Lihat ke Halaman Asli

Menjejak Warisan Sejarah melalui Semarang Historie

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Langit tampak terlihat biru ketika keramaian yang menghiasi monumen tugu muda semarang yang berada di daerah jalan pahlawan semarang siang itu. Terik Matahari yang cukup membakar tidak mengganggu aktivitas kendaraan yang berlalu lalang. Tampak pula sebuah relief yang menggambarkan penderitaan rakyat kala itu, gambar seorang bapak yang merangkul jasad anaknya karena kelaparan yang melanda ketika masa penjajahan. Sebuah bukti sejarah kota Semarang. Tak dapat dipungkiri Semarang yang merupakan ibukota Jawa Tengah memang memiliki pesona tersendiri dibandingkan kota lain di Indonesia. Keberagaman budaya dalam kota dengan total area 373.67 km ini terlihat jelas dalam kehidupan setiap masyarakatnya. Dalam data yang dilansir oleh Wikipedia disebutkan ada beberapa suku bangsa di Semarang ini sebut saja Jawa, Tionghoa, dan Arab. Melihat keberagaman tak dipungkiri warisan warisan sejarah di kota lumpia ini cukup banyak. Beberapa diantaranya bahkan menarik perhatian dunia internasional. Menjejakan langkah di Semarang tak akan bosan dengan seluruh pesona sejarahnya.

Berjalan di daerah tugu meda dan tepat berada di sisi timur tugu muda terdapat sebuah bangunan dengan arsitektur khas Belanda. Bangunan dengan warna dasar putih dan jumlah pintu bergaya eropa yang cukup banyak memenuhi pandangan. Lawang Sewu yang merupakan bekas perkantoran bagi perusahaan Kereta Api Hindia Belanda atau NIS (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij). Seiring kemerdekaan dan revolusi bangunan ini tetap dipertahankan keorisinalitasnya yang menjadikan objek wisata yang dikagumi banyak wisatawan.

Kembali lagi di keramaian sekitar kota tua dapat ditemui kampung melayu. Di daerah kampung melayu tepatnya di sekitar perkapungan layur dipenuhi oleh penduduk dengan keturunan Arab dan sebagian dari orang Tionghoa. Konon katanya keberagaman ini kemudian yang menjadikan penaman dari Melayu. Di perkampungan layur ini ditemukan masjid layur atau yang sering disebut masjid menara. Hal ini cukup unik mengingat bentuk bangunan yang kental dengan percampuran dari tiga budaya yakni, Jawa, Melayu, dan Arab. Bentuk bangunan Timur Tengah terlihat jelas pada menara yang berdiri kokoh di depan pintu masuk masjid. Adapun bangunan utama masjid ini sendiri bergaya khas Jawa dengan atap masjid susun tiga yang semakin menunjukan keberagaman suku budaya yang ada di Semarang.

Terdapat sebuah sudut di kawasan kota tua yang terus diramaikan oleh masyarakat. Hal ini ditunjukan juga dengan keramaian para fotografer. Adalah gereja blenduk dengan gedung yang berbentuk lebih menonjol dibandingkan bangunan lain dengan gaya Neo-Klasik ini justru menarik perhatian pengunjung di kawasan kota tua. Bentuk arsitektur gereja dengan kubah yang menonjol. Sejatinya nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Lebih menarik lagi gereja ini masih aktif digunakan untuk beribadah yang dikenal dengan Gereja GPIB Immanuel.

Berjalan ke barat daya kota Semarang adalah sebuah bangunan dengan arsitektur cina. Kelenteng Sam Poo Kong atau sering disebut gedong batu. Terlihat sebuah patung replica Sam Poo Kong atau yang dikenal sebagai Laksmana Cheng Ho. Kelenteng ini memang dibangun oleh masyarakat tionghoa untuk memberikan penghormatan apada leluhurnya yaituLaksmana Cheng Ho atau Sam Poo Koong . Bangunan ini sendiri diramaikan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa didominasi oleh suku bangsa tertentu.

Melangkahkan jejak ke bagian semarang atas di daerah banyumanik sekali lagi dikagumkan oleh sebuah bangunan yang mengandung nilai sejarah. Dikenal dengan nama Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watugong. Sesuai dengan namanya bagunan ini ialah sebuah tempat peribadatan umat Buddha. Menjejakan kaki kesana akan tampak sebuah halaman luas dengan arsitektur China. Memasuki disana perhatian tertuju pada monument watu gong atau batu gong yang mendasari penaman pagoda watugong ini. Keramaian wisata berdampingan dengan suasana sakral para umat yang beribadah menambah eksotisnya tempat ini. Hal yang sangat menyentuh ialah bagaimana para wisatawan mengagumi keindahan pagoda watu gong sembari menghargai dan menjaga suasana ketika umat sedang beribadah.

Segala bentuk warisan sejarah yang ada belum seberapa dengan pesonanya yang terus menarik wisatawan. Animo masyarakat sangat positif terbukti dengan penjualan souvenir yang menunjukan kebanggan pada kota ini. Kemudian muncul juga sebuah pertanyaan bagaimana pelestarian objek objek tersebut? Sesuai UU No.11 tahun 2010, pasal 1 ayat 1 pelestarian cagar budaya dan warisan sejarah memang seyogianya dilaksanakan dengan baik. Berkaitan dengan hal ini pelestarian sejarah di Semarang cukup berbanding lurus dengan animo masyarakat. Di Semarang tidak jarang ditemui aksi pelestarian warisan sejarah khususnya pada pada peninggalan arsitektur terus dilakukan oleh pemerintah setempat dengan turun tangan masyarakat sekitar juga. Yang menarik, generasi muda sangat baik dalam menggunakan teknologi untuk terlibat dalam pelestarian sejarah di kota Semarang.

Hal yang sama dilaksanakan oleh Lopen Semarang, sebuah komunitas pecinta sejarah di Semarang. Komunitas ini pada akhir Agustus kemarin mulaimengadakan kegiatan pelestarian sejarah yang diwujudkan dalam Semarang Historie. Berfokus dengan penggunaan media teknologi komunitas ini mengajak seluruh masyarakat terkhusus generasi muda di Semarang untuk lebih sadar mengenai sumber daya warisan sejarah dan budaya yang ada di kota semarang dan sekitarnya. Implementasi misi tersebut benar benar diwujudkan dalam“Semarang Historie” yang telah dimulai tepatnya pada tanggal 30 Agustus 2014. Kegiatan ini mengemas secara apik dalam pengenalan wisata sejarah yang berfokus di bidang fotografi melalui kegiatan histography, tulisan melalui Journalist Writing , dan ekspedisi melaui Semarang Heritage Race. Puncak dalam kegiatan ini ialah Semarang Historie Awarding yang sejatinyaakan digelar pada tanggal 6 September 2014 bertempat di Museum Ranggawarsita Semarang. Bermisi untuk mengedukasi dan menginformasikan peserta terlebih lagi masyarakat Semarang untuk ikut serta dalam pelestarian sejarah dengan praktis dan mudah tapi mengena khususnya di daerah Semarang dan sekitarnya. Dengan penerapan konsep pelestarian sejarah yang berbasis tekonologi kegiatan dirasa cukup berhasil dilihat dari animo masyarakat di media sosial.

Memang tak dapat dipungkiri sejarah dan aksi pelestariannya kerap disalahartikan sebagai aksi yang konvensional. Hal inilah yang berusaha ditepis oleh masyarakat Semarang melalui kegiatan Semarang Historie ini. Sejatinya pelestarian sejarah yang terdapat pada dapat dilaksanakan dengan langkah langkah sederhana dengan membincangkannya dari mulut ke mulut. Sama seperti yang dilakukan nenek moyang kita yang menciptakan tradisi dari mulut ke mulut. Kita dapat melakukan pelestarian sejarah yang mereka tinggalkan pada kita melalui bercerita. Bercerita dnegan segala media. Bercerita dengan foto. Bercerita dengan tulisan. Sehingga sejarah yang ada. Sejarah yang dititipkan nenek moyang kita kepada kita dapat terus bergulir dari generasi ke generasi. Sehingga nama Indonesia sendiri masih tetap ada dan berkumandang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline