Menurut Kementerian Kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah suatu bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory), yang mana telah diikat oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Dalam undang-undang tersebut, setiap khalayak masyarakat seharusnya dapat merasakan dan menikmati jaminan kesehatan yang memadai dengan menggunakan JKN tersebut.
Akan tetapi, pada pelaksanaan JKN di Sulawesi belum berjalan merata, dimana menurut laporan penelitian Prakarsa (2020) cakupan Universal Health Coverage Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan mencapai 60, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan mencapai 59, dan Sulawesi Barat yang terendah, yaitu 52.
Tak hanya sampai situ, Menurut penelitian Irwandy dan Amal (2018), terdapat biaya pelayanan pasien yang menggunakan JKN yang tidak dapat diklaim, sehingga dari hal tersebut menciptakan ketidakpuasan peserta JKN dan staf fasilitas kesehatan dalam menggunakan JKN.
Menurut tinjauan pustaka yang didapatkan mengenai permasalahan tersebut, masalah tersebut disebabkan oleh kurangnya pelatihan staf dalam mengerjakan hal manajerial dan teknis, yang mana disebabkan oleh sumber daya manusia yang terbatas, sehingga belum didapatkannya data akurat tentang masyarakat miskin oleh pihak BPJS dan anggaran jaminan pun menjadi belum terintegrasi JKN. Dan oleh karena itu, permasalahan JKN ini harus diselesaikan sebaik mungkin.
Dalam rangka penyelesaian masalah tersebut, dengan berbasis pada tinjauan pustaka yang didapatkan, pihak-pihak yang dapat menyelesaikan permasalahan ini adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, BPJS Pusat, BPJS Daerah, Kader Kesehatan dan Kader Fasilitas Kesehatan.
Alasan mengapa terlihat bahwa mereka adalah pihak yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut adalah karena sumber masalah tersebut berasal dari sistem, sehingga yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut adalah pihak yang memang berada pada sistem tersebut.
Dalam menyelesaikan permasalahan kurangnya pelatihan staf dalam hal manajerial dan teknis, terdapat 3 potensi solusi yang dapat dilakukan, yaitu:
- Menyusun rencana dan strategi pelatihan tenaga yang terstandarisasi oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Kader Kesehatan.
Ketika ingin melakukan pelatihan kepada staf/calon staf yang akan bekerja, alangkah baiknya bila dalam pelatihan tersebut terdapat standar yang seharusnya ditetapkan Kader Kesehatan dan Dinas kesehatan, dimana dengan solusi tersebut, capaian menjadi jelas dan dapat diberlakukan secara merata kepada setiap wilayah/daerah, sehingga tidak hanya meningkatkan kualitas staf saja, tetapi dapat berjalan secara merata dan berkelanjutan. Dan dengan menilik dari kejadian tersebut, Kementerian Kesehatan dapat membantu keberlangsungan strategi dan dapat menjadikannya kebijakan untuk dilakukan di daerah lainnya.
- Melakukan training need assessment untuk pemetaan kebutuhan oleh BPJS Daerah dan Kader Fasilitas Kesehatan.
Dalam melakukan pelatihan staf/calon staf, pihak BPJS pada daerah tersebut beserta tenaga kesehatan dan non kesehatan yang bekerja pada fasilitas kesehatan daerah tersebut harus mengetahui apa saja yang pada dasarnya dibutuhkan dalam melakukan pelayanan mereka, dan memasukkannya sebagai bahan penilaian dalam pelatihan, sehingga staf/calon staf yang akan bekerja pada tempat tempat tersebut dapat mengetahui tentang yang diperlukan dalam tempat pelayanan mereka.
- Melakukan analisis kualitas sumber daya manusia oleh BPJS Pusat, BPJS Daerah, dan Dinas Kesehatan.
Bila memang pada daerah/tempat tersebut sempat memiliki permasalahan dalam sumber daya manusia nya dan kualitasnya, maka sudah sewajarnya untuk selalu melakukan analisis kualitas sumber daya nya. Hal tersebut diarahkan kepada pihak BPJS dan Dinas Kesehatan karena pihak tersebut yang pada dasarnya bersangkutan dalam penentuan kualitasnya, sehingga dengan diberlakukannya solusi ini, BPJS Pusat dapat menjadikan analisis sebagai acuan yang dapat dilakukan semua BPJS Daerah, dan BPJS Daerah dapat melakukannya dengan baik beserta Dinas Kesehatan, sehingga kualitas sumber daya yang terdapat pada pelayanan kesehatan dapat meningkat dan terjaga dengan baik.
Tak hanya itu saja. Dalam menyelesaikan permasalahan dimana belum terdapat data akurat tentang masyarakat miskin dapat dilakukan dengan potensi solusi sebagai berikut:
- Meningkatkan monitoring dan evaluasi terkait sosialisasi, advokasi, dan pelaksanaan JKN di daerah oleh Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan, BPJS Pusat dan BPJS Daerah.
Dikarenakan pada pelaksanaan JKN yang sebelumnya terdapat permasalahan, diperlukan evaluasi secara luas dan mendalam, serta pengawasan keberlangsungan program tersebut, sehingga dapat diketahui titik celahnya dan dapat diperbaiki. Dalam hal tersebut, Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan dan BPJS mempunyai wewenang yang besar dalam tindakan monitoring evaluasi tersebut, sementara BPJS Pusat dapat membasiskan datanya berdasarkan monitoring dan evaluasi BPJS daerah, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan yang menjadi kebijakan BPJS Pusat untuk dapat dilakukan oleh BPJS Daerah lainnya.
- Melakukan pendataan masyarakat secara nasional, maupun daerah secara up to date oleh Kementerian Sosial, Pemerintah Daerah, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
Dikarenakan data masyarakat, khususnya masyarakat miskin belum akurat, maka diperlukan bantuan oleh stakeholder yang memperhatikan kondisi masyarakat tersebut, yaitu Pemerintah Daerah dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa untuk memeriksa, memastikan, dan mencatat keadaan masyarakat yang terdapat pada daerah tersebut, sehingga masyarakat yang belum terdaftar dalam data BPJS dapat dipermudah oleh data yang didapatkan Pemerintah Daerah dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa tersebut. Dan Kementerian Sosial pun membuat kebijakan terkait pendataan kepada tiap daerah, sehingga data masyarakat yang dimiliki BPJS dapat semakin lengkap.
Pelaksanaan JKN di Sulawesi sempat memiliki kendala dikarenakan kurangnya pelatihan staf dalam mengerjakan hal manajerial dan teknis dan belum didapatkannya data akurat tentang masyarakat miskin oleh pihak BPJS, yang mana permasalahan tersebut mengarah kepada sistem yang telah berjalan dalam JKN di Sulawesi. Sehingga dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan kerja sama antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, BPJS Pusat, BPJS Daerah, Kader Kesehatan dan Kader Fasilitas Kesehatan dalam menyelesaikan permasalahan JKN di daerah tersebut, sehingga keberlangsungan JKN dapat membaik dan dapat berjalan secara merata di seluruh daerah Sulawesi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H