Lihat ke Halaman Asli

Tantangan Pendidik dalam Menghadapi Degradasi Moral Generasi Z

Diperbarui: 3 Mei 2024   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini kita sering mendengar fenomena yang kurang mengenakan yang melibatkan generasi Z atau Gen-Z. dari hal yang kurang bermanfaat sampai ke hal yang sangat serius, bagaimana tidak? banyak generasi muda atau gen-Z yang melakukan tindakan-tindakan yang ceroboh yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain bahkan menghilangkan nyawanya sendiri. Kabar terakhir diberitakan adanya mahasiswa yang lompat dari apartemen yang dilakukan oleh Gen-Z.  Istilah Generasi Z atau yang sering disebut dengan Gen-Z ada juga yang menyebut generasi strawberi karena dari segi fisik terlihat bagus dan menarik tapi tidak tahan dengan ujian atau tekanan yang menimpa mereka. Gen-Z sendiri adalah mereka yang lahir diantara tahun 90-an sampai awal 2010 an.

Beberapa ahli menyatakan bahwa Gen-Z memiliki sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini dilabeli sebagai generasi yang minim batasan (boundary-less generation). Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya berjudul "Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation" misalnya menyatakan bahwa Gen-Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Karakter Gen-Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan. Satu hal yang menonjol, Gen-Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Teknologi mereka gunakan sama alaminya layaknya mereka bernafas.

Kalau melihat fakta empiris sebenarnya Gen-Z ini memiliki potensi yang sangat baik untuk mendukung percepatan kemajuan keilmuan dan peradaban. Bagaimana tidak, dari berbagai fakta banyak pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan Gen-Z ini yang diluar dugaan, sebagai contoh Gen-Z merupakan generasi yang tidak pernah mengenal dunia secara nyata, jarang berkomunikasi langsung dengan masyarakat sekitar, tapi mereka bisa mengganti cara berkomunikasi mereka dengan siapapun, kapan pun dan dimanapun melalui media social.

Kalau saja salah satu potensi yang dimiliki Gen-Z ini bisa dijadikan sebagai sarana penyebaran informasi yang bermanfaat, maka informasi ini akan sangat cepat sampai kepada seluruh masyarakat tanpa harus mengumpulkan orang disatu tempat yang sama ataupun melalui media konvensional yang membutuhkan biaya yang tidak murah. dan fakta menunjukan bahwa sesuai prediksi dan analisis berbagai kalangan, Indonesia tengah berada pada periode yang dinamakan sebagai Bonus Demografi. Menariknya, hasil sensus 2020 menunjukkan komposisi penduduk Indonesia yang sebagian besar berasal dari Generasi Z/Gen Z (27,94%), yaitu generasi yang lahir pada antara tahun 1997 sampai dengan 2012. Artinya banyak sumberdaya yang berpotensi yang bisa dijadikan sebagai sarana percepatan kemajuan keilmuan dan peradaban kedepannya.

Kita tau Gen-Z ini memiliki ambisi yang kuat akan tetapi menyukai hal-hal yang instan dan cenderung malas. Ini merupakan 2 hal yang saling bertolah bekakang, kalau ambisi tidak diimbangi dengan ketekunan dan kesabaran bagaimana keinginan atau cita-cita bisa tercapai? Sebagai seorang pendidik maupun calon pendidik kita harus sadar betul bahwa kedepan yang akan kita didik adalah Gen-Z yang memiliki sifat yang sangat kompleks yang sudah saya paparkan diatas. Lantas bagaimana peran kita sebagai pendidik ataupun calon pendidik menyikapi fenomena dan fakta menarik tentang Gen Z ini? Ada beberapa tips dan trik yang bisa kita terapkan untuk mendidik Gen-Z ini agar mereka mereka menjadi pribadi yang tangguh dan berkembang dengan baik.yang pertama seorang pendidik harus aktif dalam kehidupan dan kebiasaan yang mereka lakukan, misalnya Gen-Z ini sangat erat kaitannya dengan dunia digital, kita sebagai pendidik juga harus paham dan terlibat dalam digitalisasi dan mengintegrasikan digitalisasi dalam proses pembelajaran agar menarik perhatian mereka. Berikan aturan-aturan yang mereka harus pahami bahwa didalam dunia digital mereka juga tetap harus menjaga etika dan sopan santun agar tidak merugikan orang lain.

