripada hanya untuk menyebarkan hoax dan kebencian.
Untuk apa mencari sensasi dan ketenaran yang hanya berlangsung sebentar dan menderita setelahnya? Lebih baik kita menggunakan sosial media untuk hal-hal yang positif dan meraih kepopuleran secara positif yang berlangsung lama, daripada hanya mendapatkan kepopuleran negatif yang berujung penyesalan. Jadi sudah seharusnya kita berpikir sebelum bertindak agar kita tidak menyesal dan menggunakan media sosial secara bijak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H