Lihat ke Halaman Asli

Eva Nurmala

karyawan swasta

Pondok Pesantren dan Prinsip Kehati-hatian

Diperbarui: 3 Februari 2022   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: portaljember-pikiranrakyat

Beberapa waktu lalu, sebagian dari kita termasuk wakil rakyat terkejut dengan pernyataan sebuah institusi pemerintah soal keterlibatan atau setidaknya memiliki hubungan (afiliasi) ratusan pondok pesantren dengan jaringan teroris. Setidaknya ada tiga katagori afiliasi ponpes dengan jaringan terorisme yang ditemukan.

Kemudian berbagai polemik muncul di media massa dan media sosial. Mereka yang bersuara umumnya berasal dari tokoh masyarakat, mantan pejabat sampai masyarakat biasa. Komentar itu kurang lebih bernada   negatif karena menganggap institusi yang mengeluarkan data itu menimbulkan kegaduhan, atau menuduh tanpa bukti.  

Lalu ada tuduhan pula yang menganggaptemuan itu menimbulkan islamphobi yaitu ungkapan yang berstigma negatif terhadap Islam entah itu berupa prasangka, ketakutan atau kebencian terhadap Islam atau muslim. 

Istilah ini sudah mengglobal, namun menjadi sangat populer sejak peristiwa penabrakan dengan sengaja menara kembar WTV di New York City oleh dua maskapai yang dibajak oleh para teroris pada 11 September 2001 atau lebih dikenal sebagai the black september.

Temuan ini bahkan membuat seorang mantan pejabat negara di Indonesia yang dekat dengan kalangan muslim mengatakan bahwa institusi itu jangan hanya melemparkan isu saja namun harusnya melakukan tindakan.

Menurut hemat saya, berbagai pendapat itu tidak sepenuhnya benar. Kita perlu cermati dulu kenapa institusi itu sampai mengeluarkan data itu kepada wakil rakyat. Mereka pasti punya alasan yang masuk akal soal dirilisnya data itu. Dan, pastilah data itu merupakan data yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya, apalagi di buka di depan wakil rakyat di Senayan Jakarta.

Data itu pasti berdasar penelitian dan tidak berasal dari ruang hampa. Premis ini penting karena umat begitu dinamis dan ajaran yang mungkin melenceng dari Islam Indonesia didapat dari internet dan disebarkan melalui media sosial. 

Kita tahu, ada keterbatasan literasi digital di masyarakat sehinggga seringkali informasi A atau B ditelan mentah-mentah. Sehingga mereka memaknai ajaran Islam yang radikal itu dengan amat mudah.

Mari kita lebih jernih berfikir soal temuan itu. Radikalisme bahkan terorisme bisa saja melingkupi keseharian kita tanpa kita sadari. Bisa saja kita menitipkan anak kita ke pondok pesantren dengan maksud baik agar anak kita bisa memahami agama dengan baik. 

Namun ternyata mungkin ponpes tempat kita menitipkan anak kita punya ajaran melenceng berupa terorisme atauyang lainnya. Tentu ini tidak bisa dianggap remeh dan membuat kita lebih aware (peduli) dengan mahzab dari ponpes itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline