Ganti Menteri, Ganti Kurikulum? atau Ganti Anak, Ganti Kurikulum?
oleh
Euis Pupu
Esensi Kurikulum adalah perubahan artinya disesuaikan dengan kondisi zaman dan disesuaikan dengan harapan-harapan termasuk dalam bernegara dan berbangsa. Seorang menteri yang saat ini hadir sebagai pembantu presiden, artinya ada kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengembangkan kurikulum.
Kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan kurikulum yang tercatat dalam sejarah menurut Hasan dalam (Prihantin, 2014) adalah perubahan kurikulum dalam enam periode, yakni 1946-1959, 1959-1965, 1966-1968, 1975-1994, 2004-2006, kurikulum 2013 dan kurikulum 2022. Dengan tidak bermaksud menbandingkan dan meninjau kebijakan dari beberapa menteri dengan kebijakan sebelumnya. Kajian ini berfokus pada perubahan terakhir pada kurikulum paradigm baru yaitu kurikulum 2022. Kebijakan kurikulum ini dikembangkan di semua jenjang termasuk jenjang PAUD.
Dari aksioma kurikulum Oliva dalam (Septiana, 2019) ada 10 aksioma salah satu diantaranya antara lain Curriculum is a product of its time (a school curriculum not only reflects but is a product of its time. Kurikulum itu merefleksikan produk dan merefleksikan gambaran masyarakat saat ini artinya dalam konteks seperti ini jadi hal yang sangat umum bahwa pergantian kurikulum apapun istilahnya revitalisasi atau perubahan disitu ada aspirasi masyarakat. Kurikulum bukan hanya mencerminkan keadaan zaman, tetapi merupakan produk zaman yang bisa menjawab tantangan, perubahan sosial dan diubah oleh penemuan psikologi, pandangan filsafat, dan kemajuan ilmu pengetahuan. Selanjutnya Change in people (Curriculum changes results from changes in people).
Perubahan kurikulum merupakan hasil perubahan manusia meliputi perubahan keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan dan kemauan. Salah satunya yang terjadi dalam konteks ini penulis melihat bahwa perubahan kurikulum dipengaruhi oleh menteri baru dalam perkembangan kurikulum, juga penulis melihat menteri-menteri terdahulu juga memang ada beberapa perubahan kaitanya dengan kebijakan perubahan kurikulum secara nasional. Dan Starting from the Exiting Curriculum (The curriculum planner starts from where the curriculum is just as the theacher starts from where the students are). Pengembangan kurikulum mulai dari kurikulum yang ada lalu dikembangkan, sebagaimana mengajar mulai dari mengidentifikasi kebutuhan murid.
Kurikulum berubah secara tidak radikal kecuali memang ada revolusi yang luar biasa. Kecuali ketika kita sedang dijajah ada revolusi dan mungkin ada perubahan yang sangat radikal. Tetapi ketika merdeka tahun 1945 sampai 76 tahun kita merdeka, penulis pikir beberapa landasan pokoknya tidak berubah dalam pemikiran. Beberapa hal yang mempengaruhi mengapa kurikulum itu berubah dari mulai merespon perkembangan masyarakat yang begitu luar biasa, apalagi sekarang ini masyarakat hidup di abad 21. Namun kenyataannya perubahan secara makro dan mikro kurikulum tidak menyentuh semua wilayah di Indonesia termasuk Papua. Dimana literasi digital yang semakin melesat di masyarakat, akan tetapi dibeberapa wilayah masih rendah dalam teknologi karena beberapa hal.
Kehadiran kurikulum adalah jalan yang menjadikan manusia seutuhnya dari berbagai pengalamannya. Kenyataannya anak yang beragam di tuntut dalam cara pembelajaran yang sama akan berdampak anak, ada yang di rugikan dan di untungkan. Disini pendidikan tidak terasa melakukan diskriminasi terhadap anak didiknya. Kurikulum lah sebagai jalan untuk mencari potensi anak tersebut. Kurikulum haruslah menghubungkan batin anak dengan gurunya. Kurikulum yang tercipta harus bisa mengikuti anak bukan sebaliknya anak yang mengikuti kurikulum. Pertimbangan hal tersebut karena potensi dan gaya belajar anak yang berbeda. Jangan sampai anak sekolah namun tidak belajar, maka terjadilah loss learning. Krisis pendidikan terjadi bukan pada masa covid-19, tetapi terjadi ketika kealfaan seorang guru pada dunia pendidikan yang hanya terfokus pada capaian target kurikulum dan guru melupakan anak adalah tokoh utama dalam pendidikan. Apalagi di tambah dengan beban administrasi yang begitu berat dan interpensi orang tua yang berlebihan yang menuntut anaknya menjadi nomor satu maka esensi pendidikan menjadi hilang. Kurikulum yang tercipta harus bisa mengembalikan dunia pendidikan yang sebenarnya pendidikan. Pendidikan adalah rekreasi dan merupakan sesuatu hal atau proses yang menyenangkan bagi anak.
Kurikulum harus bisa menciptakan tantangan bagi anak. Makanya jangan heran anak-anak apabila berjam-jam bermain hp ataupun game yang penuh tantangan. Sebenarnya anak tertarik kepada pembuat atau pencipta game, karena seorang pembuat game tahu apa yang di inginkan anak. Sama halnya dengan seorang murid yang harus tertarik pada gurunya. Setiap hari guru harus menciptakan tantangan yang ditunggu muridnya. Anak yang kita hadapi setiap waktu berubah, jangan sampai kurikulum yang sama diterapkan kepada anak. Akhirnya manusia atau anak dikendalikan oleh benda mati.
Kapan kurikulum berubah? Kurikulum berubah ketika suasana atau iklim yang kita bangun, sesuai kondisi dan perkembangan anak dari waktu ke waktu. Itu merupakan kurikulum sebagai proses atau jalan bagi setiap anak sehingga dia bisa memasangkan dirinya menjadi manusia yang sesungguhnya dari pengalaman-pengalaman yang dilalui. Karena kurikulum adalah berada pada pikiran dan hati nurani guru sehingga kurikulum menurut Zulfikri Anas (Puskurjar) adalah sesuatu yang terlintas dalam pikiran terucap melalui perkataan serta terwujud dalam perbuatan guru pada saat dia merespon apa yang ditunjukkan anak itulah kurikulum yang sesungguhnya.