Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan rencana mereka untuk mengubah batas limit pinjaman online di Indonesia. Dalam sebuah langkah yang diharapkan akan menghidupkan kembali roda ekonomi, OJK merencanakan peningkatan signifikan dalam batas maksimum pendanaan yang bisa diajukan melalui platform fintech peer to peer (P2P) lending atau yang lebih dikenal dengan pinjol. Batas yang semula hanya Rp 2 miliar kini akan dinaikkan menjadi Rp 10 miliar. Upaya ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui akses yang lebih mudah terhadap modal bagi pengusaha kecil dan menengah.
Rencana ini terungkap dalam Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang sedang dalam tahap penyelarasan. Aturan baru ini tidak hanya menetapkan batas maksimum pinjaman yang lebih tinggi, tetapi juga mengharuskan penyelenggara pinjol mematuhi sejumlah kriteria ketat, termasuk tingkat wanprestasi (TWP90) maksimum sebesar lima persen dan tidak sedang dalam sanksi pembekuan kegiatan usaha oleh OJK.
Peningkatan batas pinjaman online hingga Rp 10 miliar merupakan langkah ambisius yang dapat membuka peluang baru bagi pengusaha kecil untuk berkembang. Namun, dibalik potensi manfaatnya, juga mengemuka kekhawatiran akan dampak sosial dan ekonomi yang mungkin ditimbulkannya.
OJK melalui Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) LPBBTI sedang menggodok aturan baru yang akan mengatur lebih lanjut mengenai batas maksimum pendanaan produktif melalui pinjol. Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Lainnya (PMVL) OJK, menyatakan bahwa peningkatan ini bertujuan untuk meningkatkan akses pendanaan bagi UMKM.
"Melalui penyesuaian besaran maksimum pendanaan produktif, diharapkan dapat mendukung pertumbuhan sektor UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional," ujar Agusman.
Di samping itu, Agusman menjelaskan bahwa saat ini OJK sedang mengatur prosedur dan mekanisme pengiriman data transaksi pendanaan serta pelaporan LPBBTI. Dia mengatakan bahwa ketentuan baru ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas data yang dilaporkan. Proses pelaporan data transaksi dilakukan melalui Pusdafil atau dikenal sebagai Fintech Data Center (FDC), yang sejalan dengan diterbitkannya Surat Edaran OJK Nomor 1 Tahun 2024 yang mulai berlaku sejak awal bulan Juli tahun ini.
Sebelumya, diketahui bahwa Presiden Jokowi pernah mengambil langkah untuk menekan aktivitas pinjaman online. Sebab, tercatat bahwa 25 orang telah mengakhiri hidup mereka karena terjerat utang pinjaman online. Angka tersebut merupakan jumlah tertinggi dalam lima tahun terakhir. Data menunjukkan bahwa sejak tahun 2019, ketika pinjaman online mulai menyebar luas di masyarakat, tercatat 51 kasus yang meliputi percobaan bunuh diri, keberhasilan menyelamatkan diri, dan bahkan tindakan membahayakan orang lain akibat pinjaman online ilegal dan praktik pinjaman keliling seperti yang dikenal di Jawa Barat. Pada tahun 2021, selama masa puncak pandemi Covid-19, terdapat 13 kasus bunuh diri yang terkait dengan masalah utang tersebut.
Kekhawatiran masyarakat terutama terfokus pada pengalaman masa lalu, di mana banyak individu dan keluarga terjerat dalam jerat utang yang sulit dilunasi akibat pinjaman online. Salah seorang aktivis konsumen, menyuarakan kekhawatiran ini dengan tegas.
"Kami khawatir bahwa dengan batas pinjaman yang lebih tinggi, risiko terjerat utang yang lebih besar juga akan meningkat."
Masalah tekanan psikologis dan masalah keuangan yang serius yang dialami oleh sebagian masyarakat akibat pinjaman online sebelumnya menjadi perhatian utama dalam diskusi mengenai kebijakan baru ini.
OJK dihadapkan pada tantangan besar untuk memastikan bahwa langkah ini tidak hanya menguntungkan dari segi ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pengawasan yang ketat terhadap praktik pinjaman, termasuk transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi, menjadi krusial dalam mengurangi risiko eksploitasi dan kerugian finansial bagi konsumen.