Lihat ke Halaman Asli

Catatan Harian Seorang Guru: Korban Terlupakan dalam Perselingkuhan

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dear diari,

 

Di antara 24 muridku di sekolah itu, satu-satunya murid yang paling aku kuatirkan perkembangannya adalah Sandra. Sandra yang waktu itu masih berusia 6 tahun harus menjadi korban perceraian papa mamanya karena kehadiran wanita lain. Papanya selingkuh dengan wanita yang usianya jauh lebih muda, wanita yang akhirnya dinikahi papanya setelah menceraikan mamanya disertai pengalihan seluruh harta mamanya ke wanita itu.

 

Tidak berhenti sampai di situ, pasca perceraian orang tuanya, Sandra mau tidak mau harus tinggal berpindah-pindah di antara rumah mama kandungnya yang sedang labil dan rumah keluarga baru papa kandungnya bersama mama tirinya yang saat itu sedang hamil. Sandra nampak terlupakan, semua sibuk dengan urusan masing-masing. Hal itu tentu saja mempengaruhi perkembangan kejiwaan Sandra, memaksanya tumbuh menjadi anak pembangkang dengan prestasi akademik yang sangat memprihatinkan.

 

Di kelas hanya Sandra yang tidak pernah terdengar suaranya, sulit sekali aku ajak bicara seolah ada benteng yang dia bangun sebagai simbol ketidakpercayaannya pada siapapun. Di tengah teman-temannya yang ceria dia nampak terkucil, dijadikan bulan-bulanan Daniel yang walau masih kecil sudah menunjukkan watak pembully.

 

“Daniel!” tegurku saat melihatnya memarahi dan memukul Sandra yang saat itu duduk bersebelahan dengannya mengerjakan tugas kelompok. Dengan wajah cemberut Daniel menoleh ke arahku. “Sandra nggak mau ngerjain tugas, Miss, mainan pensil terus. Ntar kelompok kita nilainya jelek gara-gara dia,” lapor Daniel. Kulihat Sandra sibuk memencet-mencet pensilnya.

 

“Kamu kan bisa bantu Sandra, Daniel. Coba tanya baik-baik kenapa pensilnya atau pinjami saja pensil kamu yang tidak terpakai.” Masih dengan mimik cemberut, Daniel meminjamkan pensilnya ke Sandra yang tetap acuh tak acuh. Aku menghela nafas, tidak tahu bagaimana cara menolong Sandra. Hanya bisa berharap semoga mama kandungnya cepat pulih demi perkembangan putrinya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline