PETIS DI PESISIR UTARA JAWA
Oleh : Eveline Y. Bayu
Makanan khas Jawa Timur seperti rujak cingur, kupang lontong, lontong balap, lontong mie, tahu tek, tahu telor, rujak manis/ rujak tolet, semanggi Suroboyo, tahu campur Lamongan, rujak soto Banyuwangi dan krengsengan daging memiliki kesamaan yaitu diberi bumbu petis. Masyarakat Jawa Timur, terutama Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Madura sangat menyukai petis. Tidak mengherankan kalau petis menjadi bumbu utama dalam masakan mereka. Bahkan makan tahu goreng, kerupuk bawang, ote-ote diberi (dicocol) petis. Sambal petis juga menjadi pendamping bagi makanan seperti bakmoy dan bandeng asap. Bakmoy di daerah lain menggunakan sambal lombok, tetapi di Surabaya menggunakan sambal petis.
Data mengenai asal usul petis memang belum jelas, tetapi ada yang menyebutkan petis pertama kali dibuat pada abad ke 7. Kala itu di kawasan pesisir utara pulau Jawa para nelayan kelebihan hasil tangkapan udang dan ikan. Secara tidak sengaja mereka mengolahnya menjadi petis. Cara pengolahan petis diperoleh dari pedagang Arab dan Cina.
Menurut Babad Cirebon disebutkan bahwa petis sudah ada sejak jaman Pangeran Walangsungsang (atau dikenal dengan nama Pangeran Cakrabuana) dari kerajaan Pajajaran, pada abad ke 14 M. Kala itu rakyat mempersembahkan upeti kepada raja berupa gelondongan udang rebon (udang kecil) yang direbus. Air sisa merebus udang rebon diolah oleh penduduk menjadi petis. Itulah sebabnya Cirebon terkenal dengan petis udangnya.
Dari buku karangan Raffles yang berjudul The History of Java volume 1 pada tahun 1817 dijelaskan mengenai petis. Petis berasal dari kuah udang yang diolah hingga mengental. Ada juga petis yang terbuat dari daging kerbau.
The putrescent fluid remaining after the expression strongly impregnated with the odour of the shrimps, is evaporated to the consistence of a jelly, and affords a favourite sauce called pétis.
Masyarakat Madura lebih banyak menggunakan petis ikan. Petis ikan memiliki rasa sedikit lebih asin dan harga yang lebih mahal jika dibandingkan dengan petis udang. Di Madura, kaum pria pergi berlayar menangkap ikan dan ibu-ibu memanfaatkan hasil tangkapan dengan mengolahnya menjadi terasi dan petis. Di Sumenep, soto disajikan dengan petis. Soto berkuah bening, lalu diberi kuah campor (kuah santan dengan bumbu lombok) saus kacang dan petis. Petis ikan tidak hanya dihasilkan di Madura saja, tetapi juga di Banyuwangi, Lamongan dan Tuban.