Lihat ke Halaman Asli

Surat untuk Bapak SBY

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Yogyakarta, di ujung RUU Pilkada

Jumpakan bpk. SBY

Di simpangan ragu-ragu

Saat kurangkai apa yang ada di dalam pikiranku ini menjadi barisan kalimat, sang malam mulai bergeser ke pergantian hari, tanda hari telah berganti. Waktu terus berjalan begitu pun perdebatan panjang soal RUU Pilkada. Malam ini aku bersama kelima teman duduk serius di depan televisi menyaksikan opera politik di ujung bulan September di sekitar rel kereta api kompleks Timoho Yogyakarta. Rasa kantuk mulai mendatangi kami tak kala suara mimpi mulai mengajak tidur. Namun kepercayaan akan lahirnya proses demokrasi yang lebih baik menahan kami untuk lebih lama di depan televisi.

Aku pun tak rugi duduk berjam-jam di depan televisi. Karena apa yang mataku saksikan malam ini jelas melihat bagaimana lakon cerita dari berbagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Aku dapat belajar banyak hal terkait seni dalam sidang paripurna. Seni sebagai pimpinan sidang, seni sebagai anggota sidang maupun seni memainkan kata untuk mencari pembenaran. Aku pun puas menyaksikan lakon cerita antara dua koalisi. Jelas terpampang nyata cetar membahana melihat setiap kata dan kalimat yang disampaikan berujung pada apa dan untuk apa. Sungguh malam penuh pembelajaran.

Namun, kepada bapak presiden mungkin satu hal yang kurang mengenakkan dihati tak kala jagoan-jagoan bapak yang bernama fraksi Partai Demokrat yang awalnya bersemangat menambah opsi ketiga; yang juga pendapat dari bapak; malah menyatakan walk out dari ruang sidang. Pertanyaannya sederhana bapak, apakah ini instruksi bapak sendiri? ataukah sikap ini adalah sikap fraksi? Kemarin bapak sepakat untuk membela pemilihan langsung yang sedianya juga berjasa mengantar bapak pada sejarah presiden RI dua periode. Dimanakah bapak sebagai ketua umum partai yang juga presiden RI? Sungguh tak mengenakkan ketika menyaksikan kesatria yang pada awal cerita bersemangat mendukung pilkada langsung malah bersikap sebagai pecundang dengan mencuci tangan sembari mengatakan kepada PDIP cs “biar teman-teman merasakan bagaimana ditinggalkan teman saat walk out”.

Apa yang fraksi partai Demokrat tunjukkan pada pagi ini menunjukkan semakin jelas bahwa fraksi bapak ragu-ragu dan mencari pencitraan semata. Ragu-ragu dalam menentukan sikap dan mencari perhatian sebagai partai rakyat namun tak punya komitmen terhadap rakyat. Jelas pula bahwa bapak pun selalu menggunakan satu prinsip yakni “ini kerja dari DPR”. Namun bapak lupa bahwa bapak merangkap sebagai ketua partai sehingga janganlah pernah menyalahkan kami rakyat kecil untuk mengatakan bahwa bapak sebagai ketua partai sangatlah ragu-ragu dan selalu mencari pencitraan. Mungkin hati ini bisa tersenyum ketika melihat beberapa anggota partai bapak yang masih duduk tenang saat anggota fraksi lainnya sudah meninggalkan ruang sidang. Setuju untuk pernyataan ringan tadi “mereka inilah pendiri partai demokrat”. Namun waktu terus berlalu. Ketuk palu telah terdengar. Pemilihan kepala daerah dipilih oleh anggota DPR.

Bapak SBY yang saya hormati sebelum berakhir masa tugasnya,

Sunggu endingnya yang kurang mengenakkan. Sungguh akhir perjalan dua periode yang patut dicatat dalam sejarah bahwa partai bapak melakukan aksi politik yang sekiranya bersanding dengan kata blunder. Sungguh keren ide cerita yang diaksikan. Mungkin jika ada piala oscar politik di ujung tahun 2014, saya yakin partai bapak akan mendapatkannya. Selamat bapak untuk berakhirnya masa tugas bapak sebagai presiden. Semoga anak cucu selalu menceritakan kisah pada pagi dini hari ini dengan menyebut partai bapak sebagai partai penuh keraguan dan partai pencari pencitraan. Salam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline