Bullying kerap menjadi keresahan para orangtua. Kejadian bullying di Indonesia seringkali terjadi pada kalangan remaja dengan rentang usia 12-17 Tahun. Bullying juga dapat terjadi dimanapun dan kapanpun baik dilingkungan sekolah, cyber, rumah, dan lingkungan masyarakat. Menurut Kemendikbudristek di tahun 2021 dalam terbitan bukunya yang bertajuk Stop Perundungan/Bullying Yuk! bullying adalah perilaku yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan tujuan membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan yang dilakukan baik secara verbal, fisik ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporannya yang berjudul Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia 2022 bahwa mayoritas peserta didik yang mengalami kasus bullying atau perundungan di negara Indonesia adalah laki-laki. Dalam laporannya tercatat bahwa, peserta didik laki-laki mendominasi korban bullying di Indonesia dengan kategori kelas 5 SD persentase laki-laki sebesar 31,6%, persentase perempuan sebesar 21,64 %, dan persentase secara nasional sebesar 26,8%. Pada kategori kelas 8 SMP persentase laki-laki mencapai 32,22 %, persentase perempuan sebesar 19,97%, sedangkan persentase dengan skala nasional mencapai 15,54%. Sementara, persentase bullying yang terjadi pada peserta didik kelas 11 SMA/SMK dengan kategori laki-laki sebesar 19,68%, sedangkan perempuan sebesar 11,26%, dan secara nasional sebesar 15,54 % dalam dekade satu tahun terakhir pada 2021.
Hal ini menunjukkan bahwa korban kasus bullying mayoritas dari kalangan laki-laki dan banyak terjadi di jenjang sekolah kelas 8 SMP. Namun, apakah kalian pernah berpikir bahwa kejadian bullying yang kerap terjadi dikarenakan pelaku bullying tidak tahu hal apa saja yang dianggap bullying, hal ini tidak berlaku bagi pelakunya saja namun yang menjadi korban, sekaligus saksi juga perlu mengetahui jenis-jenis bullying sehingga dapat terhindar dari kejadian tersebut. Untuk mencegah maraknya bullying yang terjadi di sekolah, alangkah baiknya kenali terlebih dahulu apa saja yang termasuk dalam jenis bullying dan penyebabnya.
Jenis-jenis bullying yang termasuk adalah:
- Fisik yang meliputi memukul, menampar, mencakar, menggigit, menendang, mendorong, pelecehan seksual, dll.
- Non Fisik yang meliputi mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memanggil nama dengan julukan atau kecacatan fisik.
- Verbal meliputi tindakan yang dilakukan secara lisan.
- Non verbal langsung meliputi menjulurkan lidah, melihat dengan sinis, menampilkan ekspresi yang merendahkan.
- Non verbal yang tidak langsung meliputi memanipulasi persahabatan hingga retak, mendiamkan seseorang sehingga orang tersebut merasa terpojokkan, dan dengan sengaja menghancurkan seseorang.
- Cyber (melalui media elektronik) menyebarkan informasi atau data pribadi, mengirim pesan ancaman, menyebarkan berita bohong.
Penyebab terjadinya bullying menurut Ramadhanti, dan Taufik, H. M. (2023) adalah:
- Lingkungan keluarga, hal ini dapat terjadi karena pola asuh atau cara mendidik orang tua dengan menggunakan hukuman fisik, sehingga kurang mendapatkan perhatian dari keluarganya.
- Interaksi Teman Sebaya, pengaruh teman sebaya juga ikut andil dan sangat besar pengaruhnya. Oleh karena itu, secara pintarlah berinteraksi dengan teman, dan dapat memilih mana yang dapat diikutin ataupun tidak.
- Media, di zaman digital ini media teknologi sangat berkembang dengan pesat, dan saat ini anak usia remaja sudah mempunyai telpon genggam sendiri. Hal ini menyebabkan peserta didik dapat dengan mudah mengakses segala informasi baik melalui melalui video kekerasan maupun game online. Beberapa riset juga menemukan bahwa game online dapat menjadi tempat untuk melakukan cyberbullying yang biasanya dalam bentuk ejekan, hujatan, dan hinaan.
