Lihat ke Halaman Asli

Merencanakan Keuangan, Butuh Ketaatan Dan Keketatan

Diperbarui: 16 Mei 2016   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Pieh---panggilan saya ke suami, beliin hape baru dong,”pintaku sedikit merayu.

“Emang hapenya kenapa ?”tanya suami

“Nggak apa-apa, pengen ganti aja sama yang lebih keren,”kataku lagi.

Seperti biasa, permintaan saya selalu ditolak dengan satu prinsip “hemat”. Ini bukan sekali atau dua kali permintaan saya ditolak tapi sudah kesekian ratus kali, sejak saya menjadi pasangan hidupnya. Jurus rayuan mautpun nggak sanggup membuat suami luluh. Nggak mungkin kan saya harus nangis Bombay hanya sekedar pengen ganti hape. Apalagi kalau alasannya cuma buat gaya-gayaan. Suami juga pernah bilang kalau hidup cuma ngikutin teknologi nggak ada habisnya. Sebab perkembangan teknologi jauh lebih cepat dari pada kenaikan gaji. Tapi kalau kondisinya benar-benar diperlukan maka suami juga tidak segan-segan langsung membelikannya. 

Kebijakan Keuangan ala Suami

Bukan hanya itu saja, teori dari pakar keuangan saja masih diaudit lagi oleh suami.  Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan mengikuti seminar keuangan dan seperti kebiasaan saya selalu melaporkan hasil kegiatan tersebut. Dalam seminar itu sang pakar memberikan teori cara mengatur keuangan, sebagai berikut :

  • Cicilan utang 30 %
  • Tabungan dan investasi 10%
  • Premi asuransi 10%
  • Biaya hidup 50%

Adapun maksud saya melaporkan hasil seminar  supaya suami mau merevisi soal keuangannya yang  ketat. Tapi nyatanya malah sebaliknya.

Mau tau itung-itungan ala suami ? 

Untuk biaya hidup dipangkas menjadi 40% dan selebihnya dimasukkan pada tabungan investasi. Bukan itu saja, berhubung kami tidak mempunyai utang yang besar jadi cicilan utang juga diperkecil. Dengan begitu biaya hidup dan tabungan investasi memiliki porsi yang sama, masing-masing 40%.

Jadi alih-alih mau meminta revisi yang sesuai dengan sang pakar, eeehhh malah dikasih PR menghitung investasi. Maksudnya, kalau teori dari suami dijalankan berapa hasil yang didapat selama lima atau sepuluh tahun ke depan.

Sejujurnya, semua teori yang diberikan oleh sang pakar keuangan itu 90% sudah diterapkan oleh suami. Misalnya nih soal kendaraan, saya sudah beberapa kali minta ganti tapi suami tidak bergeming juga. Alasan suami, kendaraan roda empat yang kami miliki masih bisa dipakai sampai lima tahun lagi. Apalagi sejak musim  transportasi online kami lebih sering pake aplikasi ketimbang pake kendaraan sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline