Lihat ke Halaman Asli

Bumi yang mulai mengkhawatirkan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Perlu disadari jika segala sesuatu hal yang terjadi, baik antara modal, korporasi, lingkungan dan masyarakat adalah konsekuensi atas sebuah siklus alam.
Kerusakan lingkungan yang merupakan dampak dari sesuatu yang komleks menyangkut ekonomi dan politik, tak bisa dilepaskan pula dari pemahaman manusia terhadap alam. Korporasi nasional dan internasional yang berupaya membangun proyek tanpa mempedulikan dampaknya adalah segelintir contoh matinya spiritualitas tersebut. Apabila melihat kasus tentang Lapindo, agaknya itu adalah kesalahan yang harus dihindari. Ibarat jatuh, jangan sampai jatuh pada lubang yang sama.

Apabila ditarik ke lingkup yang lebih luas, bumi dan kerusakan yang terjadi akan berujung pada pemanasan global yang telah disaksikan saat ini. Secara parados, pemanasan global tidak hanya menimbulkan lebih banyak banjir, tapi juga kekeringan. Hal ini terjadi karena pemanasan global tak hanya meningkatkan curah hujan diseluruh dunia, tetapi juga merelokasi curah hujan. Dalam kasus di Indonesia, siapa lagi yang akan dirugikan dalam keadaan ini? Petani kah? Bahaya lumpur Lapindo yang lambat launakan menenggelamkan Sidoarjo akan sama halnyan dengan yang terjadi di Belanda, sebuah negara dibawah permukaan laut. Fenomena yang akan disaksikan pula disekitar Beijing atau Shanghai yang menjadi rumah bagi puluhan juta orang. Hal ini juga di Calcutta dan Bangladesh yang berpenduduk sekitar 60 juta orang.

Kejadian seperti ini yang dirugikan tidak hanya petani saja namun semua orang, akan tetapi petanilah yang lebih merasakan kerugiannya yang begitu dalam. Menjaga dan mengurangi kerusakan lingkungan, semirip pendapat Al Gore, akhirnya bukan hanya masalah politik, tapi juga masalah moral. Akan sangat tidak etis jika kita akan membiarkan bumi berantakan begitu saja. Kita harus lebih bisa menata bumi kita karena ulah kitalah bumi menjadi seperti saat ini. Bumi yang sangatlah mengkhawatirkan.

Memang, sebelum bahaya datang, manusia cenderung tidak mempedulikannya. Sifat manusia cenderung membutuhkan waktu lama untuk mengerti dan memahami segala kejadian yang ada. Manusia hadir untuk berbagi waktu dengan alam. Setelah itu, kita akan menemukan diri kita sebenarnya, bahwa kita sedang dalam proses kehilangan bumi yang pernah dinikmati. Bahwa yang kita nikmati saat ini mungkin takkan ada lagi untuk generasi selanjutnya jika hal ini akan kita diamkan begitu saja dengan acuhnya. Setega itukah kita dengan generasi kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline