Lihat ke Halaman Asli

Manipulasi Jurnalistik dengan Digital Imaging dalam Fotografi

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Fotografi merupakan alat utama terutama dalam media cetak guna menyampaikan pesan atau berita secara visual. Karena dengan fotografi obyek akan terekam secara jelas dan nyata terhadap obyek berita. Namun dengan perkembangan teknologi dewasa ini fotografi telah mengalami kemajuan yang pesat, terutama didalam teknologi digital. Sebelum menapaki era teknologi digital tersebut fotografi melewati masa yang panjang sekitar akhir abad 19 sampai dengan awal abad 21 menggunakan media penyimpan gambar seluloid atau yang dikenal dengan film. Dengan menggunakan film pemotretan obyek dalam fotografi akan merekam sesuai apa adanya tanpa rekayasa. Namun dengan masuknya era digitalisasi, fotografi telah memasuki ranah komputerisasi, dimana data foto akan terekam secara digital, terproses secara cepat, dan tepat, namun rawan akan keaslian dan kemurnian obyek foto tersebut.

Pengaruh Digital Imaging sangat terasa dalam lingkup dunia fotografi digital. Perangkat lunak pengolah gambar memungkin sekali dalam mengolah image foto. Tentunya dengan perkembangan teknologi fotografi tersebut akan mempengaruhi kinerja dari para wartawan foto pada media cetak. Kecepatan pemrosesan data, serta pengiriman data melalui media internet sungguh sangat membantu wartawan foto dalam mengirimkan hasil liputannya. Jarak dan waktu bukan lagi halangan yang berarti.

Dengan kemudahan tersebut terjadi kerawanan dalam kualitas dan keaslian hasil foto. Karena dengan kecanggihan teknologi perangkat lunak pengolah gambar foto yang beredar sekarang memungkinkan bahwa foto yang ada sudah ada olahan tangan sang fotografernya. Sedangkan foto yang merupakan informasi berita seharusnya adalah gambaran asli dari kejadian yang direkam pada suatu tempat dan waktu tertentu.

Dalam Undang Undang tentang Pers no 40 tahun 1999, pada ketentuan umum, disebutkan bahwa : Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Istilah jurnalistik berasal dari istilah jurnal yang berarti buku catatan tentang kegiatan sehari-hari yang dilakukan seseorang. Jurnalistik selalu berhubungan dengan berita yang tertulis. Atau proses penyampaian pesan tertulis kepada khalayak.

Jurnalistik adalah tindakan diseminasi informasi, opini dan hiburan untuk publik yang sistematik dan dapat dipercaya kebenarannya melalui media komunikasi massa modern (Roland E. Wolesely dan Laurence R. Campbell, 1949, A.Muis : 24). Seorang jurnalis memiliki dua fungsi utama. Pertama melaporkan berita. Kedua membuat interpretasi dan memberikan pendapat yang didasarkan pada beritanya. Berita ialah laporan  tentang gagasan atau konflik yang baru terjadi, yang menarik bagi pembuat berita itu sendiri.

Wartawan foto tentunya tidak sekedar memotret obyek manusia sebagai sumber beritanya, tetapi juga apa yang menjadi latarbelakangnya. Karena foto akan banyak berbicara secara visual mengenai berita yang disampaikannya. Kemampuan teknis bagi seorang wartawan foto tentu sangat dibutuhkan, tidak hanya pengetahuan teknis dalam fotografi saja  melainkan juga masalah psikologi dari obyek foto tersebut. Ada lima faktor yang membuat foto jurnalistik baik, antara lain isi (content), person, style, lokasi dan pencahayaan (lighting).

Foto jurnalistik yang baik dan berhasil akan selalu dapat menjawab siapa, apa, kapan dan bagaimana suatu kejadian berlangsung. Foto jurnalistik adalah foto yang merekam suatu berita, biasanya foto jenis ini terpasang di media cetak seperti koran atau majalah. (www.wikipedia.org). Foto jurnalistik pada dasarnya adalah menyampaikan berita yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak direncanakan atau yang sering disebut spotnews seperti misalnya foto terjadinya banjir, kebakaran, kecelakaan lalu lintas, gempa bumi di Jogjakarta, stunami di Aceh, demonstrasi, penggusuran, dan sebagainya. Sebaliknya foto yang dibuat untuk kejadian yang sudah direncanakan seperti foto-foto kegiatan Kenegaraan, Pemerintah, liputan Pekan Olah Raga Nasional disebut foto-foto yang berisikan berita-berita umum (general news).

Foto jurnalistik yang memberikan penekanan pada kegiatan suatu daerah dan terletak di halaman depan korang disebut foto-foto features. Jenis foto ini dapat membantu menceritakan keadaan yang lampau dan saat ini , misal foto Jakarta tempo dulu dan saat ini. Sedangkan jenis foto esei menceritakan suatu kejadian atau kegiatan yang berkesinambungan. Pembuatan foto jenis ini bisanya memerlukan waktu pembuatan lebih lama. Contoh foto-foto esei terdapat pada majalah seperti Jakarta-jakarta, Matra, National Geographic, Life dan Look.

Dalam fotografi jurnalistik, wartawan foto hendaknya mengedepankan isi dari pada tampilan visualnya.  Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 3 menyebutkan :

Wartawan Indonesia pantang menyiarkan karya jurnallistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul serta sensasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline