Foucault seorang filsuf, sejarahwan, sosiolog, dan pemikir post-strukturalis yang dikenal dengan teori wacananya. Sepanjang karir intelektualnya, Foucault menaruh minat dan ketertarikan akademik terhadap persoalan kekuasaan terutama dalam kaitannya dengan sejarah, dan pemikirannya pun telah memberikan pengaruh yang luas terhadap berbagai disiplin ilmu sosial-budaya termasuk sosiologi, cultural studies, dan antropologi. Bagi Foucault, sejarah merupakan situs penting untuk melihat retakan zaman (diskontinuitas), menemukan episteme (rezim pengetahuan) yang berkuasa di periode waktu tertentu dan bagaimana kekuasaan tersebut beroperasi. Tidak hanya itu, dalam mengungkap kedok kekuasaan, dia juga banyak memusatkan perhatiannya pada tema-tema tertentu seperti kegilaan, seksualitas, disiplin yang dipahaminya sebagai wilayah beroperasinya hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan.
Hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan menjadi tema sentral dalam studi Foucault sepanjang kehidupan intelektualnya. Namun, dalam keseluruhan bukunya, Foucault jarang menjelaskan dengan jelas hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan. Beberapa tulisan dan wawancaranya dengan Foucault telah disusun menjadi buku Power/Knowledge, yang berupaya memperjelas hubungan antara power dan pengetahuan. Namun, tidak ada pembahasan khusus mengenai hubungan kekuasaan dengan pengetahuan baik dalam wawancara, tulisan, maupun ceramah , hanya saja inilah kesimpulan tematik para editor buku ini Meskipun masalah ini pada akhirnya membuat sulit untuk memahami hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan, Foucault menunjukkan hubungan ini dalam karya awalnya Menurutnya, apa yang dibicarakan pada topik-topik seperti kegilaan, disiplin, dan seksualitas selain cara kerja hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan dibahas lebih intensif.
Oleh karena itu, pada bagian ini dibahas topik hubungan kekuasaan dan pengetahuan berdasarkan konsep kekuasaan Foucault. Konsep kekuasaan Foucault memiliki makna yang berbeda dengan konsep kekuasaan yang membentuk perspektif politik dari perspektif Marxis atau Weberian. Foucault tidak memahami bahwa kekuasaan dalam hubungan properti adalah sebuah properti, perolehan dan hak istimewa yang dapat dimiliki oleh segelintir orang, dan dapat terancam punah. Kekuasaan juga tidak dipahami mempunyai dampak negatif melalui tindakan represif, koersif, dan represif yang dilakukan lembaga-lembaga berkuasa, termasuk negara. Kekuasaan bukanlah suatu fungsi dominasi kelas yang didasarkan pada kontrol ekonomi atau manipulasi ideologi (Marx), juga bukan karena karisma (Weber). Kekuasaan tidak dipandang secara negatif, melainkan positif dan produktif. Kekuasaan bukanlah sebuah institusi atau struktur, bukan pula kekuasaan yang dipegang oleh individu, namun kekuasaan merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi strategis yang kompleks dalam masyarakat.
Menurut Foucault, kekuasaan harus dilihat sebagai hubungan jaringan yang beragam, terdistribusi, dan mempunyai cakupan strategis. Untuk memahami kekuasaan, kita tidak boleh bertanya apa itu kekuasaan, siapa yang mempunyai kekuasaan, dan dari mana kekuasaan itu berasal, melainkan kita harus memahami kekuasaan dengan mengajukan pertanyaan tentang apa itu kekuasaan. Kekuasaan, menurut Foucault, tidak dipahami dalam konteks pemilikan oleh suatu kelompok institusional sebagai suatu mekanisme yang memastikan ketundukan warga negara terhadap negara. Kekuasaan juga bukan mekanisme dominasi sebagai bentuk kekuasaan terhadap yang lain dalam relasi yang mendominasi dengan yang didominasi atau yang powerful dengan powerless. Kekuasaan bukan seperti halnya bentuk kedaulatan suatu negara atau institusi hukum yang mengandaikan dominasi atau penguasaan secara eksternal terhadap individu atau kelompok.
nama : eva rahmawati
nim : 1512300036
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H