Ketika Kecantikan hanya Membawa Malapetaka dan Sebuah Luka di Mata
Kisah ini diambil dari salah satu novel karya Eka Kurniawan seorang penulis yang menyandang gelar sarjana filsafat. Adapun judul dari novel tersebut yaitu "Cantik itu Luka". Kisah dalam novel tersebut diangkat dalam kisah pada masa penjajahan dan juga paska kemerdekaan Indonesia. Cerita di dalam novel tersebut telah melalui empat masa diantaranya masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, masa kemerdekaan, dan masa setelah kemerdekaan. Novel "Cantik Itu Luka" menjadi buku best-seller yang diterjemahkan lebih dari 34 bahasa, di antaranya bahasa Inggris, Jepang, Perancis, Denmark, Yunani, Korea, dan Tiongkok. Sehingga, nama Eka Kurniawan menjadi dikenal di kancah internasional.
Kecantikan merupakan hal lumrah yang dimiliki oleh setiap perempuan. Baik itu kecantikan fisik ataupun kecantikan hati. Karena, sejatinya seorang perempuan dilahirkan kemuka bumi ini memang terlahir cantik. Kecantikan merupakan anugerah tuhan yang seharusnya disyukuri.
Kelebihan dan Kekurangan Novel "Cantik itu Luka " :
Cerita didalam novel "Cantik itu Luka" penulis menggunakan alur maju dan mundur, sehingga pembaca tidak merasa kebingungan dalam membaca ceritanya, karena transisi pergantian antar setiap adegan tertata rapi dan halus.Tokoh-tokoh yang ada didalamnya sangat menarik dan juga unik .Kisah didalamnya tidak hanya mengisahkan kisah sejarah keluarga,tetapi ada juga kisah sejarah kolonialisme di Indonesia, komunisme, perjuangan kemerdekaan, horror, dan juga kisah cinta, yang disajikan secara menarik.
Adapun novel tersebut tidak cocok dibaca oleh anak dibawah umur, karena mengandung sex, pembunuhan dan penyiksaan. Kata-kata didalamnya pun sangat vulgar dan sangat berat mengenai istilah-istilah sejarahnya.
Sinopsis :
Pada novel yang berjudul "Cantik itu Luka" mengisahkan seorang perempuan yang bernama Dewi Ayu. Dewi Ayu adalah seorang wanita yang sangat cantik, tapi kecantikannya bukan sesuatu yang menguntungkan, tetapi membawa malapetaka bagi dirinya serta keturunannya. Karena kecantikannya, Dewi Ayu menjadi seorang pelacur bagi para tentara Belanda dan Jepang. Dewi Ayu adalah seorang pelacur ternama yang bayarannya mahal dan sangat diminati oleh para pelanggannya. Dari hasil pekerjaannya sebagai pelacur, Dewi Ayu memiliki 4 orang anak perempuan yang tidak diketahui pasti siapa ayah dari anak tersebut. Anak pertama, anak kedua, dan anak ketiga memiliki rupa yang tidak kalah cantik dengan Dewi Ayu. Tetapi, anaknya yang keempat memiliki nasib yang tidak bisa dipungkiri dengan nasib ibu dan ketiga kakaknya. Anak keempat tersebut diberi nama "Cantik". Cantik memiliki rupa fisik yang buruk, ketika ia baru lahir. Kulitnya hitam legam, hidungnya tidak tampak seperti hidung manusia, sehingga orang-orang yang melihatnya akan merasa ketakutan. Orang-orang memendang bayi tersebut dengan iba dan penuh kemalangan. Adapun ketika hamil si Cantik , Dewi Ayu berusaha membunuh bayi yang ada dikandungannya karena Dewi Ayu tidak tahu ayah dari anaknya. Bahkan, Dewi Ayu tidak mengharapkan bayi tersebut hidup berbeda dengan ketiga anak sebelumnya. Dewi Ayu berusaha menelan lima butir parasetamol dan juga meminum setengah liter soda. Alhasil, tidak membuat bayi tersebut mati. Kemudian Dewi Ayu memanggil dukun bayi untuk mengeluarkan anaknya tersebut dengan memasukkan tongkat kayu kecil kedalam perutnya. Sehingga terjadi pendarahan selama dua hari dua malam , kayunya pun keluar dengan berkeping-keping, tetapi bayi tersebut tetap tumbuh. Kemudian, Dewi Ayu membiarkan perutnya semakin membesar. Ketika si Cantik lahir Dewi Ayu tidak sama sekali melihat wajah anaknya tersebut. Setelah melahirkan, Dewi Ayu kembali kepada ritualnya berselimut kain kafan dan menunggu malaikat pencabut nyawa datang menjemputnya. Sungguh tragis melahirkan bayi buruk rupa dan meninggalkannya begitu saja sangat biadab. .Kecantikan Dewi Ayu sungguh sebuah malapetaka dan juga kutukan baginya begitupun keturunannya. Selain Dewi Ayu seorang pelacur, kutukan lainnya terjadi pada semua anak perempuan yang dilahirkannya akan mengalami patah hati tiada henti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H