Karena sekolah sangat rentan sekali terjadinya bullying, peran guru sangat esensial dan diperlukan untuk mebambil langkah dalam pencegahan. Hal yang dapat dilakukan oleh guru dalam mencegah bullying menurut Sofyan, F. A., et.al (2022) yang pertama adalah dengan mendeteksi tindakan bullying sejak dini, sebagai guru peran kita adalah harus peka terhadap situasi dan konsisi peserta didiknya agar selalu aman dan nyaman. Kedua, dengan memberikan sosialisasi terkait bullying karena seringkali peserta didik mengalami kejadian bullying karena kurangnya pengetahuan mereka tentang bullying. Ketiga, memberikan dukungan pada korban. Korban bullying biasanya merasakan ketakutan, cemas, dan merasa tertekan ketika berada di lingkungan yang ia mengalami perundunga atau bullying. Keempat, membuat peraturan yang tegas sebagai langkah atau tindakan yang harus dilakukan kepada pelaku bullying dan melakukan sebuah treatment agar tidak terualang kembali. Kelima, memberikan teladan yang baik atau bisa disebut sebagai rolle model bagi peserta didiknya. Sebagai guru harus memberikan contoh perilaku yang baik karena seringkali terjadi peserta didik mengikuti perilaku dari orang yang ada di sekitarnya termasuk guru. Keenam, mengajarkan peserta didiknya untuk melawan bullying dengan cara yang baik tidak dengan cara kekerasan atau melakukan hal yang sama dengan pembuliannya. Ketujuh, guru membantu pelaku bullying agar berhenti dari perilaku buruknya agar mendapatkan penanganan dan tidak melakukan pembulian lagi.
Sebagai guru seyogyanya membantu dan mencegah agar peserta didiknya tidak melakukan pembullyan apalagi jika terjadi di sekolah. Menurut Ki Hajar Dewantara peran guru dalam pendidikan sangatlah krusial, seorang guru harus mampu menjadi pendidik yang patut untuk ditiru, baik dan juga sebagai teman bagi peserta didiknya. Guru diibaratkan sebagai petani dan peserta didik diibaratkan sebagai benih tanaman yang ditabur petani. Setiap bibit tanaman (siswa) ditanam dan dirawat secara berbeda. Tidak bisa dipaksakan cara penanaman dan perawatan bibit jagung dengan bibit padi. Artinya, setiap peserta didik membutuhkan cara bimbingan yang berbeda dari gurunya. Ada peserta didik yang membutuhkan bimbingan dengan santai, ada juga yang harus ditegaskan. Berdasarkan hal tersebut, guru tidak hanya memberikan pengetahuan saja melainkan bimbingan, dukungan dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk mendukung pertumbuhan peserta didik. Ia harus memastikan bahwa anak-anak berada di jalan yang benar, tidak tersesat, dan bahkan tidak membahayakan bagi diri mereka sendiri.
Referensi :
Ramadhanti, R., & Hidayat, M. T. (2022). Strategi guru dalam mengatasi perilaku bullying siswa di sekolah dasar. Jurnal Basicedu, 6(3), 4566-4573.
Sofyan, F. A., Wulandari, C. A., Liza, L. L., Purnama, L., Wulandari, R., & Maharani, N. (2022). Bentuk Bullying Dan Cara Mengatasi Masalah Bullying Di Sekolah Dasar. Jurnal Multidisipliner Kapalamada, 1(04 Desember), 496-504.
Statistik, B. P. (2021). Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia 2021. BPS RI/BPS-Statistics Indonesia.
Supriyatno, S., Tafiati, H., Syaifuddin, M. A., Sukesi, D. A., Sumarsono, S., Bachtiar, G., ... & Arlym, R. U. (2021). STOP perundungan/bullying yuk!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H