Lihat ke Halaman Asli

Eudocia Adriani

Ibu Rumah Tangga

Menjadi ‘Pekerja Kerah Biru’ di Negeri Orang

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_156028" align="aligncenter" width="568" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Mendampingi suami untuk melanjutkan studi di Melbourne, Australia, 2002-2004, saya memanfaatkan waktu luang dengan bekerja. Meski mengantongi visa kerja, sebagai penduduk sementara (temporary resident), saya pun hanya bisa bekerja on a casual basis atau yang bersifat sementara. Dan sebagai casual worker, pekerjaan akan sangat mudah saya dapatkan jika saya mau bekerja sebagai ’pekerja kerah biru’ (blue-collar worker) atau bukan pekerja kantoran.

Atas ajakan seorang teman yang juga berasal dari Indonesia, ‘karir’ saya sebagai casual worker saya mulai dengan bekerja untuk Rapid Pak, sebuah perusahaan jasa pengepakan. Kebetulan saat itu menjelang Natal, sehingga Rapid Pak kebanjiran pekerjaan dari Cadbury Australia, Pty Ltd dan Mars, Inc., dua produsen cokelat dan gula-gula yang namanya sudah tak asing lagi.

Tugas yang harus saya lakukan sangat mudah. Saya hanya diminta untuk memasukkan berbagai merk cokelat ukuran bite sized dalam jumlah tertentu ke dalam semacam gift box. Untuk cokelat berbentuk batangan (chocolate bar), tugas saya adalah memeriksa kejelasan huruf dan angka dari tanggal kadaluarsa dan kode produksi. Jika huruf dan angka tak jelas terbaca, chocolate bar akan dikatagorikan sebagai ‘rejected’ atau ‘dibuang’.

Yang menyenangkan dari pekerjaan mengepak cokelat, pekerja diperbolehkan mengkonsumsi cokelat katagori ‘rejected’, dengan syarat hanya dikonsumsi di tempat atau tak boleh dibawa pulang. Sebagai penggemar cokelat, tentu saja saya tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dalam sehari, saya mampu menghabiskan 22 bite sized chocolate dan lima chocolate bar!

Awal tahun 2004, pekerjaan saya di Rapid Pak berakhir. Melalui sebuah job agency, Selective Solutions Victoria Pty Ltd, saya mendapatkan pekerjaan di Cabrini Health Group Australia. Ketika salah seorang staf Selective Solutions menyebutkan kata “health”, awalnya saya menduga akan bekerja untuk sebuah rumah sakit.

Ternyata dugaan saya salah. Cabrini Health Group Australia adalah nama perusahaan induk dari Cabrini Linen Service, perusahaan di mana saya akan ditempatkan. Namanya saja “linen”, tentulah pekerjaan saya berurusan dengan kain sprei, sarung bantal, selimut, dan lain-lain. Atau mudahnya sebagai tukang laundry.

Untuk pertama kalinya, saya melihat mesin-mesin laundry dengan ukuran besar. Bahkan sebuah mesin untuk melipat selimutmemiliki tinggi dua meter dengan lebar kira-kira empat meter. Dan mesin-mesin besar itu sedemikian canggihnya, sehingga Cabrini Linen Service mampu membersihkan hampir seratus ton laundry setiap minggu.

Mesin untuk melipat sprei misalnya. Saya hanya perlu menjepitkan dua ujung sprei yang masih setengah basah.  Dari balik mesin, seorang rekan lain tinggal mengambil sprei yang sudah dalam kondisi kering dan terlipat rapi. Begitu pula mesin pelipat sarung bantal, sarung-sarung bantal setengah basah cukup diletakkan di atas mesin yang memiliki banyak conveyor belt. Tak lama, sarung-sarung bantal tersebut sudah kering dan terlipat, bahkan tersusun rapi dengan jumlah sepuluh sarung bantal di setiap tumpukan.

Satu bulan berkutat dengan mesin-mesin, supervisor memindahkan saya untuk bekerja di bagian pengepakan linen yang akan dikirimkan ke rumah-rumah sakit. Saya diminta untuk mengisi trolley-troley dengan berbagai jenis dan ukuran linen sesuai daftar yang ditempelkan di setiap trolley.

Permintaan berbagai rumah sakit yang tak ada hentinya, membuat pekerjaan di bagian pengepakan ini menuntut kecepatan yang tinggi untuk menghitung setiap jenis linen. Karena tak fasih menghitung dalam bahasa Inggris, akhirnya saya menghitung dalam bahasa ibu saya, bahasa Jawa! Siji, loro, telu, papat,...

Meski tak pernah terbayangkan sebelumnya, itulah kisah saya ketika menjadi ‘pekerja kerah biru’ di negeri orang. Seringkali saya tertawa-tawa sendiri bila mengingatnya. Paling tidak, dari hasil kerja sebagai pengepak cokelat dan tukang laundry, selama di sana saya bisa mengajak keluarga saya berwisata setiap akhir minggu. Dari sekedar berpiknik, hingga mengunjungi beberapa kota di Australia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline