Lihat ke Halaman Asli

Ekonomi Syariah dan Peran Strategisnya bagi Kaum Marjinal

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemiskinan merupakan “hantu” yang menakutkan bagi setiap orang. Dalam kaitan ini menarik sekali melihat pernyataan dari Susan George, yang menyatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi karena adanya sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah di atas penderitaan orang banyak, dan bukannya diakibatkan oleh semata-mata kelebihan jumlah penduduk (over population). Kondisi seperti ini tentu saja memerlukan peranan bank, untuk mampu mendistribusikan simpanan uang yang dimilikikepada mereka yang masih menderita khususnya dari segi perekonomian. Ironisnya masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam bidang ekonomi seperti: para petani, nelayan, pedagang kecil, buruh dan umat yang bekerja di sektor informal lainnya, memiliki keterbatasan akses kepada bank. Padahal mereka justru merupakan kelompok umat Islam yang lebih dominan jumlahnya di negeri ini (Indonesia).

Secara garis besar perbankan yang ada di Indonesia terbagi menjadi dua katagorisasi yakni pertama, Lembaga Keuangan Bank dan kedua, Lembaga Keuangan Non Bank. Dari katagorisasi tersebut di atas, akhir-akhir ini telah berkembang menjadi Lembaga Keuangan Konvensional dan Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS). Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) telah ada sebagai aktualisasi-konsekwensi-manifestasi perekonomian syariah. Tiga serangkaian LKS yakni Bank Umum Syariah atau yang lebih popular istilah BUS, Bank Perkreditan Rakyat Syariah atau lebih dikenal dengan BPRS, dan Baitul Maal Wa al-Tanwil lebih popular dengan sebutan BMT termasuk di dalamnya reksadana syariah, pasar modal syariah.

Ekonomi Syariah Impian yang Terwujud bagi Kaum Marjinal

Masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam bidang ekonomi tersebut sangat mengharapkan peran bank lain selain konvensional yang ada di Indonesia, dan bisa jadi pilihan tersebut jatuh kepada bank syariah. Bank syariah yang memiliki konsep ekonomi syariah sangat diharapkan mampu untuk mewujudkan impian-impian mereka selama ini dan bisa jadi harapan tersebut terwujud bila melihat prinsip-prinsip yang digunakan oleh perbankan syariah sendiri.

Prinsip dasar yang dikembangkan oleh perbankan syariah adalah membantu mewujudkan kesejahteraan ekonomi menengah dan koperasi unit kecil dengan sistem memberikan bantuan modal kerja pada masyarakat pengusaha diakar rumput berupa pembiayaan mikro (mudharabah/musyarakah), juga diterapkan sistem al qard dan qardhul hasan merupakan altenatif terbaik karena adanya kendala non bankable tapi feasible dan workable agar pengusaha akar rumput bisa meningkatkan ukuran usaha dan kualitas kehidupan yang halalan thaiyiban.

Mewujudkan keberlangsungan perbankan maka dikembangkan sistem pemberian pendampingan dan pembinaan manajemen bagi masyarakat pengusaha di akar rumput yang secara umum berusaha hanya secara umum berusaha hanya secara tradisionil, intuitif, nonformal, namun ulet, tangguh dan punya pengaruh atau punya nilai yang signifikan dalam sistem perekonomian lokal maupun nasional. Pendampingan dan pembinaan seperti dilakukan oleh BMT-BMT dengan memberikan binaan-binaan kerohanian untuk tetap menjaga amanah yang telah diberikan kepadanya agar tidak terjadi kemancetan-kemancetan disamping diharapkan memperoleh generasi-generasi dan jujur. Karena itu pihak bank syariah melakukan pola aliansi pembiayaan LKS dan UMKM.

Hubungan aliansi pembiayaan tersebut bertujuan untuk memperluas cakupan usaha lembaga keuangan, Bank Umum Syariat/Unit Usaha Syariah dapat saja disalurkan langsung pembiayaan kepada sektor UMKM, namun terkendala pada faktor daya jangkauan effisiensi kerja, keluwesan dan pemerimaan di lapangan, kompetensi bisnis informal dan lain-lain. Melihat beberapa kendala dan problem tersebut, maka Bank Umum Syariah melalui Unit Usaha Syariahnya melakukan kerja sama aliansi strategis penyaluran pembiayaan tidak langsung dengan BPRS-BMT-Koperasi.

Mengingat Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Baitul Maal Wa an-Tanwil dan koperasi dianggap mampu dan luwes menjangkau sektor pasar UMKM yang mana tidak dapat secara langsung inisiasi, penetrasi dan supervisi oleh BUS dan atau UUS. Pada peluang lain juga, pengusahaan Multifinance/Pengadaian/Koperasi/BMT/Perusahaan Modal Ventura dapat bermintra dengan BUS/UUS dalam mendapatkan sumber pendanaan guna lebih lanjut disalurkan sebagai pembiayaan produksi maupun pembiyaan konsumtif.

Perkembangan berikutnya, asuransi juga berperan untuk memberikan “asuransi kredit/pembiayaan” terhadap nasabah yang tidak memiliki agunan secara layak sesuai bank teknis. Asosiasi profesi/pengusaha berfungsi untuk memberikan rekomendasi/informasi formal dan informal, pendampingan kepada BUS/UUS tentang UMKM yang berkable (layak dan aman dibiayai) serta berfungsi sebagai mitra dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah. Dengan prinsip aliansi tersebut di atas bank-bank syariah terbukti telah sangat berpihak terhadap kepentingan dan kesejahteraan rakyat secara langsung maupun tidak langsung, sistem-sistem yang dikembangkan dapat mengawasi berbagai pihak yang terlibat sebagai nasabah ataupun sebagai mitra perbankan syariah.

Setiap usaha pasti mengharapkan keuntungan, demikian juga halnya dengan perbankan syariah di samping mengharapkanprovit tapi nilai musaadah sosial tidak diabaikan, olehkarena untuk menjaga agar kedua hal tersebut tetap berjalan sesuai dengan yang diinginkan harus dijaga kualitasnya baik dari segi pelayanan maupun pendanaan. Hal-hal yang dilakukan perbankan syariah dalam menjaga kualitas tersebut, adalah: pola pembiayaan kelompok dengan tanggung renteng, mekanisme tabungan baku beku, bekerjasama dengan asuransi untuk menjamin pembiayaan, pola mitra “inkubasi” antara pelaku usaha dan pengawas bank, “on site monitoring” tidak sekedar “on desk monitoring”, pendampingan kepada pelaku usaha (simpul/gugus pembinaan), menjalin hubungan simbiosis mutualis dengan “informal leader” tokoh pemuka lapangan”, penyesuaian penampilan lapangan/adaptasi dengan kondisi lapangan pasar setempat.

Peran Strategis Perbankan Syariah bagi Kaum Marjinal

Angka kemiskinan sebagian besar persentasinya berada di daerah perdesaan, tercatat pada tahun 2007 saja kemiskinan di Indonesia sebesar 63,52 persen dan sebagian besar penduduk miskin adalah mereka yang bergantung pada sektor pertanian seperti petani, nelayan, dan peternak.

Para petani, nelayan, pedagang kecil, buruh dan umat yang bekerja di sektor informal lainnyajustru merupakan kelompok umat Islam yang lebih dominan jumlahnya di negeri ini. inilah pangsa pasar terbesar yang menjanjikan dan sama sekali belum tergarap oleh dunia perbankan konvensional untuk saat ini. Khususnya kelompok ini, skema pembiayaan jual-beli (murabahah) tentu saja tidak cocok untuk diprekatekkan karena mereka rata-rata tidak memiliki aset yang cukup untuk dijadikan sebagai jaminan (collateral). Lagi pula, pada sektor-sektor pertanian secara umum, returnnya akan berdurasi untuk jangka waktu yang cukup panjang (long term).

Sudi Haroon, seorang pakar perbankan syariah Malaysia, menyimpulkan bahwa dengan menganalisa karakteristik sektor usahanya bisa dikatakan bahwa skema pembiayaan yang paling ideal untuk memberdayakan kelompok ini adalah skema pembiayaan bagi hasil, Musyarakah dan Mudharabah.Bank syariah harus mulai membidik kelompok ini dengan konsep pemberdayaan yang dimiliki. Bank syariah dapat menjalin kersajama dengan pihak lain seperti Departemen Pertanian dan Departemen Kelautan dan Perikanan.

Berkembangannya kegiatan pertanian dan ekonomi pedesaan akan meningkatkan pendapatan petani, nelayan dan masyarakat pedesaan dalam rangka mendukung pengentasan kemiskinan serta industri yang berkelanjutan. Sektor pertanian dan kelautan memiliki peran strategis karena keterlibatan tenaga kerja besar dan outputnya memiliki nilai strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak.

Semoga perbankan syariah dengan prinsip bagi hasil (mengacu pada akad musyarakah dan mudharabah) meniscayakan adanya penanggungan risiko kerugian bersama baik pihak bank maupun debitur dan menjadikan debitur sebagai mitra usaha, akan menjadi entry point bagi bank syariah untuk menjadi lembaga keuangan yang bersahabat dengan masyarakat.

Terakhir, harapan besar ditujukan untuk bank syariah adalah agar senantiasa pro aktif dalam memberdayakan debiturnya baik dari segi peningkatan kinerja maupun pembinaan moral. Tim pemberdayaan masyarakat harus menjadi divisi penting dalam bank syariah. Kita bisa belajar dari Muhammad Yunus, peraih Nobel Perdamaian tahun 2006. Muhammad Yunus dan Grameen Bank menerima hadiah bergengsi dunia ini karena usaha dalam mengangkat mereka yang miskin melalui kredit mikro (micro finance). Kata kunci dari keberhasilan Muhammad Yunus adalah menjadikan debiturnya sebagai sahabat dengan tidak kenal lelah memberdayakan mereka. Semoga…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline