Lihat ke Halaman Asli

Evelyn Sutedjo

ibu rumah tangga

Merawat Kerukunan di Era Media Sosial

Diperbarui: 22 Agustus 2016   22:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Era Media Sosial sekarang ini memang  ‘Dunia ada di tangan kita’.

Lihatlah hampir setiap orang yang kita temui mempunyai telepon genggam (handphone).

Dan sering kita jumpai di rumah makan orang selfie dulu sebelum menyantap makanannya. Mereka memfoto makanan tersebut dan mengirimkan atau ‘share’ ke teman di group mereka. Sehingga siapapun dan dimanapun orang di group itu berada akan menerima kiriman foto tersebut.

Ya, gambar maupun tulisan sekarang ini bisa langsung dilihat dan dibaca, tidak lagi terbatasi oleh jarak.

Siapapun bisa menikmati dan memanfaatkan Media Sosial yang sudah ada.

Tinggal pilih, ingin tergabung dalam Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, Yahoo, Gmail atau lainnya. Bahkan seorang bisa saja tergabung dalam semuanya, hanya dengan ‘daftar’ atau ‘sign in’ saja.

Dunia ini setiap harinya penuh dengan berita. Berita baik maupun berita buruk. Dan hanya berbekal telepon genggam dan jaringan internet didalamnya, satu berita dalam hitungan detik sudah bisa dilihat siapapun juga di seluruh dunia. Istilahnya berita tersebut telah tersebar di Dunia Maya. Bahkan TV sering kali ketinggalan dalam pemberian informasi yang sama.

Di Era Media Sosial ini, Indonesia yang kaya dengan ragam agama, ragam suku, ragam budaya, juga diperhadapkan pada banyaknya berita baik dan berita buruk yang ada didalamnya.

Bila toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai berpedaan di-kedepan-kan, maka berita baik yang akan terbaca. Karena kesatuan keberagaman adalah suatu suguhan yang indah untuk seluruh umat manusia.  Tiap insan yang senang berselancar di Dunia Maya secara tidak langsung berperan aktif dalam terbentuknya ‘Kerukunan’ atau ‘Perpecahan’ antar Umat Beragama. Berita Baik atau Berita Buruk, Hal Positif atau Hal Negatif yang disampaikan. Mereka bisa menjadi  alat pemersatu ataupun pemecah dengan apa yang di  ‘unggah’ ke berbagai Media Sosial yang tersedia itu.

Alangkah baiknya kalau kita memperhatikan dan mengingatnya lagi yang berikut sekalipun kita telah mengetahuinya.

  • Satu hal yang tidak dapat manusia pilih adalah dia dilahirkan di Negara mana, Suku apa, jadi Anak siapa.  Tiap bayi yang lahir adalah laksana selembar kertas kosong. Lingkungan sekitarnya dan dengan siapa dia sehari-harinya yang akan membentuk dia. Hanya karena kehendak yang Maha Kuasa kita sekarang ini ada di mana, jadi tidak ada yang perlu dibanggakan atau disesali karena semuanya itu baik menurut-Nya. Karena semua manusia sama dimata-Nya.
  • Tentang beragama juga tentunya secara tidak langsung diajarkan dari kecil oleh orang tua anak tersebut. Kalau orang tuanya Muslim tentulah ajaran Muslim yang diberikan ke anaknya. Kalau orang tuanya Kristen tentulah ajaran Kristen juga yang diajarkan. Demikian juga dengan agama yang lain pastilah anak akan bersama orang tuanya dalam menjalankan ibadahnya. Jadi tidak ada yang perlu dipersoalkan, karena dalam beribadah yang paling penting adalah niat dari hatinya.

Media Sosial sebenarnya sudah mewartakan ‘Bhineka Tunggal Ika’  tanpa disadarinya. Lihatlah pada tanggal 17 Agustus 2016 lalu, tatkala Tontowi dan Liliyana mempersembahkan medali emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Seluruh dunia menyaksikan bagaimana mereka begitu memenangkan pertandingan menyatakan syukur pada Tuhan. Cara mereka berbeda tetapi tujuannya sama. Bersyukur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline