Pada tanggal 5 September 2019, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Periode 2014-2019 melaksanakan Rapat Paripurna untuk mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.[1] Sehingga dengan adanya pengesahan tersebut, revisi UU No.30/2002 resmi diusulkan oleh DPR kepada kepada Presiden 2002. Selanjutnya pada tanggal 17 September 2019, Presiden menyetujui RUU Perubahan Kedua UU No.30/2002.[2]
Hingga saat ini (19/10/2019), Presiden Jokowi belum mengesahkan RUU Perubahan Kedua UU No.30/2002 dan mengundangkan RUU Perubahan Kedua UU No.30/2002 dalam Lembaran Negara. Belum sampai pada proses pengesahan, tiba-tiba para Komisioner KPK mengundurkan diri (akhirnya tidak jadi) karena menolak RUU Perubahan Kedua UU No.30/2002 dan bersamaan muncul gelombang aksi mahasiswa besar secara serentak di kepulauan Jawa yang menolak RUU Perubahan Kedua UU No.30/2002.
Ditengah aksi mahasiswa tersebut muncul wacana agar Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atas Perubahan Kedua UU No.30/2002. Dan hingga saat ini pula(19/10/2019), Presiden Jokowi tidak menuruti kemauan mahasiswa dan pakar-pakar Hukum Tata Negara. Sikap Presiden Jokowi yang tidak segera mengeluarkan Perppu dianggap mengolor-olor waktu.[3] Sementara Tjahyo Kumolo selaku Plt Kemenhunkam menegaskan belum ada rencana Presiden mengeluarkan Perppu.[4]
Jika Presiden Jokowi tidak mengeluarkan Perppu, lalu bagaimana nasib RUU Perubahan Kedua UU No.30/2002 yang diusulkan oleh DPR RI dan sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden?
Jawaban atas pertanyaan di atas, dapat kita temui dalam Pasal 20 Ayat (5) UUD 1945:
Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut telah disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Walaupun dalam waktu 30 hari Presiden tidak mengesahkan RUU tersebut, maka RUU Perubahan Kedua Atas UU No.30/2002 tetap sah menjadi undang-undang.
Pertanyaannya, jika sudah sah menjadi undang-undang, mengapa wajib diundangkan?
Jawabannya dapat kita ketahui pada Pasal 81 UU No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan :
"Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundangundangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam: a. Lembaran Negara Republik Indonesia; b. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia; c. Berita Negara Republik Indonesia; d. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; e. Lembaran Daerah; f. Tambahan Lembaran Daerah; atau g. Berita Daerah."