Lihat ke Halaman Asli

Eva Aprelia

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Amikom Yogyakarta

Perbudakan Modern di Laut Masih Terus Terjadi

Diperbarui: 14 Januari 2023   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sejak awal peradaban manusia hingga kini di zaman modern, praktik perbudakan terjadi dan menjadi kian kompleks. Sikap manusia yang rakus dan egois tak hanya membuat alam dan lingkungan tereksploitasi, namun manusia lain pun turut menjadi korbannya. Praktik perbudakan sudah terjadi sejak tahun 6800 Sebelum Masehi di Mesopotamia. Dalam sepanjang sejarah perbudakan terwujud dalam berbagai bentuk, mulai dari eksploitasi seksual, human trafficking, pekerja anak, hingga kawin paksa. Perbudakan terjadi di masa perang, industrialisasi, hingga sampai saat ini pun masih saja terjadi. Ini adalah sebuah kebenaran yang menyedihkan bahwa saat ini, perbudakan masih sangat terasa dalam konteks modern.

Hari penghapusan Perbudakan Internasional dideklarasikan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1995. Dimana tanggal 2 Desember dipilih karena pada tanggal 2 Desember 1949, Konvensi Pemberantasan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Pelacuran Orang Lain di adopsi oleh banyak negara.

Dewasa ini, perbudakan masih terjadi di balik industri-industri besar yang menggerakkan ekonomi global. Ya, salah satunya ialah sektor perikanan. Disepanjang rantai industri perikanan global yang bernilai jutaan dollar AS, ada ribuan awak kapal perikanan atau ABK migran adal Indonesia menjadi korban perbudakan di kapal-kapal asing. Mereka bekerja dengan jam kerja yang tidak manusiawi dan tidak mendapatkan perlakuan serta gaji yang layak bahkan terdapat beberapa pekerja yang sampai jatuh sakit hingga meninggal dunia.

Sejak tahun 2013 hingga 2021,Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menerima 634 aduan kasus perbudakan terhadap ABK perikanan migran.

Tak hanya memperbudak manusia, kapal-kapal tersebut juga melakukan praktik perikanan ilegal (IUU fishing) serta mengeksploitasi sumber daya laut bumi habis-habisan. Alat yang mereka gunakan adalah alat tangkap yang tidak berkelanjutan dengan menangkap hewan laut yang dilindungi dan meninggalkan sampah yang merusak ekosistem bawah laut.

Saat ini nun jauh dari pandangan kita di laut lepas, banyak ABK atau awak kapal perikanan (AKP) migran asal Indonesia yang diperbudak di kapal asing. Kita memang sudah punya beberapa peraturan untuk melindungi mereka, seperti UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan PP No. 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.
Namun, belum tentu regulasi-regulasi tersebut sudah menjamin keselamatan para ABK migran.

Kasus perbudakan modern dilaut saat ini didominasi di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia dan Filiphina.

Mengapa perbudakan modern di laut ini masih saja terjadi? Berikut faktor pemicu kasus ini masih terus berlangsung hingga saat ini

1. Agen tenaga kerja yan memikat pekerja dengan jebakan janji palsu

Banyak kesaksian yang didengar oleh Greenpeace Asia Tenggara, ini adalah tuduhan bahwa agen yang menempatkan pekerja sering menjanjikan gaji tinggi tetapi mengambil biaya pemrosesan dan penempatan yang besar, dimana mengakibatkan kerugian besar bagi individu dan keluarga mereka. Seorang pekerja bahkan melaporkan diminta untuk menandatangani kontrak yang ditulis dalam bahasa lain, yang tidak dapat dipahami, membuatnya benar-benar tidak tahu tentang perjanjian yang baru saja dibuatnya.

2. Populasi ikan yang mengalami penurunan secara drastis

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline