Lihat ke Halaman Asli

Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Diperbarui: 4 September 2023   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perjalanan pendidikan di Indonesia sangat identik dengan sosok yang paling berjasa yakni  Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang dikenal dengan Ki Hadjar Dewantara. Beliau penggagas dan pemerhati pendidikan di Indonesia pada zaman kolonialisme dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 yang bertujuan memberikan kesamaan kesempatan dan hak dalam pendidikan bagi masyarakat pribumi seperti para priyayi dan orang Belanda. Gagasan dan perubahan inilah yang membawa Beliau pada julukan Bapak Pendidikan Indonesia.


Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan membuka paradigma bahwa pendidikan bertujuan 'menuntun' segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Anak bukanlah tabula rasa seperti kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa. Anak lahir dengan kekuatan kodrat yang ada pada dirinya, layaknya kertas kosong yang sudah memiliki guratan halus sehingga tujuan pendidikan adalah menuntun siswa untuk menebalkan guratan garis tersebut agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia yang seutuhnya.


Dalam hal 'menuntun', Ki Hadjar Dewantara membuat semboyan pendidik "Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani" yang bermakna "di depan memberikan contoh, di tengah memberi dorongan, di belakang memberikan dukungan". Ini artinya bahwa seorang pendidik harus menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya, memberikan dorongan dan motivasi agar anak didiknya agar berkembang dengan baik, dan memberikan dukungan yang dibutuhkan agar anak didiknya dapat mencapai kesuksesan. Dengan konsep tersebut maka tujuan pendidikan akan tercapai yakni  mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.


Sebelum mendalami konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, banyak hal keliru yang secara sadar dan tak sadar mempengaruhi perkembangan peserta didik dan pendidik di sekolah. Kekeliruan tersebut diantaranya peserta didik masih dijadikan objek dalam pembelajaran, padahal jika ditelusuri kembali prinsip KHD salah satunya yakni 'Pendidikan yang berhamba pada sang anak', artinya peserta didik dijadikan sebagai subjek dalam pembelajaran, sebagai pendidik kita hanya 'menuntun' kodrat alam dan kodrat zaman, 'menuntun' menebalkan garis dan mendidik tingkah lakunya. 

Selain itu, peserta didik pun dituntut untuk memahami semua materi dan menuntaskan KKM. Inilah kesalahan konsep pendidikan, banyaknya materi yang dipelajari peserta didik, membuat mereka tidak fokus pada minat dan kompetensi yang akan dikembangkan. Tuntuntan KKM harus tuntas merupakan beban tersendiri baik bagi peserta didik maupun guru mapel. Peserta didik dituntut pula untuk menuntaskan tugas-tugas yang diberikan padanya karena guru menganggap dengan bayaknya tugas maka akan melatih peserta didik semakin mahir, guru pun masih sebatas menilai tugas untuk memenuhi nilai. Kekeliruan inilah yang harus diluruskan dan diubah.


Banyak insight yang diperoleh setelah belajar tentang Filosofi Pendidikan Ki Hajdar Dewantara, diantaranya bahwa pendidikan itu harus berpihak pada anak dan mampu  'menuntun' segala kodrat anak baik kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam perlu diperhatikan agar pendidik mampu mengidentifikasi karakter siswa, potensi, sosial budaya yang sudah dibawa oleh anak. 

Pendidik hanya menuntun agar menuju ke jalurnya sesuai dengan nilai-nilai kemanusian. Kodrat zaman juga menjadi dasar untuk mengidetifikasi cara menuntun anak dengan menyesuaikan perkembangan peradaban saat ini. Dalam prosesnya tentu harus memegang semboyan pendidikan "Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani" sebagai bentuk pendidik menuntun siswanya.


Sebagain bentuk refleksi seorang pendidik atas pemikiran Ki Hadjar Dewantara, maka selayaknya memperbaiki seluruh komponen yang dianggap kurang maksimal dan menghubungkannya dengan filosofi pendidikan KHD. Hal yang dapat dilakukan diantaranya merancang pembelajaran yang berpihak pada peserta didik dengan pembelajaran abad 21 yang menyenangkan dengan memadukan sosio kultural yang potensial di daerahnya. Memberikan teladan kepada peserta didik dengan melaksanakan pembiasaan untuk menumbuhkan budi pekerti.

Mengidentifikasi cara belajar peserta didik, kemampuan menyerap materi, potensi yang dimiliki peserta didik.
Dengan pemikiran KHD yang diimplementasikan ke dalam pembelajaran semoga memberikan warna baru dalam dunia pendidikan. Sehingga esensi tujuan pendidikan itu semakin dekat untuk dapat diraih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline