Apakah pembaca familiar dengan istilah Kognitivisme ?
Istilah Kognitivisme ini melekat dengan dunia psikologi, namun ternyata di dunia pendidikan istilah ini juga sangat terkenal. Kognitivisme sendiri berasal dari kata Cognition artinya sama dengan knowing yaitu mengetahui. Disamping itu, kognitivisme ini menekankan pada pengalaman dan pengetahuan dimana ketika seseorang belajar maka akan belajar dari pengalaman yang akan menjadi sumber pengetahuannya. Dalam kognitivisme pun proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil pembelajaran itu sendiri.
Berbicara mengenai kognitivisme ini, salah satu tokoh yang paling terkenal adalah Jean Piaget. Beliau berasal dari Swiss, dan sebenarnya adalah seorang yang ahli dalam Epistemologi Genetik dan merupakan psikolog Swiss pertama yang melakukan studi tentang Acquisition Understanding in Children. Jean piaget sangat terkenal dengan teorinya tentang perkembangan kognitif yang melihat bagaimana anak-anak berkembang secara intelektual.
Jean Piaget membagi perkembangan kognitif manusia berdasarkan empat tahap, yaitu :
- Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
- Tahap Pra-Operasional (2-7 tahun)
- Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
- Tahap Operasional Formal (12 tahun keatas)
Disamping itu, pada teori kognitivisme Jean Piaget ini, proses kognitif terjadi mnelalui beberapa tahapan yaitu :
- Skema, merupakan pengetahuan yang telah dimiliki manusia karena berinteraksi dengan lingkungan.
- Asimilasi, merupakan proses mengintegrasikan skema yang telah dimiliki dengan pengalaman atau informasi baru.
- Akomodasi, terjadi apabila skema dan pengalaman/informasi baru tidak cocok sehingga dalam proses akomodasi ini nantinya skema yang telah dimiliki diperbaharui sehingga da kecocokan dengan informasi baru.
- Ekulibrium - Diekuilibrium, merupakan proses terkait dengan keseimbangan antara skema dengan informasi baru. Ekuilibrium terjadi apabila terdapat keseimbangan antara skema dengan informasi baru, sedangkan disekuilibrioum merupakan ketidakseimbangan antara skema dengan informasi baru. Apabila seorang anak mengalami disekuilibrium maka akan memacu anak tersebut untuk terus belajar hingga mencapai tahap ekuilibrium. Namun, apabila seorang anak langsung mencapai tahap ekuilibrium tanpa melalui disekuilbrium, maka anak tersebut akan memperoleh skema yang semakin tinggi.
- Ekuilibrasi, merupakan perpindahan dari disekuilibrium ke ekuilibrium.
Terkait dengan proses kognitif ini, dalam pendidikan perlu untuk mempehatikan kelima proses tersebut. Walaupun teori Piaget tidak murni teori pendidikan, namun teori ini sangat bisa untuk diaplikasikan ke dunia pendidikan. Kontra yang sering terjadi adalah "Apakah teori Piaget masih relevan dengan perkembangan jaman saat ini ?".
Pada aspek proses kognitif tentu saja pasti relevan. Setiap manusia tidak dipungkiri akan mengalami proses skema, asimilasi, akomodasi, ekuilbrium, disekuilibrium, dan ekuilibrasi sebab proses ini merupakan proses yang natural. Namun apabila melihat kembali ke dalam tahapan perkembangan kognitif manusia berdasarkan 4 kategori, tentunya terdapat pergeseran-pergesaran yang signifikan sehingga seiring dengan perkembangan jaman, maka banyak teori-teori baru bermunculan untuk memperbaharui teori sebelumnya.
Bebicara mengenai teori Jean piaget ini sangat menarik untuk di bahas. Pada tahap pra-operasional ketika anak berusia 2-7 tahun dikatakan bahwa anak berpikir secara konkret, simbolik, intuitif, dan egosentris. Sebagai ibu yang memiliki putri berusia 5 tahun saat ini, ketika pertama kali mengulas tentang teori Piaget, secara jujur saya tercengang. Mengapa? Karena teori ini menunjukan secara real karakteristik anak secara akurat. Tahap pra-operasional ini pun menunjukan usia dimana anak secara lebih banyak berada pada tahapan mengenyam pendidikan usia dini. Berbicara mengenai usia dini, untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak, penting bagi orang tua untuk secara aktif berinteraksi dengan mereka. Ini dimulai dari awal masa perkembangan anak. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi pemikiran besar Piaget bahwa dalam teori Kognitivisme seorang anak belajar melalui pengalaman. Piaget tidak memandang anak sebagai "blank slate" sebab anak memiliki kemampuan untuk memproses dan menganalisis berbagai informasi dalam pikirannya.
Hal menarik disini adalah, di masa pandemi ini, sekolah dilakukan secara daring. Hal ini juga berlaku untuk anak PAUD. Anak dengan masa usia yang menekankan pada aspek konkret dihadapkan dengan pembelajaran yang hanya bisa menatap layar laptop. Sungguh miris sebenarnya sebab melalui pembelajaran daring seperti ini, sekolah mengalami kesulitan untuk membawakan esensi "konkret" dari sebuah pembelajaran sebab memiliki keterbatasan. Namun di sisi lain, banyak juga yang mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan untuk memberikan situasi konkret apabila memanfaatkan media belajar yang saat ini merajalela. Secara priobadi, menurut saya, media belajar memang membantu, namun alangkah lebih baik apabila akan diajak untuk "bertemu" langsung dengan lingkungan sehingga dapat mengarahkan seluruh indera yang mereka miliki untuk belajar, karena apabila memanfaatkan media daring saja yang hanya dilibatkan hanya aspek visual, sedangkan aspek yang lainnya ditinggalkan.
Bagi para pendidik, semangat ! Kita berjuang, kita mampu untuk mencerdaskan kehidupan anak-anak didik kita yang merupakan masa depan Bangsa Indonesia !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H