Lihat ke Halaman Asli

Presiden Panik, Pidato Pun Macam Mana Rupanya

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_28953" align="alignleft" width="300" caption="sumber dicuri dari dunia maya, maaf ya p' esbeye"][/caption] Saat presiden SBY mengatakan bahwa dia merasa ada pihak-pihak yang berusaha menekan dia untuk bertindak melampaui kewenangannya, pada titik inilah presiden SBY keliru. Kenapa keliru? Karena SBY adalah presiden. Kalau di jaman kerajaan dulu presiden adalah ibarat raja segala raja. Raja segala raja tidak boleh keliru dalam bertutur ucap. Mengatakan bahwa ada pihak yang telah melakukan tekanan sama saja mengakui bahwa presiden bisa ditekan. Dengan mengatakan bahwa presiden dalam tekanan sama saja memberikan kemenangan awal bagi pihak yang menekan. Hilangnya Nuansa Presidensial Hingga saat ini, apa yang hilang dari atmosfer politik dan kepemimpinan di negeri ini adalah nuansa presidensial. Apa yang terjadi pada saat ini justru terkesan bahwa Presiden tidak belajar dari pengalamannya lima tahun lalu. Mandat pemilu demokratis yang dimenangkan dengan mutlak tidak terkesan dalam cara kepemimpinannya. Terlebih lagi, Presiden ternyata tidak cukup percaya diri untuk membentuk kabinet kerja yang benar-bener bekerja. Bukan kabinet bagi-bagi konsesi politik yang menunjukkan satu watak yang tidak teguh dari presiden pilihan rakyat itu. Dan sialnya, Presiden yang terpilih secara demokratis ternyata ikut larut dalam kisruh politik yang sesungguhnya jauh dari prioritas yang harus dia lakukan. Kabinet Konsesi Bagi-bagi kursi kabinet kemarin sesungguhnya adalah pembagian wilayah jarahan untuk partai-partai koalisi pendukung yang sesungguhnya tidak signifikan dalam mendukung popularitas kemenangannya. Presiden seolah lupa bahwa yang memilih dia dalam pemilu presiden kemarin sesungguhnya adalah rakyat indonesia. Hal ini bisa dibuktikan dengan merujuk pada hasil survey popularitas dan elektabilitas saat pilpres. Saat itu jika indikator dukungan partai dihilangkan, prosentase dukungan untuk Presiden SBY jauh melebihi apa yang bisa dicapai oleh partai-partai pendukung. Paparan survey di atas menunjukkan bahwa sesungguhnya Presiden SBY adalah idola rakyat indonesia. Tragisnya sebagai seorang Idola ternyata presiden justru tidak yakin bahwa rakyat memang mengidolakan dia. Ketidakpercayaan itu dibuktikan dengan langkah-langkah pasca pelantikan sebagai presiden yang menunjukkan bahwa presiden sangat kuatir kekuasaannya akan goyang oleh kekuatan-kekuatan kepartaian. Ketidakpercayaan itu ditunjukkan dengan sikap tidak yakin terhadap perolehan suara partai pengusungnya yang sebenarnya telah memperoleh suara mayoritas dalam pemilu. Ketidakyakinan presiden semakin ditunjukkan dengan perlunya dia memasukkan semua unsur kekuatan politik yang dia perkirakan akan mengganggu masa kepresidenannya. Kisruh politik lembaga-lembaga negara Kepolisian lawan KPK ternyata membuat presiden menyatakan bahwa prioritas program dia adalah memberantas mafia hukum. Presiden terlihat mengekor pada isu yang belum cukup jelas arah penyelesaiannya. Presiden tidak mampu menunjukkan otoritas pengambil keputusan hukum. Presiden di sisi lain justru tidak, mampu memberi visi apa sesungguhnya yang ingin dicapai atas mandat kekuasaan demokratis yang telah dia peroleh. Lebih tidak pantas lagi ternyata presiden justru membentuk sebuah tim pencari fakta yang dikenal dengan tim 8 untuk mencari segala macam fakta mengenai sengketa Kepolisian dan KPK. Beberapa tahun yang lalu pembentukan TPF biasanya dilakukan mengingat adanya sebuah kejadian luar biasa yang berpotensi mengganggu keamanan bangsa dan negara. Tapi pembentukan TPF pada saat ini terkesan lebih merupakan pembentukan TPF yang berpotensi mengganggu keamanan diri pribadi presiden. Pasca TPF memberikan lapora hasil kerjanya presiden justru memberi komentar yang cukup mengejutkan. Presiden tidak merujuk pada temuan data yang dihasilkan, dia hanya memberikan keterangan pada masyarakat bahwa dia sebagai presiden tidak mungkin melampaui kewenangan yang dia punya. Hal ini sama saja mengukuhkan pendapat bahwa tim yang dia bentuk sendiri sesungguhnya memang tidak dimaksudkan untuk melakukan apa-apa selain hanya untuk mengantisipasi kisruh politik yang tidak kunjung reda. Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa ada kesan kepanikan pada diri Presiden SBY. Apakah hal itu perlu? Apakah seorang presiden yang dipilih secara langsung sangat kuatir dengan kisruh politik ala parlementarian. Ataukah memang hal-hal tersebut di atas semakin mengukuhkan bahwa presiden saat ini tak lebih dari orang yang penakut atau tidak percaya diri. Presiden panik, pidato pun macam mana rupanya, diawal pidato menyarankan hentikan, eh..diakhir serahkan lagilah ke buaya, lanjutkan......... Buaya panik, mampuslah si cicak, ha..ha..ha.... salam bloger tulisannya nyeracau, perdana sih.......heheheh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline