Novel Yasa merupakan novel teenlit yang menceritakan tentang seorang laki-laki bernama Yasa yang sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama dikejar-kejar oleh Daza, si cewek berambut sebahu dengan lesung pipi di wajahnya.
Pertemuan pertama mereka di bus ternyata sukses membuat Daza jatuh cinta pada Yasa. Namun sayangnya, Yasa yang saat itu menjadi kakak kelas Daza tidak memiliki perasaan yang sama dengannya. Terlebih karena sifat manja, konyol, dan agresif Daza semakin membuat Yasa bergidik ngeri tiap kali bertemu dengan perempuan itu.
Segala cara Daza lakukan untuk mendapat perhatian Yasa dan tentunya hal tersebut membuat masa-masa SMP Yasa menjadi tidak tenang. Yasa dapat merasakan ketenangannya ketika akhirnya ia lulus dan melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas. Akan tetapi, ketenangan tersebut harus berakhir ketika Yasa mendapatkan Daza bersekolah di tempat yang sama dengannya lagi. Iya, Yasa satu SMA dengan Daza!
Siang itu, Yasa diminta rekan satu ekstrakulikuler jurnalistiknya untuk menjaga booth ekskul mereka. Oleh karena itu, dengan berat hati Yasa melakukannya walaupun seharusnya bukan giliran Yasa untuk menjaga booth tersebut.
Di siang itu pula Yasa baru mengetahui bahwa Daza ternyata masuk ke sekolah yang sama dengannya dan parahnya lagi Daza mendaftar ekskul jurnalistik juga serta memilih divisi yang sama dengannya, yaitu camera person. Hal tersebut tentu suatu bencana besar menurut Yasa, namun bagi Daza hal tersebut justru sebaliknya. Daza merasa keberuntungan sedang berpihak padanya.
Pertemuan mereka di booth ekskul jurnalistik tersebut membawa Daza kembali mendekati Yasa dengan segala tingkah brutalnya. Yasa benar-benar muak dibuatnya dan berusaha dengan mati-matian untuk menghindari Daza. Walau Yasa sudah mencoba menghindar dan bersikap cuek, Daza tetap melakukan segala tingkah brutalnya untuk mendapatkan perhatian Yasa. Yasa sudah mencoba sabar, namun pada suatu situasi Yasa sudah tidak dapat menahan emosinya lagi.
Yasa mencari waktu yang tepat untuk menegur Daza dan keputusannya jatuh pada saat sesi wawancara anggota baru ekskul jurnalistik. Yasa sengaja meminta temannya agar dia yang mewawancarai Daza.
Awalnya, Daza merasa senang mengetahui bahwa Yasa yang akan mewawancarainya. Akan tetapi, ketika wawancara mulai, Daza sangat terkejut saat Yasa mulai menyerangnya secara pribadi. Yasa memang sering menolaknya, tapi ucapan Yasa pada saat wawancara saat itu benar-benar menyayat hati Daza. Bahkan dalam situasi tersebut Daza tidak tau mau merespon apa selain merampas kertas data dirinya dari Yasa dan pergi meninggalkan Yasa yang merasa perbuatan yang ia lakukan sudah benar.
Sejak kejadian itu, Daza yang sakit hati pun memutuskan untuk berhenti mengejar laki-laki penikmat fotografi tersebut dan memutuskan untuk move on. Dari kejadian itu pula, Daza benar-benar tidak pernah mengganggu Yasa lagi. Bahkan saat mereka berpapasan dan tidak sengaja bertatapan, Daza adalah orang pertama yang membuang mukanya. Awalnya Yasa merasa bahwa tindakannya tersebut benar dan membuahkan hasil yang sesuai dengan apa yang ia inginkan. Masa-masa di mana Daza tidak mengganggu dirinya lagi adalah masa-masa yang menenangkan.
Namun, lagi dan lagi ketenangan tersebut harus Yasa telan kembali ketika ia mengetahui suatu fakta tentang Daza. Fakta yang mampu membuat Yasa merasa apa yang sudah ia lakukan kepada Daza adalah suatu perbuatan yang fatal. Yasa mencoba menyanggah fakta tersebut, namun apa boleh buat. Semakin ia menyanggah semakin kuat bukti-bukti yang mengarahkan bahwa fakta tersebut adalah benar. Novel karya Ega Dyp ini akan menceritakan bagaimana Yasa menebus segala kesalahannya kepada Daza yang sudah terlanjur sakit hati dengannya.
Tentu sudah sangat sulit membalikkan kembali hati Daza yang terlanjur beku oleh karena perbuatannya sendiri. Kesulitan Yasa bertambah berkali-kali lipat ketika ia juga dihadapi masalah-masalah lainnya. Lantas, cara apa yang Yasa lakukan untuk mencairkan hati Daza yang terlanjur beku oleh karena dirinya? Apakah laki-laki tersebut masih mendapatkan kesempatan dari Daza walaupun rasa sukanya terlanjur disalahartikan?