Akhir- akhir ini kita sering mendapatkan berita tentang klitih yang terjadi di Yogyakarta. Sebetulnya istilah klitih mulai ramai pemberitan pada tahun 2016. Tercatat ada 43 kasus kekerasan yang melibatkan pelajar di Yogyakarta. (Kompas.com)
Tagar #YogyaTidakAman #Klitih hingga #SriSultanYogyaDarurat Klithih juga sempat ramai diperbincangkan warganet di Twitter, Selasa (28/12/2021). (Tirto.id)
Yang paling terbaru tentu aksi klitih pada Minggu (3/4/2022) dini hari. Kali ini, klitih memakan korban jiwa seorang pelajar sekolah menengah atas (SMA). Pelajar Daffa Adziin Albasith (18) yang jadi korban tewas klitih di Gedongkuning, Yogyakarta dan ternyata anak anggota DPRD Kebumen Madkhan Anis. Korban menjadi korban klitih saat keluar untuk sahur.(Kompas.com)
Apa sih klitih itu?
Menurut Wikipedia, klitih merupakan salah satu fenomena sosial yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan daerah sekitarnya. Fenomena ini terjadi pada umumnya terhadap anak muda usia 14-19 tahun yang merupakan pelajar Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.
Dalam bahasa Jawa, klitih adalah suatu aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran. Namun, dalam dunia kekerasan remaja di Yogyakarta, pemaknaan klitih kemudian berkembang sebagai aksi kekerasan atau kejahatan jalanan dengan senjata tajam atau tindak-tanduk kriminal yang dilakukan pelajar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata klitih adalah kata dalam bahasa jawa yang berarti jalan-jalan bersama teman-teman. Arti lainnya dari klitih adalah kegiatan perampokan yang dilakukan oleh sekelompok geng (premanisme) yang targetnya berkembang dari geng musuh menjadi masyarakat awam.
Melihat fenomena tersebut tentu menjadi keprihatinan tersendiri bagai orang tua pelaku maupun korban, serta masyarakat umum. Keamanan menjadi satu impian yang diidamkan masyarakat saat berada di Yogyakarta. Lalu peran apa yang bisa dilaksanakan untuk mengatasi aksi seperti itu?
Perlunya peran orang tua dalam memberikan kasih sayang kepada anaknya, dengan demikian ada rasa nyaman, dan menjadikan anak memiliki karakter yang baik, tidak brutal dan melanggar hukum. Orang tua juga perlu mengetahui keberadaan anaknya, apalagi jika sudah melebihi jam malam seorang pelajar.
Dengan demikian kegiatan anak terpantau dan orang tua mengetahui apa yang dilakukan anaknya. Tak lupa besarnya peran sekolah dalam membina anak didiknya untuk menjauhi tindakan kenakalan remaja yang merugikan orang lain. Anak diajak memikirkan nasibnya dengan belajar untuk akademik maupun non akademik demi harapan kesuksesan hidup mereka kelah. Intinya perlu perhatian lebih bagi anak remaja yang masih menentukan jati diri serta karakternya.