Selain itu kita juga harus mendorong kreativitas dan inovasi, arahkan sikap ambisius mereka untuk hal-hal yang kreative dan inovatif. Mendorong kesehatan mental dan keseimbangan hidup, serta memberikan Pendidikan Nilai dan Etika. Kalau kita mau flasback kebelakang kita sebenarnya kita sudah punya panutan dalam mendidik dan mentransfer ilmu dan nilai kepada anak didik kita yang dicetuskan oleh bapak Pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara. Beliau memiliki gagasan dan konsep dalam dunia Pendidikan untuk mengutamakan cinta dan kasih sayang, seorang pendidik seharusnya menganggap anak didiknya selayaknya sebagai anaknya sendiri, sehingga pendidik atau guru melakukan upaya yang maksimal dalam mentransfer ilmu dan nilai-nilai etika kepada anak didiknya tersebut. Semua proses pembelajaran dilakukan dengan 3 konsep yang sudah sangat popular yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani. 

 Ing Ngarsa Sung Tuladha memiliki arti di depan, maksudnya yaitu seorang pendidik harus dapat memberi teladan atau contoh. Teladan sendiri menjadi kunci keberhasilan dalam kegiatan belajar, di mana ketika seorang pendidik memiliki sikap yang baik maka siswa pun akan mengikuti sikap gurunya. Sehingga saat kegiatan belajar mengajar berlangsung ,maka guru harus membimbing serta memberikan arahan kepada siswa agar tujuan pembelajaran dapat dipelajari siswa dengan baik. Tanpa disadari, selama proses pembelajaran guru menjadi panutan bagi siswa, baik dari kata ataupun perbuatannya. Oleh sebab itu, selain menguasai materi pelajaran, guru juga harus memiliki pribadi baik yang dapat dicontoh.

Ing Madya Mangun Karsa artinya di tengah-tengah atau di antara seseorang yang dapat menciptakan ide atau gagasan, maksudnya guru mempunyai peran penting untuk menciptakan ide dalam proses pembelajaran. Guru dapat memfasilitasi beragam metode serta strategi agar tujuan pembelajaran berhasil dicapai. Selain itu, kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh siswa dapat berkembang dengan baik.

Tut Wuri Handayani artinya di belakang, maksudnya yaitu seorang pendidik harus berada di belakang siswa untuk memberi dorongan atau arah. Dalam hal ini, seseorang memiliki tanggung jawab dalam pekerjaannya untuk mendorong orang lain dalam mencapai tujuan secara berkelanjutan. Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru harus memberikan dorongan kepada siswa agar rajin belajar disiplin. Mengingat, guru memiliki peran penting untuk memajukan suatu bangsa dan bangsa yang besar merupakan bangsa yang terdiri dik melalui nilai-nilai luhur. Maka jangan heran jika guru dijadikan sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa", Karena jasanya mengabdi pada negara demi kemajuan Indonesia.

Begitu banyak contoh dan referensi yang kita bisa ambil dari pendahulu kita dalam mendidik anak-anak kita baik yang tergolong Gen-Z maupun generasi selanjutnya kalau kita melakukannya dengan sepenuh hati sebagai mana yang dilakukan pendahulu kita serta mengiri dengan mendo'akannya Insya Allah akan terwujud calon pemimpin yang cerdas yang memiliki akhlakuk karimah dimasa mendatang.

Euis Nessia Fitri, S.Pd., M.Pd., M.Ak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline