Lihat ke Halaman Asli

KDRT Sebagai Bentuk Keegoisan

Diperbarui: 5 Desember 2022   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


  1. Fenomena

Istilah kekerasan seringkali digunakan untuk menggambarkan perilaku. Perilaku terbagi menjadi empat yaitu perilaku yang terbuka (overt), perilaku tertutup (covert), ada juga perilaku yang bersifat menyerang (offensive) dan perilaku yang digunakan untuk bertahan (defensive), yang disertai dengan penggunaan kekuatan kepada orang lain. 

KDRT terkenal dengan bentuk kekerasan yang dilakukan individu kepada individu lainny dalam lingkup rumah tangga. Jika diliat dari kacamata segi hukum KDRT didefinisikan sebagai perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (diambil dari Pasal 1 UU PDKRT).

Dalam bagian lainnya di cakupan hukum seperti yang tercantum dalam UU no. 23 tahun 2004, KDRT di definisikan sebagai kekerasan yang bisa menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. KDRT seringkali hanya diketahui sebagai bentuk kekerasan secara fisik, namun sebenarnya KDRT dapat dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya kekerasan dalam rumah tangga secara mendasar, yang terdiri dari:

  1. Kekerasan fisik, yaitu setiap perbuatan yang dapat menimbulkan akibat fatal bahkan hingga kematian seperti memukul, menendang, menampar, dan bentuk kekerasan lainnya yang dilakukan secara sadar dan menimbulkan kecacatan fisik.
  2. Kekerasan psikologis, yaitu setiap perbuatan dan ucapan yang menyerang sisi psikologis individu sehingga mengakibatkan rasa takut, rasa kehilangan percaya diri, dan seringkali mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk bertindak/melawan sehingga menimbulkan ketidakberdayaan pada perempuan. Contohnya kekerasan verbal yang seringkali dilakukan tanpa sadar namun dapat mengakibatkan akibat yang fatal seperti memaki.   
  3. Kekerasan seksual, yaitu setiap perbuatan pelecehan seksual seperti memaksa korban untuk melakukan hubungan seksual, melakukan hal yang tidak disukai korban saat berhubungan seperti memakai kekerasan dengan paksaan.
  4. Kekerasan ekonomi, yaitu perbuatan yang membatasi perempuan untuk bekerja meenghasilkan uang atau barang, atau tindakan membiarkan korban bekerja dengan tujuan untuk dieksploitasi, atau menelantarkan anggota keluarga dan tidak lagi bertanggung jawab secara ekonomi.

Pelaku KDRT biasanya adalah orang terdekat korban yang dipercaya oleh korban, seperti contohnya: suami, pasangan, ayah, ayah mertua, ayah tiri, paman, anak laki-laki, atau pihak keluarga laki-laki lainnya.

Data dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pada tahun 2020, mencatat bahwa KDRT terbukti masih menempati urutan pertama dengan tingkat 75,4% dibandingkan dengan ranah lainnya.

Sedangkan bentuk kekerasan terhadap perempuan di ranah personal yang tertinggi adalah kekerasan fisik yang berjumlah 4.783 kasus.

Kasus KDRT Rizky Billar dan Lesti Kejora mulai ramai diperbincangkan. KDRT ini bermula saat pihak laki-laki ketahuan berselingkuh dibelakang pihak perempuan. Usai mengetahui hal itu pihak perempuan meminta agar dipulangkan ke rumah orangtuanya. Namun permintaan itu membuat pihak laki-laki tersulut emosi, dan mulai melakukan tindak kekerasan. Tindak kekerasan yang dilakukan seperti mencekik dan membanting Lesti Kejora ke Kasur, bahkan menarik tangan Lesti ke arah kamar mandi dan membantingnya ke lantai.

  1. Konsep Teoritis

Kehendak itu jahat, menurut Arthur Schopenhauer. Karena kehendak menyiratkan keinginan, dan apa yang diinginkan selalu lebih besar dan lebih dari apa yang diperoleh. Keinginan selalu tidak terbatas, sedangkan pemenuhannya selalu terbatas. Schopenhauer berpendapat bahwa keinginan manusia adalah sia-sia, tidak memiliki logika, tanpa pengarahan dan keberadaan, juga dengan seluruh tindakan manusia di dunia. 

Schopenhauer berpendapat keinginan sebagai sebuah keberadaan metafisika yang mengontrol tindak hanya tindak-tindak individual tetapi khususnya seluruh fenomena yang bisa diamati. Keinginan yang dimaksud Arthur sama halnya dengan Kant yakni sesuatu yang ada didalam dirinya sendiri. Arthur Schopenhauer mengatakan bahwa hakikat manusia itu tidak terletak pada akal ataupun rasio, melainkan pada kehendaknya.

Kesadaran hanya merupakan sebagian dari hakikat manusia, hakikat manusia lainnya adalah “kehendak”. Kehendak menurut Schopenhauer merupakan dorongan, insting, kepentingan, hasrat, dan emosi. Dalam diri manusia pikiran-pikiran (rasio) hanya merupakan lapisan atas dari hakikat manusia. Sifat manusia itu ditentukan oleh kehendaknya. Kehendak seringkali terjadi tanpa kesadaran. Bagi Schopenhauer, kehendak tidak hanya menjadi pendorong bagi aktifitas manusia, tetapi kehendak juga menjadi pendorong bagi gerak alam semesta (dunia), yaitu sebagai kehendak dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline